NU dalam Pusaran Politik dan Demokrasi

Opini192 Dilihat

NU dalam Pusaran Politik dan Demokrasi

Oleh : Ahmad Syarifudin Fajar

Kader Nahdlatul Ulama (NU) diharapkan dapat terus menguatkan peran masing-masing di segala bidang. Hal itu diharapkan agar dapat menopang dakwah NU dalam berbagai sektor kehidupan. Organisasi NU kalau secara anggaran dasar, visi misi, tujuan berdirinya sebagai organisasi sangatlah mulia.

Oleh Sebab itu, tujuan mulia didirikannya NU, harus terus diingat. Sehingga, tidak ada alasan untuk tidak melakukan upaya total kepada NU, Berbagai sektor pun perlu terus dikuatkan.

Memasuki Tahun 2024 sebagai tahun politik memang terasa sekali. Di berbagai penjuru wilayah Indonesia sudah bertebaran spanduk, pamplet, baliho para politisi yang ingin bersaing berebut simpati rakyat. Mereka ada yang berniat menjadi calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI. Sedangkan calon anggota legislatif sangat banyak sekali dan tentu akan sangat susah diingat, baik dalam visi misinya ataupun profil personalnya.

Maka sudah sangat penting bagi rakyat Indonesia untuk teliti dalam pelaksanaan pemilu ini, terutama dalam memilih calon anggota legislatif, karena dari sisi kuantitas jumlahnya sangat banyak sekali.dari sisi kualitas tentunya pilihan kita harusnya adalah para caleg yang punya profil positif dan rekam jejak yang bagus.

Tentunya kita tidak asal pilih sesuai dengan hati nurani saja, namun harus memakai akal sehat logis, dalam tulisan ini logika tersebut menggunakan pendekatan teori maqashid as-syari’ah, yaitu memilih calon pemimpin /perwakilan kita di parlemen nanti, bisa kita gunakan konsep maqashid as-syari’ah sebagai parameter visi misi dan kebijakan mereka.

Konsep maqashidusyariah dipopulerkan oleh As-Syatibi (abad ke 7 H.) sebagai tujuan (maqashid) munculnya norma-norma syariah di muka bumi ini.

As-Syatibi merumuskannya dalam lima poin.

Pertama, Hifdu ad-Diin yaitu menjaga agama. Konsep ini merumuskan norma-norma syariah adalah untuk menjaga agama Islam ini supaya bisa tetap bisa berjalan dengan baik dan lancar. Tidak ada gangguan dari pihak lain. Di Indonesia, kebebasan beragama dilindungi oleh konstitusi perundangan. Bahkan menjadi sila pertama dalam Pancasila sebagai dasar negara.

Kedua, Hifdu An Nafs (menjaga jiwa) adalah sebuah kewajiban menjaga diri masing masing dan orang lain dari semua hal yang membahayakan jiwa, seperti melukai, merusak, bahkan pembunuhan. Sebagai umat Islam yang meyakini konsep ukhuwah islamiah (persaudaraan sesama umat Islam) harusnya peduli terhadap saudara muslim yang terdholimi secara fisik, baik di dalam negeri dan juga dunia internasional.

Ketiga, Hifdu An Nasab (menjaga keturunan) adalah kewajiban seorang muslim untuk menjaga keturunannya dari hal yang merusak, seperti zina, Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), perkosaan dan lainnya. Juga menjaga agar perilaku menyimpang seksual seperti LGBT ini tidak berkembang dan menjangkiti generasi bangsa ini.Karena LGBT ini adalah “penyakit jiwa seksual” maka perlu diupayakan penyembuhannya, baik secara medis, agama dan lingkungan.Terutama solusi agama terhadap pengidap LGBT

adalah merevolusi mental aqidahnya, supaya lebih yakin terhadap kodrat kelaminnya baik sebagai laki-laki atau sebagai perempuan.Karena LGBT ini sesungguhnya bisa disembuhkan dengan penguatan Aqidah dan ibadah secara intensif didampingi dan diarahkan.Terutama oleh keluarga dekatnya.

Keempat, Hifdu Al-Aql (menjaga Akal) adalah kewajiban menjaga akal pikiran dari ideologi atau paham-paham sesat.Misal dari Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme, Komunisme, Atheisme dan lainnya, semua paham sesat tersebut sudah dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Manusia saat ini juga harus menjaga agar akal selalu sehat, yaitu memilih dan memilah informasi faktual atau hoax, jangan terbawa arus informasi yang begitu derasnya tanpa dipikir terlebih dahulu manfaat dan madaratnya.

Kelima,Hifdu Al-Mal (menjaga harta) adalah kewajiban menjaga harta dari unsur yang merusak harta tersebut secara material fisiknya, misal dari pencurian, perampokan, begal dan lainnya.Juga menjaga harta halal tidak bercampur dengan harta haram.Baik saat usaha mencari harta ataupun diberi harta.Jangan sampai ada harta riba atau harta suap yang diterima.

Dalam konteks pemilu 2024 sekarang ini, pilihlah capres/cawapres dan anggota legislative yang juga peduli terhadap agama Islam dan seluruh ajarannya. Paling tidak menggunakan lima unsur maqashidussyariah tersebut untuk menakar kualitas subjek pilihan kita. Jangan sampai salah pilih.Karena salah satu niat pemilu ini adalah memilih orang yang paling berkualitas untuk membawa masyarakat yang sejahtera, maju, adil dan makmur.

Konsep Keterwakilan Kader NU Dalam Politik Demokrasi?

Unsur mendasar demokrasi setidaknya melibatkan tiga unsur pokok, yaitu warga negara yang setara (demos), urusanpublik (public matters), dan kontrol publik (popular control). Maka, pertanyaan-pertanyaan terpenting untuk mendiagnosa situasi dan kondisi demokrasi adalah: (1) siapa demos?; (2)bagaimana urusan publik dirumuskan?; dan (3) bagaimana kontrol publik dijalankan?.

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat erat kaitannya dengan persoalan keterwakilan dan partisipasi. Keterwakilan berkaitan dengan jaminan atas hak-hak setiap warga negara untukmewujudkan kepentingan-kepentingannya. Sedangkan partisipasi berkaitan dengan jaminan atas hak-hak setiap warga negara untuk ikut serta secara aktif di dalam proses-proses politik yang menentukan pengambilan, pelaksanaan dan kontrol atas kebijakan-kebijakan publik.

Institusi keterwakilan dan partisipasi yang demokratis harus menjamin hak dan kepentingan setiap warga negara. Abai terhadap kedua aspek itu, maka demokrasi hanyalah sebatas serangkaian prosedur demokrasi, dan karena itu jauh dari demokrasi yang substansial.

Partisipasi dan keterwakilan merupakan dua konsep penting yang senantiasa muncul dalam topik diskusi demokrasi. Kendati begitu, masing-masing konsep merupakan buah dari dua gagasan yang berbeda. Partisipasi tumbuh dalam tradisi pemikiran republikanisme,sedangkan keterwakilan lebih dekat dengan gagasan liberalisme. Partisipasi merupakan prinsip keterbukaan bagi semua individu untuk mengontrol semua urusan publik, sedangkan keterwakilan berkaitan dengan pengakuan dan pemenuhan atas hak-hak (kepentingan) setiap individu. Dalam wacana demokrasi, karena itu, muncul istilah demokrasi langsung (directdemocracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy).

Pada perkembangannya hingga kini, baik partisipasi maupun keterwakilan kerap menjadi tolak ukur kualitas demokrasi. Semakin luas partisipasi publik dan semakin banyak kepentingan publik yang terwakili, dikatakan kualitas demokrasi semakin baik. Sebaliknya,keterbatasan akses partisipasi dan ketimpangan muatan kepentingan dalam proses dan produk-produk kebijakan publik merupakan indikasi bagi buruknya kualitas demokrasi. Itu sebabnya demokrasi, entah langsung ataupun perwakilan, dikatakan menjadi semakin baik kualitasnya jika semakin substantif pada pelaksanaannya, bukan semata-mata mengutamakan prosedur.

Institusi-institusi demokrasi yang lain, seperti rule of law, supremasi dan penegakan hukum, kesetaraan di depan hukum, pemerintahan yang bersih dan antikorupsi, pemilihan umum yang bebas, adil, dan terbuka, merupakan instrumen-instrumen operasional yang hanya bisa bekerja baik jika ditopang oleh keterbukaan bagi partisipasi publik yang luas dan keterwakilan publik yang akuntabel. Tanpa ditopang partisipasi publik yang luas dan keterwakilan yang transparan dan akuntabel, operasionalisasi instrumen-instrumen dapat tergelincir ke arah praktik-praktik yang elitis dan eksklusif.

Dalam kaitan itu, identifikasi mengenai siapa demos merupakan hal yang sangat mendasar. Dari rumusan mengenai demos, itulah aspek-aspek perbaikan partisipasi dapat ditentukan dan agregasi kepentingan publik melalui mekanisme perwakilan demokratis bisa berlangsung lebih baik.

Semakin terbatas demos maka akan semakin terbatas kepentingan publik yang bisa dirumuskan. Dan semakin terbatas kepentingan publik, prosedur-prosedur demokrasi hanya akan menguntungkan sebagian anggota masyarakat. Bagaimanapun, prosedur-prosedur demokratis tentu saja bukan hal yang tak penting.

Atas nama demokrasi, pemenuhan kepentingan-kepentingan publik tetap harus dijalankan melalui cara-cara dan mekanisme yang demokratis. Meskipun begitu, ketika demokrasi mengalami stagnasi, ketika banyak orang merasakan demokrasi justru menjauhkan mereka dari proses-proses perumusan kepentingan publik (karena pengelolaan pemerintahan yang teknokratis) dan tidak berdaya melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan yang demokratis (karena urusan publik diserap menjadi mekanisme pasar dan menguntungkan hanya segelintir pemilik modal), dan ketika konflik demi konflik komunal mengisi hari-haripelaksanaan demokrasi (karena ada begitu banyak pengkotak-kotakan demos di tengah-tengah menguatnya gejala komunalisme), hal paling utama yang harus diwaspadai adalah datangnya godaan-godaan baru untuk meninggalkan demokrasi dan menyerah pada pilihan-pilihan politik lain yang bisa saja berupa otoritarianisme. Survei Demos 2007 antara lain juga menengarai indikasi adanya upaya-upaya menciptakan “politik keteraturan” untuk mengatasi kekacauan-kekacauan sosial-politik yang terjadi di dalam proses demokratisasi di Indonesia

Sebuah studi lain yang dilakukan Törnquist,menunjukkan ada lima pilihan strategi go politics yang telah dan sedang ditempuh berbagai gerakan sosial di Indonesia, yaitu (1) tetap dalam peranan sebagai kelompok penekan, (2)masuk parlemen, (3) memanfaatkan partai politik, (4) mendirikan partai alternatif, dan (5)menerobos jaring-jaring kekuasaan pemerintahan.

Sedangkan jalur-jalur politisasi yang digunakan adalah (1) politik berbasis kepentingan masyarakat sipil dan kerakyatan (civilsociety and popular interest politics), (2) politik komunitas kaum tertindas (dissidentcommunity politics), (3) partisipasi politik langsung, (4) politik wacana publik, dan (5)kontrak politik. Lima jalur lainnya adalah politisasi melalui sistem kepartaian, yaitu dengan melakukan (6) front dari dalam, (7) membangun partai serikat buruh, (8) partai multi sektoral,(9) partai nasional berbasis ideologi, dan (10) partai politik lokal.

Dalam kajian ini bagi Nahdlatul Ulama (NU) pilihan strategi tersebut tentu dapat dilakukan semua mengingat modal ekonomi, sosial dan kultural yang dimiliki sebagai ormas keagamaan di Indonesia. Akan tetapi tentu bukan pilihan strategi tentunya berangkat dari sebuah peran yang dimiliki oleh NU dibidang politik demokrasi, peran tersebut adalah peran lembaga NU sebagai opinion leader. Lembaga keterwakilan alternatif bagi kepentingan yang tidak terwakili oleh ketiga lembaga aspirasi seperti;civil society, politic society dan informal leaders.

Keterwakilan ini mencakup peran politik NU sebagai; a)Fungsi Kultur Sosial (Social Culture). Untuk membangun kepercayaan diri kader NU,persamaan wacana dan komitmen kebangsaan dalam rangka memperkuat kelembagaan representrasi demokrasi) b)Fungsi Advokasi dan Literasi Politik (Advocacy and Politic Literacy)Untuk mengawal proses politik demokrasi dan membangun literasi politik anggota masyarakat. c)Fungsi Jejaring Sosial (Social Networking) . Memperkuat modal ekonomi, modalkultural dan modal sosial NU untuk membangun fungsi kontrol demokrasi dan penyalur aspirasi masyarakat.

Peran NU dalam politik demokrasi berada pada Lembaga civil society dan informal leader. Tetapi sering tidak berjalannya fungsi keterwakilan karena adanya dominasi elit, maka perlu mengambil peran politik sebagai opinion leader. Peran tersebut mengambil fungsi untuk membentuk perwakilan aspirasi masyarakat yang tidak terwakili dengan menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi politik seperti; dominasi elit, politik transaksional, kaderisasi organisasi yang lambat serta lemahnya penegakan hukum. Peran politik ini kemudian dikaitkan dengan fungsi sosial NUsebagaimana terdapat dalam khittah 1926. Keterkaitan antara khittah NU 1926 dengan peran politiknya diimplementasikan dalam peran politik sebagai opinion leader.

Penulis : Ahmad Syarifudin Fajar, Anggota Bawaslu Jakarta Timur

Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *