Tak Cukup Menyakatakan Darurat Sampah

Opini157 Dilihat

Tak Cukup Menyakatakan Darurat Sampah

Oleh : Muh Fajar Pratama C Putra

Indonesia darurat sampah terutama sorong papua barat daya perlu strategi komperensif, mengacu pada data kementrian lingkungan hidup kehutanan (KLHK) sorong sebagai daerah terkotor di Indonesia pada urutan 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan Kota Sorong sebagai kota terkotor untuk kategori kota sedang. Dalam kurun waktu satu hari, sebanyak 15 kontainer sampah diproduksi di Kota Sorong. Bahkan 30 persen dari total sampah itu adalah sampah plastik. Ditambah lagi akibat dari masih dilakukannya pembuangan terbuka serta belum dibuatnya kebijakan terkait pengelolaan sampah pabrik dan rumah tangga, Sorong memperoleh nilai yang jelek untuk Tempat Proses Akhir (TPA). Angkanya bakal sering bertambah dengan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk itupun belum menghitung sampah yang di buang sembarang, seperti sampah plastic di Sungai Sungai,drainase,dan pinggir jalan yang akhirnya mencemari laut perairan kita.

Pemerintah daerah ,sebagai penanggung jawab utama pengolaan sampah,umumnya hanya berkutat pada penanganan drainase dan hilir saja mereka masih menggunakan pola konfensional dengan menumpuk sampah di tempat pembuangan akhir di lahan terbuka. Cara kuno ini tak bisa di pertahankan lagi karena cepat atau lambat bak sampah/ TPA raksasa itu akan penuh, TPA di sorong selama ini hanya ada 1 tempat akibatnya sampah terus menggunung, pemerintrah daerah sorong baru bertindak menangani masalah sampah saat kota sorong terjadi bencana banjir pada beberapa tahun terakhir, Tindakan yang di lakukan pemerintah daerah sedikit terlamabat,kurangnya edukasi kemasyarakat terkait seberapa pentingnya pengolaan sampah mengakibatkan Masyarakat tidak taat membuang sampah pada tempatnya.

Melihat pada kondisi terkini di beberapa titik pembuangan sampah di sorong yang menjadi factor layaknya sorong masuk kategori kota terkotor Indonesia, masih banyaknya titik pembuangan sampah yang berada di pinggir jalan utama dan lahan terbuka. Peraturan mengenai persampahan sebetulnya sudah tersedia. Di antaranya UUD NO 8 THN 2008 tentang pengolaan sampah serta peraturan pemerintah NO 81 THN 2012 tentang pengolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga aturan itu mewajibkan setiap orang mengurangi dan mengelola sampahnya sendiri,industry juga wajib menarrik sampah produk mereka lalu mendaur ulangnya.

Faktanya aturan itu berhenti di atas kertas, lemahnya penegakan aturan membuat para pihak cenderung mengabaikan kewajiban masing masing. Hal ini di perburuk dengan tak adanyas strategi pemerintah daerah untuk menangani sampah secara tuntas. Seakan akan dengan mebangun TPA,kewajiban mereka sudah terpenuhi. Pemerintah daerah tak cukup menyatakan darurat sampah,perlu strategi pengurangan sampah dengan dratis secara nasional.penanganan sampah harus di lakukan dari hulu hingga ke hilir. Di hulu,rumah tangga dan individu harus mengurangi dan memilah sampah mereka secara harian. Industry juga demikian dihilir, perlu banyak trobosan untuk mendaur ulang sampah kita.

Jangan lupa, stategi pengurangan sampah itu juga harus sejalan dengan mitigasi krisis iklim melalui model pengolaan sampah yang mengurangi emisi karbon terutama gas metana. Sampah adalah masalah kita Bersama, termasuk masalah tiap individu tanpa Langkah nyata dan segera untuk menguranginya “ bom waktu” bencana sampah akan meledak tak lama lagi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *