HMI dan Jalan Menuju Peradaban Indonesia

Opini307 Dilihat

HMI DAN JALAN MENUJU PERADABAN INDONESIA

Oleh : MHR. Shikka Songge

Peneliti Politik, Agama dan Kebudayaan CIDES

Wakil Ketua Dewan Narasumber  Tingkat Nasional, MN KAHMI

Instruktur NDP Tingkat Nasional pada Sekolah Kader HMI

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), satu komunitas, organisasi yang menghimpun orang orang yang terdidik dan terpelajar secara selectif. Sebagai organisasi kader, HMI mendasari setiap gerakan pada keyakinan dan pemahaman nilai alquran sebagai prinsip dasar untuk mencapai tujuan. Keyakinan akan kebenaran al Islam yang didasari pada al Quran merupakan aksioma yang tidak bisa digugurkan. Setiap activis HMI memiliki komitmen yang kuat pada visi dan misi organisasi, serta loyalitas dan militansi mengawal organisasi mencapai tujuan.

Sebagai mana tujuan HMI, yaitu Terbinanya insan acedemis, insan pencita, insan pengabdi, insan bernafskan islam, dan insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridlohi Allah SWT. Oleh kader HMI tujuan HMI kemudian disederhanakan sebutannya dengan Lima Kualitas Insan Cita. Sejak berdiri di kota Yogyakarta 5 februari 1947 HMI sudah teridentifikasi sebagai organisasi kader.

Di mana setiap mahasiswa yang menjadi anggota HMI tidak sekedar mengisi formulir dan membayar iuran anggota. Melainkan mereka sudah diorientasikan untuk suatu tujuan strategis ìdeoligis, dengan mengikuti program pelatihan atau program kaderisasi secara berjenjang, baik secara formal, informal serta mengikuti kegiatan traing nonformal seperti kepanitiaan sebagai tahapan untuk menempak kualitas kekaderannya.

Proses rekrutmen kader HMI melalui universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Diploma yang berada di seluruh tanah air. Sumber rekrutmen Kader HMI berasal dari 17 ribu pulau se Indonesia, yang dibelah oleh selat dan lautan, yang membujur dari Merauke Papua ke Sabang Aceh.

Kader HMI tidak hanya tumbuh dan bergumul di Perguruan Tinggi negeri dan suwasta islam seja seperti UIN, AIN, STAIN, UII, UISU, UMMI, Muhammadiyah NU, Al Wasliyah, Serikat Islam, tetapi tumbuh subur di kampus negeri umum seperti di UGM, IPB, UNHAS, UNHAER, ITS, UNIBRAW, UNSUD, Udayana, Undana, Unsram, Undip, bahkan di kampus Kristen dan Katholik, UKSW Salatiga, dll HMI tumbuh subur di sana. Sdh tentu kader HMI terlahir dari latar yang demikian itu memiliki karakter activism dan intelectualism yang dinamis dan progresif.

Apalagi kader HMI yang berlatar pada beragam aliran atau faham dalam islam, misalnya Perserikatan Muhammadiyah, Nahdhotul Ulama, Nahdhotul Wathon, Alwashliyah, Mathlatul Anwar, Al Washliyah, Al Irsyad, Persatuan Islam dll. Bahkan beragam cultur etnik, local wisdhom yang membalut cara pandang mereka.

Tentu semua itu tidak bisa diruntuhkan apalagi dihilangkan, bahkan keragaman itu menjadi potensi unggulan, atau kekayaan baru bagi HMI yang tidak dimiliki oleh organisasi kemahasiswaan manapun di tanah air. Sudut pandang aliran atau faham keagamaan dan budaya yang beragam itu, kemudian mengalami kristalisasi, internalisasi, melalui berbagai tahapan training kader. Dari Latihan Kader I, Latihan Kader II, Latihan Kader III, latihan khusus pengkader dan kepemimpinan serta berproses di kapanityaan dan kepengurusan di berbagai level. Pengurus Komisariat, Pengurus Korkom, Pengurus Cabang, Pengurus Badko, dan Pengurus Besar, maupun training khusus lainnya.

Training kader inilah merupakan tahapan proses yang terpenting untuk menempak kesadaran kekaderan, reorientasi untuk kembali pada substansi kemanusiaannya, yaitu manusia hanif. Kader kader HMI menjadi manusia merdeka, manusia terbebaskan dari kesadaran premordial yang tersendera oleh aliran faham keberagamaan dan cultur etnik. Tetapi ia manjadi mahluk universal yang menjadi titik temu dari berbagai keragaman. Training kader tahap kedua menanamkan kesadaran intelectual dan tanggung jawab intelectual pada perubahan social. Sementara Training Kader Level III, menanamkan visi ideologis, stratak dan tanggung jawab menciptakan perubahan social. Training di level ini, melahirkan kualitas kader penggerak arah baru suatu msyarakat. Tatanan masyarakat berperadaban tinggi tanpa tirani dan penindasan oleh sesama.

Aktivitas kaderisasi HMI telah merubah cara pandang setiap kader yang terbebaskan dari belenggu premordialism, fanatisme pada cultur dan etnik. Nampak dari sini kader HMI tidak lagi terpasung, pada rongga cultural, melainkan ia memiliki visi baru, cara pandang baru sebagai kader umat dan kader bangsa.

Proses Kaderisasi di HMI pada intinya adalah pelembagaan nilai nilai universal. Upaya institusionalisasi nilai nilai itu dimaksudkan untuk membentuk watak dan  karakteristik, integritas kader HMI, sehingga setiap kader HMI sanggup membawa nilai nilai tsb ke dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara. Oreintasi kekuasaan seorang kader HMI, ialah menafasi kekuasaan yang berdaya gerak, sehingga sanggup menegakan nilai keadilan social, nilai keadilan ekonomi, dan nilai nilai keadaban lainnya. Seorang kader yang menyandarkan pandangan pergerakan pada nilai, sdh pasti ia memiliki etitude yang kuat, tentunya ia tidak akan menyerahkan diri dan menjadi bahagian dari kekuasaan yang tanpa nilai. Sebuah kekuasaan tanpa nilai keadilan dan nilai keadaban, adalah kekuasaan yang tak berdimensi kemanusiaan, pada saatnya nanti kekuasaan itu ditinggalkan rakyat dan bubar dengan sendirinya.

Dari perspektif inilah kader HMI memiliki ruang gerak yang sangat terbuka, dinamis dan progresif. HMI menjadi titik temu, titik persenyawaan anak anak lahir dari berbagai rahim. Namun pertemuan dengan HMI ia membesar, menemukan identitas baru menjadi kader umat dan kader bangsa. Kader HMI tidak lagi mengecil menjadi mahluk premordial. HMI menjahit keragaman dan keberagaman dalam konteks faham keagamaan maupun etnik cultural menjadi sesuatu yang baru yang diberikan umat, bangsa dan negara.

INDONESIA sebagai negara kepulauan yang luas, dan panjang, dan memiliki compleksitas sosial politik yang tidak mudah dirai. Untuk menjaga Indonesia yang demikian itu dibutuhkan suatu sistem pertahanan dan keamanan yang sanggup merawat teritorial. Bahkan dibutuhkan sebuah ideologi yang mengikat kebersamaan, dibutuhkan suatu pemerintahan yang kuat dan berkeadilan dalam penegakan hukum .

Peradaban Indonesia, adalah peradaban Pancasila. Dimana setiap warga negara Indonesia menjalani kehidupan kesebangsaannya di dasari oleh 5 nilai fundamental sebagai ciri ke Indonesia an. Pertama setiap warga negara bertuhan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Bertuhan berarti menjalani sariat agama dengan tertib. Menjalani nilai keagamaan dengan baik akan melahirkan kualitas kebaikan, kebenaran, dan keindahan pada setiap umat beragama. Setiap orang akan memiliki kualitas kemanusiaan, manusia terhormat yang memiliki tanggung jawab, kepedulian sosial kepada sesama, setiap manusia. Ada kualitas kebaikan yang melekat pada sesama. Setiap mahluk yang beragama berpandangan kebaikan sesama tanpa saling membedakan.

Bila setiap umat telah menginstitusikan faham keagamaan menjadi pola fikir dan sikap hidup, maka sdh pasti akan melahirkan cara pandang kemanusiaan yang berkeadilan. Agama melahirkan atau mempengaruhi terbentuknya sikap dan prilaku manusia yang berkeadilan sosial untuk sesama. Sikap keadilan untuk sesama tanpa diskirminasi atas nama agama, suku dan ras itulah bentuk keadaban kemanusiaan. Sdh pasti seorang Indonesia gagal menjalani ajara agamanya sdh pasti gagal menegakan dimensi keadilan untuk siapapun sebagai wujud dari kualitas keadaban manusia. Jadi jagan berharap akan ada keadilan keadaban dari orang yang minus beragama dan minus bertuhan.

Ketika adil untuk sesama bisa ditegakan, bisa dirasakan, bisa dinikmat, maka sesungguhnya hal itu merupakan bentuk dari keadaban sesama bagi seluruh warga negara Indonesia. Dengan begitu sdh pasti mereka bisa mewujudkan dan merawat persatuan Indonesia yang majemuk dan plural ini. Persatuan terlahir dari kerelaan untuk menerima sesama tanpa perasaan mengganjal dan mendiskriminasi. Tidak ada persatuan di negeri beragam dan plural tanpa ada tindakan yang berkeadilan. Keadilan penegakan hukum, keadilan social ekonomi, merupakan jaminan, atau persaratan yang diperlukan kearah terwujudnya persatuan Indonesia.

Olehnya postulasi pemimpin Indonesia ke depan adalah pemimpin bagi rakyat Indonesia. Pemimpin yang membawa kemakmuran, pemerataan yang berkeadilan dan bermartabat bagi bangsa. Bukan pemimpin yang menjadi agen atau perpanjangan tangan kelompok oligarcy. Yang demikian itu bukan pemimpin melainkan penindas yang tega mengkhianati rakyat demi suku bangsa lain.

Ketika pemimpin bersikap oportunis, hipokrit, tendensius, minus kejujuran, bersikap diskriminatif, melindungi satu kelompok etnis, kelompok sosial tertentu, bekerjasama dengan sekelompok pemodal yang membentuk kekuasaan oligharcy dan merampok harta kekayaan sumber daya alam dengan mematok matok lahan lahan milik rakyat, itu semua bentuk dari ketidak adilan dari rezim yang berkuasa. Apalagi kebijakan dengan tendensi mendiskriminasi kelompok pribumi muslim, sdh pasti akan meruntuhkan hakekat bangunan persatuan yang telah lama mengkristal. Meski kita punya persatuan tetapi itu persatuan semu, yang bisa retak dan bubar pada saat tertentu. Kita tidak menginginkan keretakan, namun praktek ketidak adilan di negeri ini bisa saja menjadi ancaman bubarnya persatuan.

Persatuan anak bangsa, tokoh tokoh terdidik dan terpelajar di seluruh lapisan tanah air, mereka bisa berhimpun menjadi satu kekuatan yang terhormat. Dan mereka bisa membicarakan arah Indonesia, kepimpinan Indonesia, pembangunan Indonesia, mewujudkan kemamuran bersama yang bersadar pada sumber daya alam, dengan pandangan penuh ilmu, hikmah dan kearifan.

Hal itu terjadi kalau yang hadir itu mereka yang berada pada frekwensi akedemik, keilmuan, karakter dan integritas patut dipercayai pembawa mandat kebangsaan dan kenegaraan. Sehingga modal standar yang demikian mereka bisa berbicara penuh hikmah yang bisa mencapai kata sepakat untuk Indonesia. Tapi faktanya mereka yang bermusyawarah di Parlemen itu tidak memiliki frekwensi yang sama, ada yang hadir karena bobot ilmu, krakter dan integritas, di sisi yang lain ada yang hadir dengan modal kapital dan mewakili kelompok pemodal. Bahkan partai politik tertentu juga menjadi perpanjangan tangan segelintir pemilik modal. Bila demikian yang terjadi bukan permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmah tetapi musyawarah dipimpin oleh berapa uang yang bertebar di parlemen.

Hilangnya hikmah, kearifan bernegara di negeri beragama bukanlah hal biasa, melainkan kutukan atau adzab. Pada saat musyawarah para anak bangsa tidak melahirkan rekomendasi atau kebijakan yang bersifat pro rakyat, tapi pro pada para cukung yang menggelondorkan uang untuk kepentingan agenda leberalisasi dan kapitalisasi di tanah air. Kaum kapitalis semakin jaya mengeruk harta kekayaan sumber daya alam di tanah air. Negeri ini seakan tergadaikan secara sah dan konstitusionl kepada pemilik modal. Merekah lebih memiliki kewenangan dan peluang untuk mengelola SDA di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Akhirnya azas keadilan sosial bagi seluruh rakyat, hanyalah sebuah doktrin kosong tanpa makna ketika keadilan ekonomi menjadi harga yang harus dibayar mahal dan berdarah darah oleh anak negeri. Darah anak negeri mengalir merembas bumi Morowali,  Morotai, Bumi Kolaka, Konawe, Merauke, bumi Bronai.

Sampai kapan rakyat harus menagih janji kemerdekaan. Kapan terwujudnya keadilan sosial dan keadilan ekonomi untuk semua ? Janji kemerdekaan nampaknya semakin tidak realistis, semakin jauh dari harapan dan impian para pendiri bangsa.

Anda tidak pernah membayangkan kalau malam ini ada warga, umat, tidak indah menikmati puasa. Mereka tidak punya beras untuk menjadi nasi. Roti, kurma, eksrim, buah buah, rendang, ikan goreng mungkin terlalu mulia dan terlalu mahal untuk di jangkau. Tahu, tempe sayur bayam, teh manis sepotong singkongpun tak terjangkau untuk berbuka, apa lagi sahur nanti. Memang seorang pejuang tidak gampang dia harus diuji dengan lapar dan dahaga ?

Ada jutaan anak bangsa tidak bisa menikmati indahnya hidup, damai dan manisnya hidup, saat biaya pendidikan kian tahun terus meningkat yang tidak semua menjangkau. Sehingga ada siswa SMA harus rela menjadi tukang ojek mengantar dan menjemput order untuk biaya sosial dan pendidikan.

Kamu tidak membayangkan ada balita menahan rasa haru, dan pilu ketika ia melihat teman seusianya menikmati sosis, berbagai jenis eskrim, sate, rotibakar, di saban sore. Kamu juga tidak membayangkan betapa sang ibu berusia 70 thn masih membuka warung melayani kopi susiu dan es teh, kopi untuk para tamu yang ingin mengendorkan tenggorokan. Mestinya sang nenek ini diusianya seperti ini hanya menikmati keadilan sosial, tanpa harus kerja untuk mencari keadilan ekonomi. Betapi tidak adilnya kita memperlakukan sesama. Keburukan kita terus bertambah, kemuliaan dan kehormatan terus memudar ketika kita kehilangan keadilan, cinta kasih sesama.

ADAKAH PERADABAN INDONESIA ? Secara sederhaana peradaban Indonesia, ialah mewujudkan cita cita kehidupan kesebangsaan dan kebernegaraan kita dalam bingkai lima sila, lima ajaran Pancasila. Peradaban Indonesia, menghadirkan ajaran Pancasila menjadi pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pertanyaannya sdh 77 thn kita bernegara, sudahkah Pancasila menjadi sikap hidup bermasyakat, berbangsa dan bernegara ? Ini suatu pertanyaan prinsipil dan fundamental atas ketulusan kita menjadikan Pancasila sebagai dasar, ideologi dan falsafah bernegara

Sebaliknya kita gagal menjadi orang Indonesia ketika kita gagal menghadirkan nilai nilai ke-Indonesia-an yang terpatri dalam lima sila untuk kita semua warga Negara Indonesia. Ketika kita belum sanggup mengolah hasil bumi, kekayaan sumber daya alam di semua sudut negeri guna dan untuk mensejahterakan, mengadabkan rakyat itu artinya kita belum menjadi negeri yang berperadaban Pancasila.

Ketika rakyat Indonesia belum bebas dari pajak, ketika rakyat Indonesia masih bayar asuransi kesehatan, masih bayar dokter dann umah sakit. Ketika anak anak Indonesia masih bayar sumbangan pendidikan dan uang kuliah,  selama rakyat Indonesia KTP nya tidak punya nilai tukar untuk kebutuhan hidup sehari, seperti bayar gas, listrik, air, beras, biaya transportasi local, antar daerah, udara dan laut, sepanjang itu pula kita pula kita belum merdeka, kita gagal bernegara, gagal mengurus Indonesia.

Peradaban Indonesia, ialah setiap kita warga negara, terutama penyelenggara negera (Pemerintah) menderivasi tugas tugas konstitusionalnya untuk melayani, memberikan yang terbaik untuk mengadabkan warga negara sesuai hak hak konstitusional yang dijanjikan negara.

Jika pemerintahan gagal melakukannya, gagal menunaikan janji janji perubahan, maka hal itu sebagai bentuk pengkhianatan negara pada rakyat. Hanya pemerintah yang berkualitas buruk, tanpa iman dan ilmu, serta tanpa moral politik, maka pasti gagal mengorientasikan gerakan pengkhidmatan yang mengadabkan rakyat.

APA PERAN HMI dalam mewujudkan Peradaban Indonesia.

Di atas sudah diuraikan bhw sebagai organisasi kader HMI berperan penting merekonstrucsi cara pandang, cara sikap, cara tindak kader HMI yang terlahir dari beragam aliran faham dalam islam, beragam suku dan etnik, diorganisir, menjadi satu construksi Ke- Indonesia-an yang bernafaskan cara pandang Islam.

Nilai Dasar Perjuangan (NDP) lebih merupakan kerangka acuan berfikir setiap kader HMI dalam menjalani tugas kekaderan. Pemahaman NDP yang baik akan mempengaruhi cara pandang atau alam fikiran, dan setiap cara pandang melahirkan cara tindakan. Dan bila setiap tindakan dilakukan secara terus menerus maka akan melahirkan formula social berbentuk budaya HMI, dan ketika budaya HMI diakui oleh masyarakat dan diangkat menjadi tata nilai atau sistem social maka lahirlah peradaban umat dan bangsa.

Reconstrucsi Peradaban dalam perpektif tugas seorang kader HMI, dimulai dari cara atau akhlaq Nabi Muhammad SAW. Nabi mendatangi dan berdiam diri di gua hirah mencari solusi atas kejahiliaan peradaban umat khususnya kota Makkah. Nabi datang membawa beberapa hal ihwal atau masalah yang menimpa kehidupan masarakat kota Makkah. Pertama, Segelintir orang (kaum oligharci) mengumpulkan harta kekayaan, mengakumulasi modal pada segelintir orang penduduk aristockrak Makkah dan membiarkan kemiskinan berlapis lapis menghinggapi penduduk Mekkah. Kedua, cara mengumpulkan harta itu melalui perniagaan dengan memperbudak kaum perempuan, pada hal perempuan sumber sejarah dan peradaban berbagai bangsa. Ketiga untuk mempertahankan harta dan kekuasaan, mereka membunuh setiap bayi perempuan yang lahir ke dunia. Itulah faktor yang melatari Sayyidina Muhammad bin Abdullah datang ke Gua Hirah.

Untuk itulah Allah mengirim utusan specialnya, Jibril alaihissalam untuk bertemu dengan Muhammad yang sedang bermunajah guna menyampaikan cara cara bagi Muhammad dan ummat bisa keluar dari jeratan kejahiliaan itu. Jibril mengajarkan dua doktrin tentang iman dan ilmua. Yaitu iqro, iqro bisimirobbik allatzi kholaqol insan min alaq, iqro warabbukal akrom allatzi allamal insana min alaq, allamal insana ma lam ya’lam.

Bacalah.

Bacalah dengan nama Tuhanmu.

Yang mencipakan manusia dari segumpal daging.

‘’Bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha mulia, yang mengajarkan manusia dengan pena (ilmu), dan mengajarkan manusia dari apa yang belum diketahui oleh manusia’’. (QS al Alaq 1- 5).

Bangunan Peradaban Islam dibangun di atas landasan tauhid. Yakni hanya mengimani pada keesaan Allah SWT semata. Allah yang telah menciptakan manusia, alam semesta, langit dan bumi serta segala isinya. Peradaban itu dijalani dengan ilmu yang diajarkan Allah. Orientasi kelima ayat itu, yaitu meluruskan cara pandang Muhammad tentang peradaban yang akan di jalani. Satu, bangunan peradaban dilandasi oleh ketegasan iman tauhid hanya kepada Allah. Tidak boleh ada pandangan yang menduakan Tuhan. Bukan kepada sesuatu apapun selain iman hanya kepada Allah. Bila meyakini pandangan kepada Allah namun disaat yang bersamaan  mengharap yang lain selain Allah, tentu akan mendisorientasikan tujuan. Di sini kegagalan terjadi karena adanya sifat kemusyrikan,  penyimpangan pandangan.  Kedua, cara menjalani mission untuk mencapai bangunan peradaban hanya dengan kalamallah, ilmu Allah bukan  materialisme dan kapitalisme atau liberalism.

Peristiwa di Gua Hiro, adalah memontum sejarah terpenting, yaitu meneguhkan kenabia Muhammad, dan mengarahkan cara pandang Muhammad dalam mnyelesaikan tugas apapun yang dihadapi. Momentum di Gua hiroh itulah Muhammad menemukan jalan baru, dalam menjalani misi kenabia dan kerosulannya, sebagai penyelamat peraadaban umat manusia di semesta raya, misi rahmatan lil alamin.

Oleh sebab itu, di thn 610 saat pengangkatan Muhammad menjadi Nabi dan utusan Allah, terdapat dua kekaisaran besar yang sedang berkuasa, yaitu Ramawi di Roma dan Bayzentium di Parsi. Dua kaisar itu sdengan jaya jayanya, tapi Allah tidak perintahkan Muhammad idzhabu ila Romawi wa ila Parsi, melainkan iqrobismirobik yang setulusnya. Maknanya cara pandang Muhammad dalam merestorasi kejahiliaan budaya masyarakay Makkah dan bangsa lain tidaklah berkiblat kepada Romawi dan Parsi, melainkankan kembalikan jalan perubahan itu dengan mendasari iman hanya kepada Allah (tauhid) dan ilmu juga ilmu Allah.

Dalam Pandangan HMI, kaderisasi merupakan salah satu gerakan peradaban dengan mendasari iman hanya kepada Allah SWT semata dan menggunakan ilmu yang Allah firmankan dalam al quran. Dan cara itu kita temukan dalam NDP.

NDP mengajarkan 7 doktrin  utama, yaitu Tuhan, Manusia, Ikhtiar danbTadir, Hubungan Tuhan Dsn Manusia, Individu dan Masyarakat, Keadilan Sosial dan Ekonomi, Ilmu Pengatahuan dan Kemanusiaan. Ketuju doktrin itu sesungguhnya mengajarkan etos gerakan atau berfikir kader sebagai kader HMI guna menunaikan tugas kekaderannya sebagai kholifah dan sebagai hamba. Ketujuh doktrin merupakan satu kesatuan sistemik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Ketujuh doktrin itu saling terkait nakna dan fungsi.

Doktrin Pertama,

mengajarkan bhw seorang kader HMI mengimani essensi dan eksistensi Allah SWT. Keyakina kepada Allah  menjadi dasar dari semua tindakan dan activitas setiap kader HMI. Bhw Allah sebagai alkholiq dan albari, pencipta langit dan bumi serta segala isinya termasuk manusia, yang mempunyai kekuasaan antara langit dan bumi, yang mengadili manusia, hakim yang paling adil di hari kebangkitan. Tuhan mengatahui apa yang nampak dan apa yang tak nampak. Tuhan yang besar, maha damai, menjamin keamanan bagi manusia, semua mahluk diantara langit dan bumi bertasbih kepadanya dan tiada yang sanggup menyekutukan dengannya. Tuhan maha pencipta dan maha pengada dari tiada menjadi ada, Tuhan pemilik nama yang indah, dia yang maha kuasa dan maha bijaksana.

Doktrin Kedua,

Sebagai kader HMI harus meyakini bhw setiap kader HMI adalah manusia, dan setiap manusia merupakan pilihan Tuhan terbaik dalam bentuk simbolis maupun kualitas. Manusia merupakan mahluk pilihan yang diperjuangkan oleh Allah datang untuk merepresentasi posisi Tuhan, menempati bumi yang Tuhan ciptakan untuk manusia, dan melaksanakan ajaran atau doktrin yang Allah ajarkan dari firman firmannya. Manusia hadir membawa mission Allah. Jika kader HMI adalah manusia, maka setiap kader HMI pembawa mission Illahi.

Doktrin Ketiga, keempat dan ketujuh.

Untuk melaksanakan mission Allah, menjalani mandat kekholifahan dan kehambaannya maka manusia diberikan kewenangan untuk melakukan ikhtiar. Ikhtiar suatu proses kemanusiaan untuk menunjukan dimensi kualitatif manusia. Ikhtiar untuk memaknai tugas kemanusiaan baik sebagai kholifah maupun hamba, maka dalam proses emplementasi ikhtiar diperlukan ilmu dan doa atau hubungan Tuhan dan manusia. Ilmu untuk mendeteksi, menganalisis, mengorientasikan mencapai tujuan dengan tidak menimbulkan efek apapun yang sekiranya dapat merugikan manusia dan alam sekelilingnya. Dengan ilmua manusia menentukan arah atau jalan tujuan yang akan cicapai. Selain ilmu diperlukan doa tulus seorang hamba atau kholifah pada sang kholiq, dalam bentuk sholat, puasa, infaq, shodaqoh, agar manusia dibimbing dengan hidayah sll di jalan benar, tujuan yang jauh bisa dicapai dengan baik, dampak buruk bisa dicegah atas izin Allah.

Proses kerja ikhtiar bab III, yang diikuti dengan ilmu bab VII dan doa atau relasi transendental manusia dengan Tuhan, hamba dengan sang kholiq, Bab IV, maka selain taqdir yang datang menjawab apa yang diingin, juga akan terbentuk kualitas manusia sebagai individu. Kualitas insan kamil.

Doktrin kelima.

Ketika manusia sdh memiliki kualitas insan kamil, inilah, manusia, kader HMI mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai relasi dan interaksi dengan berbagai lapisan sosial masyarakat. Kader HMI bisa tembus batas, agama, ras, budaya dan ideologi. Kader HMI berada di pusaran public tiada lagi membedakan antara kader dan umat, antara kader dan rakyat.

Doktrin keenam,

Ketika seorang kader HMI dengan kualitas kekaderan, insan kamil, ia memiliki kemampuan untuk melangkah berikhtiar menggoreskan sejarah emas peradaban. Tidak semua orang yang bisa menggoreskan sejarah selain mereka yang terpanggil telah mendaptkan ruang public, mendapat pengakuan nurani di hati setiap lapisan social, menguasai persoalan maka pada dialah, atau dia telah   merupakan inti kekuatan dan kekuasaan untuk terjadinya distrubusi keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Keadilan Sosisl dan ekonomi simbul keadaan manusia, untuk mencapai itu butuh kualitas manusia dan sistem yang tepat. Tidak semua manusia sanggup menawarkan dan menggerakan sistem untuk mendistribusikan hal hal yang menjadi hak bagi rakyat secara adil sehingga terjadi keadilan sosial bagi semua. Keadilan itu butuh ketangguhan dan karakter serta integritas pemimpin mampu berdiri tegak untuk semua, yaitu yang berilmu dan bertauhid maka ia sanggup mewujudkan akhlaq pemimpin yang memakurkan umat dan rakyat secara berkeadilan.

Kompilasi ideologis, antara Pancasila dan NDP

Bisa menjadi cara pandang yang holistis pada setiap kader HMI dalam memandang dan menganalisis setiap noumena, fenomena dan realitas pembangunan. Selain itu keduanya bisa digunakan sebagai nilai, ideologi dan falsafah pembangunan untuk mewujudkan agenda keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Dimana islam sebagai nilai dasar, spirit yang menafasi sosialisme St. Sahrir dan Nasionalisme Soekarno. Pemikiran gerakan HMI menjadi titik temu perpaduan antara Wajah M. Natsir yang islamisme, St Sahrir yang sosialisme dan Soekarno yang nasionalisme. HMI memiliki corak pemikiran yang dimiliki oleh ketiga tokoh pendiri bangsa itu. Menghidupkan nilai nilai islam yang dianjurkan M Natsir mewarnai konsep sosialisme dan nasionalisme, antara St Sahrir dan Soekarno. Pandangan yang demikian luhur itu akan terus hidup dalam sejarah sosial, karena memiliki akar sociologis ke-Indonesia-an yang kuat yang telah diletakan oleh tokoh tokoh pendiri bangsa.

Secara sociologis watak dan cultur kebangsaan kita cukup kuat diearnai oleh mayoritas muslim di tanah air, olehnya keadilan sosial dan keadilan ekonomi tidak akan tercapai selama nilai nilai islam tidak menjadi konsep dalam pembangunan ekonomi. Bagaimana mungkin negara kasih makan rakyat dengan uang judi, uang narkoba, uang pelacur, bunga bang, sudah pasti tidak akan sampai pada kemakmuran yang diberkahi dan diridlohi Allah.  Tapi seiring waktu konsep yang ideal itu kehilangan makna dan tenggelam dalam perjalanan sejarah.

Para pemimpin Indonesia selalu bereksperimen dengan pandang wasternist yang berbais pada teori teori pertumbuhan, yang berakar pada positivisme Agust Comte yang berwatak ekspansif dan invasionis, sehingga cenderung merugikan Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam. Sampai dengan era Presiden Jokowi, watak emperialisasi ekonomi tumbuh subur. Negara asing berekspansi dan berinvasi mereka menguasai sumber daya strategis seperti Batubara, sawit, nicel, gas, uranium, emas, belum lagi ikan, pertanian.

Beberapa waktu lalu  di sebuah forum Sri Datok Anwar Ibrahim, PM Malaysia, ia dengan cermat mengingatkan kembali para tokoh senior dan penyelenggara negara, tentang pentingnya bagi Indonesia negara kaya sda, memiliki latar sosial yang beragam, sdh seharusnya mengactualisasikan secara integratif pemikiran ketiga tokoh itu untuk mendapatkan tujuan pembangunan berkeadilan social sebagaima tulisan Dr. Sudjatmoko (Koko) pembangunan berdimensi manusiawi.

Catatan Penutup

Proses kaderisasi berjenjang yang selectif mewujudkan kualitas kader HMI yang terdidik, terpelajar mempunyai komiment yang kuat pada visi dan misi organisisasi, serta memiliki loyalitas yang tinggi dan militansi memgawal organisasi untuk mencapai tujuan. Tujuan kaderasisasi HMI, mewujudkan lima kualitas insan cita yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang berkeadilan sosial dan berkeadilan ekonomi. Itulah sejatinya masyarakat yang Berperadaban Indonesia. Sosok HMI hadir dengan lima kualitas insan cita, bukan cita cita perut.

MHR. Shikka Songge

Peneliti Politik, Agama dan Kebudayaan CIDES

Wakil Ketua Dewan Narasumber  Tingkat Nasional, MN KAHMI

Instruktur NDP Tingkat Nasional pada Sekolah Kader HMI

Tulisan ini merupakan rangkuman orasi disampaikan pada saat penutupan Intermediate Traing, LK2 dan Latihan khusus Kohati Tingkat Nasional HMI Cabang Bangkalan Madura, tgl 21 Maret 2023, di Pendopo Pemda Kabupaten Bangkalan Madura.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *