Potensi Perikanan dan Kelautan yang Hilang

Daerah, Maluku Utara299 Dilihat

Foto : Fijai Rope, Anggota studi club Insan Kreatif Anak Nelayan (IKAN)

Oleh : Fijai Rope

Anggota studi club Insan Kreatif Anak Nelayan (IKAN)

Indonesia yang di kenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, ditaburi dengan 17.508 pulau, dikelilingi oleh 108.000 km garis pantai (terpanjang kedua di dunia setelah kanada), dan ¾ wilayahnya berupa laut, termasuk ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia); sumber daya kelautan berupa wiliyah pesisir, pulau-pulau kecil, dan lautan beserta SDA dan jasa-jasaa lingkungan yang terkandung di dalamnya, jelas merupakan keunggulan komparatif bangsa Indonesia. Betapa tidak, SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan indonesia yang luar biasa besar dan sangat beragam yang harus dikembangkan menjadi kawasan produksi yang memiliki nilai strategis untuk pembangunan ekonomi bangsa.

Potensi kelautan Indonesia sungguh melimpah. Food and Agriculture Organization (FAO), yang menangani pangan dan pertanian dunia, dibawa naungan PBB memperkirakan potensi perikanan tangkap indonesia pada tahun 2020 berada pada peringkat terbesar ke-3 di dunia setelah China dan Peru. Indonesai menyumbangkan 8% dari produksi dunia. Namun mirisnya, negara kehilangan potensi pendapatan yang fantastis setiap tahunnya, kerugian itu berasal dari praktik para pelaku Illegal Fishing.

Keamanan di kawasan laut, baik itu laut teritorial, ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) selalu saja dimasuki oleh kapal asing, di Perairan Natuna dan pulau Morotai yang selalu menjadi kawasan para praktik Illegal fishing, baik itu kapal nelayan Vietnam, China, Filipina, Taiwan, dan Malaysia. Persoalan tentang penanganan dan pemberantasan Illegal fishing telah menjadi tantangan klasik yang di hadapi Indonesia, yang sampai sekarang belum dapat ditangi secara optimal. Setiap tahun kedaulatan Indonesia masih saja tergadai, belum ditambah pencurian sumberdaya kelautan yang kerap kali terjadi.

Dilansir dari CNN Indonesia; Tim peneliti dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mencatat masih terjadi aktivitas penangkapan ikan illegal oleh kapal ikan asing (KIA) di laut Natuna Utara (LNU) dalam dua bulan terakhir “ selama bulan September dan Oktober 2021, aktivitas penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) oleh kapal ikan asing (KIA) masih terjadi, pelaku illegal fishing tersebut adalah KIA berbendera Vietnam, Malaysia dan Sri Lanka”

Berdasar citra satelit, keberadaan KIA Vietnam terdeteksi 35 kapal ikan berada di wiliyah ZEE Indonesia yang merupakan wiliyah sengketa dengan negara tersebut selama 19 September 2021. Sedangkan pada klaser illegal fishing di ZEE Indonesia di bawah garis landasan kontinen, terdeteksi sekitar 13 kapal ikan Vietnam pada 16 September 2021. Adapun intrusi kapal ikan Malaysia terdeteksi di ZEE Indonesia, Selat Malaka. Dua kapal ikan berbendera Malaysia itupun di tangkap Patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pada 10-26 September 2021.

Dari beberapa kasus Illegal fishing yang di lansir CNN Indonesia. Banyaknya regulasi dan intansi yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan seperti TNI AL. Ditpolair dan Satker PSDKP serta pemerintah daerah yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, namun praktik dari pelaku illegal fishing masi saja terjadi sampai saat ini, hal ini menyebabkan negara kehilangan potensi kelautan dan perikanan khususnya di bidang penangkapan ikan setiap tahunnya. Indonesia Justice Inviative (IOJI) misalnya, mengetimasi kerugian Indonesia dari praktik illegal fishing mencapai USD 4 miliar atau setara Rp. 56,13 Terliun pertahun. Melihat hal ini para Stakeholders tidak bole menutup mata dengan potensi penerimaan negara yang hilang. Jika pemerintah mampu mengoptomalisasi sumberdaya kelautan yang melimpah ini, bisa jadi negara tidak perlu banyak berutang.

Berkaitan dengan potensi kelautan Indonesia, terdapat tiga jenis laut yang penting bagi Indonesia untuk dikelola, yaitu

1. Laut yang merupakan wilayah Indonesia, yaitu wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan Indonesia.

2. Laut yang merupakan kewenangan Indonesia, yaitu suatu wilayah laut di mana Indonesia punya hak-hak berdaulat atas kekayaan alamnya dan kewenangan-kewenangan untuk mengatur hal-hal tertentu.

3. Laut yang merupakan kepentingan Indonesia, artinya Indonesia mempunyai keterkaitan dengan wilayah laut tersebut meskipun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan atau hak-hak berdaulat atas wilayah laut tersebut.

Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan yang optimal, Indonesia harus mengelolah ketiga jenis laut tersebut secara berkelanjutan dan menyeluruh bagi kepentingan bangsa Indonesia. Agar dapat optimal, pengelolaan laut Indonesia tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber daya kelautan saja tapi juga meliputi pengawasan penangkapan ikan, khususnya oleh kapal-kapal asing dan pengaturan zona-zona laut Indonesia sesuai dengan aturan regional maupun hukum internasional.

Di wilayah laut jenis pertama (12 mil dari garis pangkal), Indonesia mempunyai kedaulatan mutlak atas ruang maupun kekayaannya, namun mengakui adanya hak lewat/lintas (berdasar prinsip innocent passage, sea lanes passage, dan transit passage) bagi kapal-kapal asing.

Sedangkan pada wilayah laut jenis yang kedua, di Zona Tambahan (24 mil dari garis pangkal) misalnya, pemerintah Indonesia mempunyai kewenangan tertentu untuk mengontrol pelanggaran terhadap aturan di bidang kepabeanan, keuangan, karantina kesehatan, dan pengawasan imigrasi. Di Zona Ekonomi Eksklusif (200 mil dari garis pangkal), Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat atas kekayaan alam, terutama perikanan selain kewenangan lainnya (misalnya untuk memelihara lingkungan laut, mengatur dan mengizinkan penelitian ilmiah kelautan serta pemberian izin pembangunan pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan lainnya). Jadi meskipun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan mutlak di wilayah ZEE, namun Indonesia mempunyai hak atas penangkapan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayah perairan ini.

Melihat sumberdaya kelautan kita yang melimpah tapi setiap tahun negara kita masi mengalami kerugian yang mencapai Terliunan, karena praktik dari para pelaku illegal fishing, wacana tentang penguatan instansi untuk keamanan laut sudah saat di implementasikan, jika kita masih saja menganggap persoalan ini hal yang biasa, maka setiap tahun negara akan tetap kehilangan potensi pendapatan Trilunan Rupiah. Penyebab dari terjadinya illegal fishing di karenakan masi Terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan, Terbatasnya dana untuk operasional pengawasan, Terbatasnya tenaga polisi perikanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Masih terbatasnya kemampuan nelayan Indonesia dalam memanfaatkan potensi perikanan di perairan Indonesia, terutama ZEE, Kebutuhan sumber bahan baku di negara pelaku illegal fishing sudah menipis akibat praktik industrialisasi kapal penangkapnya sehingga daya tumbuh ikan tidak sebanding dengan jumlah yang ditangkap, dan sebagai akibatnya, mereka melakukan ekspansi hingga ke wilayah Indonesia, dan yang terakhir kemampuan memantau setiap gerak kapal patroli pengawasan di laut dapat diketahui oleh kapal ikan asing karena alat komunikasi yang canggih, sehingga hasil operasi tidak optimal. Penguatan instansi keamanan laut tidak bole hanya terbatas pada aspek kelembagaan semata. Namun harus nyata terlihat pada dukungan anggaran, sarana dan prasarana, serta pemerjaan teknologi pendukung dalam menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab kemanan laut.

Secara internal, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang lebih konkret dalam menanggulangi kegiatan illegal fishing, antara lain, dengan menambah jumlah, memperkuat kapasitas dan melengkapi fasilitas teknologi armada kapal patroli pengawas perairan dan memperbanyak kapal penangkap ikan dengan ukuran di atas 30 GT, berikut kelengkapan teknologi mutakhir, agar lebih mampu menjangkau wilayah pengelolaan ZEE Indonesia sekaligus menandai kehadiran Indonesia secara konsisten (continuous presence) sebagai hak pengelolaan (sovereign rights) secara efektif dalam menjaga perairan eksklusifnya. Penegakan hukum (law enforcement) yang tegas juga harus diterapkan secara sungguh-sungguh oleh aparat Indonesia terhadap setiap pelanggar wilayah perairan Indonesia dan pelaku illegal fishing. Meski peraturan perundang-undangan dibenahi serta sarana dan prasarana dilengkapi, tanpa diikuti penegakan hukum yang tegas dan juga pembenahan mental aparat penegak hukum, maka mustahil permasalahan illegal fishing dapat terselesaikan.

“senjata terakhir yang kita miliki saat ini adalah Harapan dan Kesabaran”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *