TIMURPOST.com, TERNATE–Diskusi Ekonomi Politik di Era Digital oleh Himpunan Pelajar Mahasiswa Pulau Gebe (HPMPG) Maluku Utara dengan mengundang Hamdan Halil Ketua Umum Pengurus besar Forum Mahasiswa Maluku Utara sebagai Narasumber pada Rabu (16/11) bertempat di Perpustkaan Asrama HPMPG, Gambesi-Ternate Selatan.
Hamdan menyampaikan, Selain ini jadi forum belajar bersama, saya berkesempatan bersua-jumpa dengan kawan-kawan Gebe. Gebe sudah bagian dari hidup saya. Maklum pernah hidup dan sekolah di sana. Ini jadi kesempatan Temu Kangen, Belajar dan Berjuang Gembira bagi kita semua selaku insan pelajar.
Dalam diskusi tersebut, Hamdan memaparkan Diskursus ekonomi politik pada dasarnya mengenai hubungan negara dan pasar beserta fenomena internasional, nasional yg melatarinya.
Hal-hal tak terduga bisa saja terjadi di tingkat lokal, bahkan jadi akumulasi bahan bincang diberbagai forum tingkat tinggi seperti G20, misalnya; SDA, SDM, transformasi digital, energi terbarukan, pemerataan investasi-ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dst.
Mengamati Halmahera, termasuk Pulau Gebe dari masyarakat agraris ke transisi masyarakat industri, ada Perkembangan corak ekonomi masyarakat ditentukan keputusan politik yang bergelindan dengan kepentingan pasar. Begitupun sebaliknya. Ada problem lingkungan, pendidikan, ekonomi dan lain disana itu terjadi karena adanya alas kebijakan, maka afirmasi kebijakan pula lah menjadi penting untuk melerai kekalutan, meresolusi, dan merestorasi (pemulihan) pulau Gebe.
Agregasi kepentingan publik seperti pendidikan dan kesehatan gratis, pemberdayaan ekonomi rakyat rasanya harga yg pantas dari devisa negara yg didapat dari pulau ini. Ini hanya bagian kecil dari Halmahera yg kaya dan Maluku Utara yg tak berdaya.
Dalam diskusi tersebut menguat isu pembangunan manusia. Gebe sejauh ini baru memiliki satu doktor yakni Alhamarhum Awaluddin Fataha. Entah berapa jumlah magister dan sarjana perlu ada data untuk itu. Berapa banyak yang terdistribusi di birokrasi maupun di parlemen, sepertinya masih minum. HPMPG dan pemerintah setempat dan komponen lain bisa menginisialisasi data based untuk itu.
Masalah lain seperti kurangnya tenaga pendidik terutama di Sekolah Menengah Atas (SMA)/Aliyah dan SMK/sederajat. Minimnya tenaga pendidik tentu berdampak pada merosotnya kuliatas peserta didik dan mutu pendidkan di semua jenjang.
Selain itu, ada fakta dimana tiap lulusan begitu banyak yang memilih masuk melamar kerja ke perusahan ketimbang harus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal yang sama hampir menjadi problem bersama di beberapa kecamatan lainya.
Tentu kita bisa memprediksi angkatan sumber daya manusia 5-10 tahun yang akan datang berapa pada posisi cukup merosot drastis jika tidak ada skema antisipatif dengan mendorong beasiswa untuk strata satu untuk itu. Bahkan tidak berlebihan didorong juga insentif untuk prioritas beasiswa tertentu.
Karena bagi saya, problem ekonomi lah salah satu pemicu dimana secara terang ada gejala membandingkan antara kuliah dan tidak; daripada membiayai kuliah sendiri dengan dana sendiri selama masa kuliah, lebih baik bekerja di perusahan mendapat gaji setiap bulan. Toh, menjadi sarjana ujungnya tetap kembali menjadi pekerja. Tetapi sebetulnya ini hanya penyederhanaan masalah di tengah himpitan ekonomi.
Meluasnya kesempatan kerja bagi pribumi juga harus diikutkan dengan menyiapkan sumber daya manusia yang haldal, cakap, profesional dan berintegritas. Sehingga di dunia kerja dapat dengan mudah mengakses pekerjaan yang tidak hanya menjadi pekerja kasar, tapi dapat ditempatkan pada posisi strategis berbasis keahlian dan kompetensinya.
Kedepan memang harus didorong beasiswa, termasuk secara fokus berapa banyak yang harus studi geologi, studi pertambangn, studi lingkungan, kedokteran, pendidkan dan keguruan, ekonomi, dan lain seterusnya. Lebih pada upaya beasiswa berbasis kebutuhan daerah dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis potensi daerah. Stimulus insentif sebagai faktor pendukung juga penting bila tidak dianggap berlebihan.
Patut menjadi catatan bagi semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi Maluku Utara, pemerintah daerah Halmahera Tengah, bahwa berapa banyak devisa negara yang diambil dari pulau Gebe sejak masuknya tambang, pun daratan Halmahera lainya. khususnya Gebe keberpihakan politik anggaran untuk realisasi pendidkan, program air bersih, listrik, jaringan, jalan dan jembatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat pasca Antam, pariwisata, perikanan dan Kelautan, butuh afirmasi kebijakan melalui sharring program dan anggran yang memadai, berkelanjutan, menejerial yang baik, sembari monitoring dan evaluasi (monev) menyeluruh dampak program terhadap masyarakat pulau Gebe
Karen sejauh ini, saya mengamati semua tanggung jawab itu dipikul sendiri oleh pemda Halteng. Padahal pemerintahan di level atas tidak seharusnya lepas tanggungjawab membangun masyarakat Gebe sesuai dengan tugas dan urusan pemerintah baik urusan pilihan maupun urusan pelayanan dasar. Program pelayanan penerangan melalui jaringan dan listrik misalnya, Pemprov harusnya juga proaktif untuk itu.
Kita berharap pembangunan Tower 4G yang ditargetkan selesai pada Desember 2023 ini bisa jadi penanda dan kado kepedulian dari akhir masa jabatan pemerintah Halteng Elang-Rahim beserta kebijakan lain yang sudah digalakkan selama ini, sembari terus melakukan pengawasan dan evaluasi demi optimalisasi kualitas pembangunan di Pulau Gebe. ”Tutup Hamdan Halil