Foto : Ummulkhairy M. Dun, Wasek Bidang Internel Kohati Cabang Ternate
Oleh: Ummulkhairy M. Dun
(Wasek Bidang Internal KOHATI HMI Cabang Ternate)
Pagelaran Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tahun ini resmi menjadikan Maluku Utara khususnya Ibukota Sofifi sebagai tuan rumah. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat Maluku Utara atas partisipasinya dalam acara berskala nasional.
Selain antusiasme yang ditunjukkan, Pemerintah Provinsi Maluku Utara beserta masyarakatnya pun mendapatkan sejumlah tugas tambahan. Tugas tambahan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah persoalan kesiapan keprotokoleran yang memadai.
Sebagaimana yang telah diketahui secara bersama bahwa Kota Sofifi setelah ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, masih dalam tahap pembangunan. Dengan adanya STQ Nasional di Sofifi mengharuskan pembangunan di kota tersebut lebih dimaksimalkan.
Sebagai bentuk afirmasi terhadap persiapan menjelang acara pembukaan STQ nasional ini, maka dibutuhkan sinergitas yang baik dari pelbagai kalangan baik pemerintahan maupun masyarakat untuk menciptakan kesuksesan pada acara bernuansa Islam ini.
Suksesnya kegiatan keislaman ini tidak luput kesuksesan persiapan dari panitia, pihak pemerintahan hingga masyarakat. Melansir berita Malut Post beberapa hari lalu bahwa sebagian masyarakat dari luar Kota Sofifi berbondong-bondong melakukan bersih-bersih di sekitar area perlombaan STQ Nasional.
Inisiatif tersebut dinilai baik dan patut diacungi jempol. Jika bukan kita yang mensukseskan, siapa lagi?. Dengan adanya kegiatan nasional ini masyarakat Maluku Utara diharapkan dapat tampil memperkenalkan aset daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Aset-aset tersebut berupa aset ekonomi, sosial, budaya, agama, hingga pariwisata.
Selain untuk dikenalkan juga dipromosi dengan tujuan para tamu atau kafilah tidak hanya berkunjung sekali di Maluku Utara tetapi dapat kembali lagi sebagai wisatawan. Oleh karena itu, dibutuhkan mitra yang baik dari masyarakat Maluku Utara untuk menampilkan hal-hal positif dari aset daerah.
Ajang perlombaan dengan tajuk keislaman ini akan menarik perhatian banyak orang dari luar Maluku Utara. Hal ini dikarenakan peserta dalam lomba tersebut merupakan delegasi dari 34 provinsi se-Indonesia. Selain kehadiran peserta yang variatif, presiden negeri ini pun turut hadir pada pembukaan nanti.
Hari demi hari berlalu, persiapan untuk kemegahan dan kemeriahan STQ Naisonal semakin matang. Masyarakat Maluku Utara sudah tidak sabar menantkan momen langka seperti ini di negeri para kesultanan.
Senada dengan identitas daerah Moloku Kie Raha yang menjunjung nilai-nilai keislaman menjadikan kegiatan STQ semakin terasa sakralnya. Bukan hanya sekadar kompetisi antar provinsi, tetapi banyak harapan lebih yang diinginkan masyarakat Maluku Utara. Sebagai bagian dari masyarakat Maluku Utara khususnya milenial Ternate, penulis memiliki harapan dengan adanya momentum STQ ini dapat meningkatkan kualitas keislaman umat Islam di jazirah al mulk.
Sama halnya dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), menurut hemat penulis bahwa umat Islam Indonesia masih terfokus pada sisi pragmatis dari kegiatan tersebut. Artinya bahwa masih ada oknum yang memanfaatkan momen ini hanya untuk meraih fasilitas yang disediakan.
Padahal lomba dengan tema keislaman yang tinggi ini seharusnya banyak diambil ibrah. Kenapa ajang sebaik ini sering dilaksanakan tetapi tidak sedikit dari kita sebagai muslim Indonesia yang meninggalkan Al Qur’an. Terlalu sempit jika kita memaknai bahwa seseorang dikatakan dekat dengan Al Qur’an karena ia membacanya dengan tilawah atau bahkan menghafalnya.
Hal tersebut dinilai tidak sempurna karena yang dimaksud dekat dengan Al Qur’an adalah mampu memahami isi yang terkandung di dalamnya dan diaktualkan dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. Artinya bahwa penulis menyesali agenda-agenda keagamaan seperti itu dimanfaatkan finansialnya sementara secara substansi tidak berimpact dalam kehidupan sehari-hari.
Penyesalan penulis kembali membara saat melihat berita di salah satu media dengan platform facebook, bahwa telah dibentuk Duta STQ pada ajang STQ Nasional di Maluku Utara. Duta tersebut dipilih untuk memeriahkan agenda nasional ini. Pertanyaannya adalah kenapa harus ada duta STQ? Apakah ajang STQ ini mau dibuat seperti panggung peagent?. Lucu tetapi miris, kegiatan keagamaan mulai dipelacuri.
Output MTQ dan STQ ingin dimaksimalkan dengan baik tetapi justru ditumbuh kembangkan parasit. Seyogianya, kegiatan seperti ini tidak perlu ada duta yang diseleksi tanpa ada standar.
Maksudnya jika menginginkan ada duta yang menjadi pemerhati STQ ataupun MTQ maka dibuat forumnya dan diseleksi. Tahap penyeleksian pun tidak boleh berdasar pada standar peagent pada umumnya. Akan tetapi, harus berdasar pada kemampuan duta tersebut pada pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah.
Bukan untuk melakukan truth claim, melainkan ingin memastikan bahwa kualitas seorang pemerhati STQ yang dinamai duta itu harus berwawasan keislaman dan keilmuan bukan berpenampilan cantik dan seksi. Dalam sebuah berita oleh s************ diperlihatkan jelas bahwa para putri yang katanya duta STQ berbusana tidak selayaknya muslimah.
Berbusana tidak selayaknya seorang muslimah dikarenakan penggunaan baju dan celana yang hanya membungkus aurat tetapi tidak menutupinya. Menjadi ironis sebab para duta tersebut katanya melakukan penjemputan para kafilah. Padahal penjemputan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan busana yang lebih sopan bukan berbusana seperti orang telanjang. Oleh karena itu, resesi akidah perempuan Maluku Utara kelak akan menjadi fenomena yang bersifat faktual.
Jika fenomena seperti ini tidak dikritisi maka akan dianggap benar dan terus berlanjut. Sebagai muslimah yang peduli terhadap sesama muslimah, hentikan budaya barat yang tidak berfaedah demi kemaslahatan Islam di Maluku Utara.