Opini: Lamakera Memanggil Putra Putri Kaum Terdidik Dan Terpelajar Menuju Reuni VI
Oleh: Mhr. Shikka Songge
(Penulis adalah Peneliti CIDES Indonesia,
Wasekjen Bidang Perkadearn MN Kahmi,
Wakil Ketua DNTN MN Kahmi dan
Instruktur Nasional Sekolah Kader HMI)
Setelah rangkaian kegiatan Pra Reuni VI yang berlangsung di Kota Kupang pada bulan oktober 2022 yang lalu, selanjutnya kita bergerak menuju Lewotanah Lamakera memenuhi Panggilan Reuni VI pada tanggal 23-27 Juni 2023.
Pra Reuni yang lalu, merupakan proses penting untuk mencairkan ketegangan, menyatukan cara pandang, meretaskan keragaman, menginstitusikan ide, meneguhkan tali batin, memperkuat ikatan kebersamaan diantara kita sesama Putra Putri Lamakera menuju Lamakera.
Dengan tahapan konsolidasi yang penting itu maka selanjutnya kita memiliki modal sosial yang kuat. Gerak langkah menuju Lewotanah, dilakukan secara terorganisir, optimistik, bergandengan tangan, merangkai gagasan, mengayun langkah menapaki gelombang ruang menuju Reuni VI Putra Putri Lamakera.
Lewotanah Lamakera Memanggil setiap kita putra putri kaum terdidik dan terpelajar yang berdarah Lamakera. Mari berduyun duyun mengayungkan langkah, menajamkan rasa dan kepekaan batin, menjernihkan pandangan, meluruskan fikiran tentang masa depan tertuju ke Lamakera. Merangkum berbagai irisan persoalan untuk diretaskan secara bersama. Memilah membedah secara jernih dan kritis, hal hal yg dianggap masalah yg mengendap di Lamakera. Mana potensi, ancaman dan peluang yang harus mendapat perhatian bersama. Serta menawarkan solusi yg progresif dan relavan bagi keberadaan Lamakera.
Untuk bisa mengeksplorasi atau menggali, dan menawarkan solusi, maka terhadap hal hal itu harus dilakukan dg naluri, narasi acedemik. Namun tetap dlm konteks kebersamaan tanpa ada yang merasa ditinggalkan, atau ada yang merasa lebih mendahului. Tanpa ada yang merasa berada posisi paling tengah, sehingga ada yang merasa dipinggirkan. Dan jangan pula ada merasa lebih tauh dan lebih berhak mengatur segala segalanya, sehingga yang lain tersisih dan merasa tidak diperlukan. Rasa lebih supper dari yang lain adalah bentuk lain dari feodalisme sosial yang harus dilawan, karena tidak lagi relevan dg perkembangan zaman.
Proses menuju bangunan kebersamaan harus bisa dimulai dari menundukan kepala, merendahkan hati, untuk saling membebaskan diri kita dari berbagai prasangka buruk, prilaku primitif, hipokrit, yang selama ini membelenggu dan memanjarakan kemerdekaan kita sebagai individu maupan masyarakat, kakan arin untuk saling berinteraksi dengan cinta dan aksi. Mengingat salah satu penyakit sosial yang berbahaya bagi kemajuan modernitas, adalah salah buruk sangka. Bila prasangka buruk menyelinap di dalam setiap perkumpulan kaum terdidik bisa membatalkan berbagai proyek peradaban kebajikan. Atau setidak tidaknya mengurangi kualitas peradaban.
Oleh karenanya momen Reuni Lamakera VI kali ini menjadi momentum terpenting, untuk memperkuat moralitas, marwah dan integritas ke-Lamakera-an kita. Kita bersatu padu yang berbasis pada paradigma Tawhid, dan berkomitmen melanjutkan program yg sedang berlangsung, seraya menawarkan gagasan baru, ide perubahan yang kiranya relavan dan urgent bagi pengembangan Lamakera lebih lanjut.
Tentu hal ini diawali dengan membangun konfidensi personalitas setiap anak anak Lamakera. Konfidensi keterdidikan dan keterpelajaran kita bersandar dan berpedoman akhlaq Profetik Muhammad SAW. Agar setiap kaum terdidik Lamakera mampu berdiri tegap, bersikap tegas, serta tegar mengusung setiap ide perubahan, meski berhadapan tantangan setinggi gunung dan ancaman seluas semudra. Berikutnya dengan berpedoman dan mengaca pada Akhlaq Profetik Muhammas SAW, kita menemukan atmosfir pembebasan untuk menjadi sejatinya anak Lamakera tanpa sikap ambigue dan anomali. Tanpa pembebasan kita semua terbelenggu oleh dilema irasionalitas.
Meneguhkan Epicentrum
Hampir setiap kita warga Lamakera, yang terlahir di Lamakera maupun di luar memiliki kesadaran geniun, memiliki energi autentik ke Lamakera an. Sikap kita mengiyakan, menyetujui, mendukung bhw Lamakera Menjadi Epicentrum Peradaban Islam.
Secara terminologis, gagasan tentang Lamakera sebagai epcentrum peradaban Islam, terdengar seakan baru tercetus belakangan oleh Dr. HM Ali Taher. Pernyataan itu memang baru mencuat seiring dg proses pendirian Madrasah Aliyah Plus Tarbiyah Lamakera, renovasi masjid dan pembangunan manara alijtihad. Ikhtiar ini menandai secara ide dan fisik kita mendeclir kebangkitan Lamakera pada mereka kaum terdidik.
Akan tetapi secara socio empiris Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam, sudah tercetus jauh sebelum periode Bapak Abdul Syukur dan generasi seangkatannya. Di generasi Pak Syukur, mereka menggagas berdirinya SMPI (SekolahMenenga Pertama Islam), lalu kemudian berubah menjadi PGAP (Pendidikan Guru Agama Pertama) 4 thn, lalu menjadi MTs Tarbiyah Lamakera. Dengan hadirnya PGAP ini Lamakera menjadi pusat atmosfir, getaran yang menggerakan roda pendidikan Islam.
Efek getaran merembas ke berbagai sudut wilayah Lamaholot, daratan Pulau Flores kemudian sampai ke tanah Timor. Dari proyek ini Lamakera mengundag kedatangan tunas tunas guru agama, penyiar islam berdatangan dan bermukim di Lamakera. Mau tak mau Lamakera menjadi kampung masyhur yang menampung kehadiran berbagai anak umat dari lingkungan Kepulauan Solor yg berminat belajar ilmu pendidikan agama islam di PGAP.
Menurut hemat saya mereka yang datang di Lamakera dengan maksud utama untuk menimba ilmu agama, melembagakan karakter sebagai guru, muballigh. Semua itu menjadi modal yang akan digunakan untuk pengembangan dakwah penyebaran islam ketika mereka balik ke kampung asal mereka masing masing. Nah pada periode inilah terjadi perluasan dan penguatan kapasitas mesin epucentrum peradaban Islam.
Persaratan Epicentrum Peradaban Islam
Ikhtiar melanjutkan Lamakera sebagai Epicentrum Peradaba Islam, adalah sebuah proyek bersekala besar dan berkelanjutan. Lalu pertanyaannya, persaratan apa yg harus kita tunaikan sebagai bentuk dari tanggung jawab kita warga Lamakera menuju terwujudnya Lamakera Epicentrum Peradaban Islam (LEPI)? Mengiayakan, menyetujui, mengamini dg niat tulus memajukan lewotanah karena Allah. Dengan keyakinan yang kuat kita sanggup mengusung LEPI merupakan agenda penting, dan perioritas kita lakukan.
Lantas persaratan kedua, masing masing kita harus menjadi atom, enggel, energi, yang siap diwakafkan untuk program LEPI. Yang ketiga, harus bisa menginternalisasi secara sinergis colaborative antara atom, enggel menjadi sebuah sistem pergerakan.
Dari proses yang demikian itulah, baru akan kelihatan sosok Kaum Lamakerais yang bermarwah dan berkohesi secara integralistic. Tidak ada lagi serpihan, retak, pecahan, atau disparitas diantara kita. Itulah karakter integrity yg menjadi corak orang Lamakera. Persaratan berikutnya harus ada loyalitas, fanatism pada komitmen LEPI oleh kita semua sebagai atom dan enggel yang terkendali secara sistemik. Sebab tidak akan ada mobilitas perubahan social di level apapun tanpa sistem yg mengendalikan.
Dalam konteks realisasi perwujudan LEPI semua kegiatan kita warga Lamakera baik yg berada di Lamakera maupun yang berada di luar menjadi energi yang menggerakan Lamakera sebagai vebrasi atau titik picu Gerakan Peradaban Islam.
Tokoh Penggerak
Setiap gerakan perubahan memerlukan tokoh katalisator dan mobilisator. Maka harus ada tokoh kuat yang dinobatkan, untuk bisa mengendalikan orbit, mobilisasi ide dan gerakan, sebagai titik temu berbagai irisan, untuk mendriver dan mendervasi agenda aksi.
Lamakera punya pengalaman berharga di dalam mengawal titik nadi gerakan peradaban di Lamakera. Setidaknya saya mencatat kita telah melewati beberapa episode kepemimpinan yg menjalani agenda gerakan peradaban di Lamakera. Pertama Aba Haji Ibrahim Tuan Dasi, telah menjadikan Lamakera sebagai landasan dan bingkai Gerakan Politik Islam Solor Watan Lema di masa emperialism. Kemudian dilanjutkan oleh HM Shaleh ID sampai zaman kemerdekaan.
Kedua, H. Abdu Syukur Ibrahim Dasi, tokoh penting yang mendirikan tonggak tonggak peradaban islam, melalui program pendidikan dan kantor pendidikan agama di Lamakera. Dari sini pak Syukur menyiapkan generasi penggerak peradaban, bagai anak panah yg siap melesit di seluruh kawasan NTT. Meskipun kualitas generasi itu hanya memiliki ilmu bersekala PGAP 4 thn Lamakera, namun mereka sanggup ditugaskan di pelosok manapun yang terpencil, dan medannya sulit terjangkau. Kesanggupan mereka sangat teruji oleh medan yang rumit dimana mereka bisa mentransformasi misi ideologis, sebagai guru dan muballigh sekaligus.
Ketika tengah menuaikan tugas peradaban, jihad ideologis, diantara mereka anak anak peradaban yang terlahit dari rahim Lamakera menghembuskan nafas terakhir di medan jihad. Mereka itu antara lain Opu Abdl Muis (alm adalah paman kandung dari Hamid Jaba dan Muis di Msumere, juga Tuan Andi di Larantuka) generasi pertama yg ditempatkan di Kedang bersama Aba Hud Usman, Aba M Hasan Kader Sika Songge, Opu Zainuddin Woka, Pak Lukman Edong. Semuanya sdh mendahului kita semua.
Kedua, St Harfan Binti Abdul Kader Shikka Songge, angkatan kedua bersama aba Salem Umar dan mama Nona Syarifah al Qudban (isteri aba Ridwan Pedang. St Harfan wafat tertimbun oleh banjir tanah longsor di Leurwutung 1961, saat malam beliau sedang membuat jawada seraya mengajar tari tarian untuk para siswinya. Dan nama St Harfan menjadi sebuah legenda yg kemudian diabadikan menjadi nama pada sebuah Madrasah Ibtidaiyah di Wairiang.
Masih banyak lagi yg perlu dicatat, dari benih peradaban yang tumbuh subur di berbagai tempat untuk pembelajaran bagi kita ahli waris anatomi peradaban Lamakera. Diantara mereka misalnya Opu Wahab Watan, Opu Syarif, Opu Hamzah Umar, Opu Zainuddin Mansur dll. Saya kira perlu penelusuran riwayat pergerakan mereka di medan perjuangan sebagai anak biologis Lamakera dan kader Ideologis Abd Syukur.
Dan sekitar 11 thn yang lalu Opu Dr. HM Ali Taher Perasong (alm) melanjutkan tugas ideologis Abd Syukur, meniupkan kembali bara api epicentrum peradaban Islam, dg mendirikan Madrasah Aliyah Plus Tarbiyah Lamakera. Kata Plus menjelaskan bhw MA Tarbiyah Lamakera itu memiliki keunggulan dan spesifikasi bidang study bahsa, study islamica dan sains. Pendekatan itu dipersiapkan selain menjadi titik picu dan mempersiapkan anak anak Lamakera bisa tembus ke Universitas terbaik di Indonesia maupun di luar negeri.
Alhamdulillah MA Plus Tarbiyah juga sdh dinegerikan secara bersamaan dg puluhan madrasah lain Se NTT. Penyerahan sertifikat penegrian madrasah itu dilakukan oleh Mentri Agama RI Dr. Lukman Hakim Syaifuddin yg berpusat di Lamakera. Proses ini dihadiri oleh pejabat kementrian agama se NTT.
Tentu peristiwa yg amat penting ini secara tidak sadar telah mengingatkan kita, tentang peristiwa sejarah bhw di Lamakera perna menjadi tempat pertama kali (embrio) berdiri Kantor Kementrian Agama RI NTT. Selain itu Merenovasi bangunan masjid al Ijtihad yang dilengkapi 4 menara dan 1 menara utama setinggi 50 M. Pembangunan itu menandai contiunitas epicentrum peradaban Islam yg dimulai dari aba Haji Ibrahim Tuan Dasi, Abd Syukur ID.
And Whot To Next ? Bagaimana contiunitas agenda Lamakera Epicentrum Peradaban Islam ? Tokoh boleh mati, tetapi gagasan harus berjalan terus. Tokoh boleh tak akan kembali, tapi tokoh meninggalkan generasi peradaban ideologis yg siap melanjutkan estafeta gerakan. Maka tugas generasi tertinggal yakni meneruskan gagasan ideologis dari tugas peradaban yang belum selesai. Kita memasuki post reconstrksi LEPI. Tahapan ini tahapan terpenting karena dua hal. Generasi pendahulu yang menggagas penggerak, guru, dai dan menggerakan LEPI satu persatu sudah tiada.
Reuni 2011 yang lalu saya mencatat masih ada sejumlah tokoh senior Lamakera, seperti Aba Ridwan Pedang, Opu M Jafar Nuruddin (sekarang sdh uzur) M Doni Amir (Sekarang sdh uzur), ada Opu HM Shaleh DM, Abi Pintar, Fatah Ahmad, Opu Wahab Kisir, Ci Adam KS, Syarifin Maloko, Dr. Ali Taher, Syafruddin KS, yang hadir bersama nemberikan bobot pada reuni. Sekarang mereka sdh tiada, kalau adapun sdh tak berdaya. Yang kedua yang tersisah adalah generasi anak anak biologis dan ideologis dari para guru pejuang pendahulu.
Ledakan gelombang mobilitas kaum intelectual baru yang akan muncul di Lamakera. Dan gelombang baru farian keilmuannya lebih beragam, ini akan menjadi atom yang akan memberikan daya ledak lebih besar bila direorganisir agar bisa dicolaborasi secara cinerges menjadi tonggak baru epicentum. Yang mempertemukan kita semua adalah kekuatan ide. Ide tentang Lamakera Epicentrum Peradaban Islam.
Tentu dlm menghadapi jalan panjang yang berbukit dan berlembah, meraih cita cita mulia ini, kita perlu sosok figur, tokoh yang bisa mengkatalisasi jaringan kritisism colectivitas kita sebagai kaum terdidik Lamakera. Tokoh itu sanggup menggerakan berbagai terobosan untuk rekayasa masa depan, agar Lamakera tetap eksis menjadi Epicentrum Peradaban Islam. Dengan rendah hati saya berharap selain tokoh tokoh senior yang ada, tidak salah bila kita mendorong salah satu putra terbaik yg dimiliki Lamakera saat ini, adik, anak, cucu, kakak Ahmad Yohan menjadi figur katalisator, penggerak semua kita untuk berkhidmat lebih konstruktif, focus kepada Lewotanah Lamakera secara terorganisir dan construktif.
Catatan Dari Ikwan Kupang
Beberapa waktu yg lalu alumni IKWAN Kupang menggelar sebuah diskusi di hotel berbintang menyoal isu di sekitar Lamakera Epicentrum Peradaban Islam. Seminar digelar untuk mengawali Musyawarah Ikwan di Asrama Haji Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pelaksanaan Seminar di hotel berbintang itu merupakan sebuah fenomena social kaum terdidik. Fenomena itu menggambarkan, ada loncatan social, bhw orang Lamakra telah bergeser dari locus rural society ke locus urban society, dari masyarakat desa ke masyara kota. Orang Lamakera secara sociologis bukan lagi bermentality orang desa yang colot, primitif, dan kampungan. Tapi orang Lamakera telah masuk dalam kategori kelas social baru yang terdidik, terpelajar berpatron pada nilai perubahan modernitas yang berbasis pada nila agama, ilmu, dan kapital.
Kegiatan yang bersifat keilmuan dengan mengambil tempat di hotel berbintang itu bukan baru sekali, saya kira sudah sering kali. Apa lagi kegiatan keilmuan rasanya sdh menjadi tradisi atau tabiat orang Lamakera dari waktu ke waktu, seiring dg terus meningkatnya mobilitas orang orang terpelajar baru yang lahir dari Lamakera.
Tradisi diskusi, seminar, cimpocium terus menerus digalakan untuk menghidupkan khazanah keilmuan dan pelebaran atmosfir intelectualis generasi terdidik Lamakera. Dari situ akan tumbuh profil geniun generasi kaum intelectual Lamakera. Kita belum punya alat ukur, tolok ukur, barometer, utuk menakar karakteristik intelectual Lamakera.
Sejatinya profil perwajahan, tipical, karakteristik intelectual Lamakera itu, dipengaruhi oleh dua struktur cosmogi yang ekstrim, yaitu cosmologi laut yang ganas dan cosmologi darat yg keras. Konstrucsi genetika kaum terdidik Lamakera sejatinya sangat dipengaruhi oleh dis sistem cosmologi tersebut. Di darat kita tidak bisa menanam, di laut kitapun tidak punya karang, tetap selaku memberi untuk kita. Itulah kemuliaan dan keutamaan yang Allah berikan pada orang Lamakera.
Sering kali saya ungkapkan pernyataan kebanggaan tentang Lamakera. Bahwa gambaran tanah Lamakera, tanah tanus bercadas, bila ditanami kayu sulit tumbuh, apalagi ditanami batu pasti tidak akan pernah tumbuh, namun bila ditanami kepala manusia, maka pasti akan tumbuh doktor doktor, pemikir, ilmuan, guru, birokrat, politisi, pekerja social yang berkarakter.
Siapa menduga, dlm perjalanan ikhtiar yang panjang, Lamakera telah memiliki sejumlah doktor dan kandidat doktor, acedemisi, hakim, peneliti, birokrat, seperti Dr. Abdul Malik Usman, Dr. M. Taher Maloko, Dr. Alwan Subban, Dr. Mahben Jalil, Dr. Umar Sulaiman, Dr. Chaedir Ilyas. Selain itu masih beberapa kandidat yg segera menysul misalnya; Nur Anisa Ridwan, Umar Ibn Khothob, Ulfah Fitriana Ahmad Yohan, Zainul Islam, Abdul Muis Kasim, Mustaqiem Sahdandll.
Menggemakan Ayat AL-QURAN, Menghiduokan Epicentrum Peradaban Islam
GERAKAN Epecentrum itu, tidak hanya ditandai oleh adanya pembangunan infrastructur, seperti halnya membangun gedung sekolah masjid yg megah dan manara yg menunjang tinggi, gedung gedung megah.
Epicentrum peradaban islam lebih pada aksentuasi manusia, pandangan dan prilaku budaya manusia, tindakan warga yg mempengaruhi terjadinya sebuah geteran. Mengingat consentrasi kita pada Epicentrum Peradaban Islam maka harus dimulai dari pelembagaan tradisi mengaji ayat ayat alquran, merupakan sumber uama ajaran islam. Kebiasaan membaca alquran tentu akan mempengaruhi alam fikiran dan pola tindak setiap warga Lamakera.
Di pertengahan tahun 1970 an saya masih melihat orang orang Lamakera melantungkan ayat alquran (mengaji) dari rumah ke rumah. Bahkan tidak sedikit rumah tertentu dijadikan tempat mengajarkan mengaji untuk anak sekolah dasar.
Saya sendiri mengaji di Lango Pettu, dg guru ngaji saya antara lain etta Lolong, Opu Syahdan Kapitta (ayahnya adinda Usman dan adida Mustaqiem, Ibnu), Opu Usman Laka (ayahnya mansur dan polisi airut), (semuanya sdh almarhum). Di rumah depan Opu Atu, rumah belakang Opu Huku, rumah samping Opu Perasong, sering sekali saya mendengar mereka melantunkan ayat alquran kapan waktu luang terutama antar dzuhur dan ashar.
Begitu pula ketika saya tinggal di Belaga (rumah nana Doni Amir) di samping barat Opu Muhammad Mitan Dasi, kebarat lagi opu Abdurrahman juga pembaca alquran, di samping timur ada nana Rauf Rape juga pembaca Quran di seberang lagi nana Salem Belaga juga pembaca Quran. Diatasnya ada Nana Ebe Maloko, ke barat Aba Bapa Utta juga pembaca Quran. Bacaan Quran itu bergemah di setiap lorong lorong Kampung Lamakera.
Begitupa di Moton Wutun saya sering mendengar Opu Bahrun Sanadi, aba Lewa, aba Ali, Aba Kahala, Opu Beda, nana Butuh. Saban waktu bila saya melewati tempat mereka itu, kuping saya ini mendengar bacaan al Quran dari sela sela rumah mereka dg amat sahdu.Tentu masih banyak tempat lain yang tidak terpantau oleh saya. Potensi pembaca al quran saya kira bahagian yang terpenting untuk ditingkatkan eskalasi kualitas dan kuantitasnya sehingga menjadi corak khusus yang mempengaruhi gerakan cahaya penguatan dan pembesaran gelombang magnetic energi epicentrum gerakan peradaban islam.
Beberapa waktu lalu saat Reuni 2011, kita sdh menggerakan pengajian, seperti majlis taklim ibu ibu. Kegiatan itu berbasis suku suku di Lamakera juga di Tanah Werang. Kegiatan taklim diselenggarakan di rumah suku, bale kokar. Dan semua suku sdh perna berjalan efektif, meski belakangan agak macet, namun bisa dibenahi lagi sehingga kembali aktif.
Nah apabila dari setiap rumah dan rumah suku dan balai kokar bisa digerakan secara optimal menjadi rumah taklim, rumah ngaji, mengajarkan al Quran, juga pemahaman, sdh pasti akan sangat berpengaruh secara positif merubah perwajahan Lamakera dan menempatkan Lamakera sebagai darul quran, baitul hikmah, epicentrum peradaban. Mensikapi ajaran al Quran berarti merubah persepsi, corak pandang, merubah prilaku. Meruntuhkan cara pandang, pola fikir, pola tindak yang negatif menjadi positif, buruk menjadi baik, primitif menjadi modern. Kalau orang Lamakera gagal melembagakan ajaran al Qur’an menjadi cara pandang dan pola kehidupan sdh pasti sulit menjadikan Lamakera sebagai epicrntrum peradaban Islam.
Epicentrum peradaban islam hanya sebatas wacana, diskursus bagi kaum intelectual Lamakera, dlm diskusi, ceramah dan khotbah, namun gagal turun menjadi kerangka aksi, akibat kegagalan mensikapi ajaran alquran menjadi pola hidup.
Apalagi sampai dengan hari hari ini, begitu dengungan LEPI, tapi belum ada formulasi, tahapan aksi, distribusi aksi, tentang kerangka kerja epicentrum peradaban itu yang tepat dan cocok bagi Lamakera. Proyek LEPI harus dikerjakan secara terencana terstruktur dan terukur. Apa peran lembaga pendidikan, apa peran lembaga adat, apa peran lembaga masjid, apa peran pemuda, apa peran masyarakat nelayan dan papalele.
Selayaknya semua unsur dalam masyarakat harus mengambil peran secara sinergis dan colaboratif. Selama peranan pada unit unit social di dalam masyarakat Lamakera belum dirumuskan menjadi sebuah formulasi yang construktif, maka selama itupula jangan mendengungkan Lamakera Epicentrum Peradaban Islam.
Apa yang harus banggakan dg Lamakera sebagai epicentrum peradaban Islam ? Sementara masjid sebesar itu ma’mum sholat subuh hanya satu shaf. Sekolah tidak mengorientasikan kegiatan sekolah berbasis masjid. Peringatan hari besar Islam seperti peringatan thn baru hijriah sebagai momentum kebangkitan tidak diperingati di masjid Lamakera. Kecuali siswa MTsN Lamakera menggelar pawai dan ceramah hijriah di Mushollah baburrahman Lamakera. Kegiatan sekolah sekolah di Lamakera tidak maksimal bersinergi dengan masjid. Yang menyedihkan lagi Khotbah jumat asal khotbah tanpa construksi tematik, yg berbasis pada problema sosial dan peristiwa sejarah keummatan. Artinya masjid sendiri tidak memiliki agenda agenda dan rencana khotbah, sehingga masjid kehilangan daya denyut yang menggetarkan urat nadi peradaban.
Sekitar bulan Juli – Oktober 2022, saya bolak balik ke Lamakera. Di sela sela kegiatan keluarga, saya memanfaatkan waktu untuk bids menunaiķan sholat Subuh dan sholat jumat di Masjid al ijtihad Lamakera. Seraya mengenang masa kecil saya di MIS Tarbiyah Lamakera, yang kerap beractivitas di masjid.
Untuk kedua waktu sholat itu saya sll berada pada shaf terbelakang. Kepentingan saya berada di shaf terbelakang tiada lain selain untuk menemani dan merapikan shaf anak kita, meluruskan shaf untuk tertib sholat. Bahkan untuk itu seringkali saya bertakbiratul ihram terlambat, saat pak Imam sdh membaca pertengahan alfatiha saya baru bertakbiratul ihram.
Urgensi saya berada di shaf paling belakang itu adalah untuk mengawal, mengorientasikan cara sikap anak anak agar mereka berkarakter layaknya anak anak sholeh, yg ditandai oleh kebiasaan baik, agar terbangun kebiasaan menjadi ahli ibadah dan ahli masjid.
Sejatinya tugas ini menjadi tugas bimbingan para guru sekolah. Setiap guru piket bertugas mengawal anak didik dari sekolah hingga masjid dan diatur dlm shaf khusus yang tertib. Cara ini akan melambagakan kebiasan anak anak untuk tertib, sopan dan santun di mesjid. Setelah usai sholat anak anak bisa bermain sesuai dengan selera yang terkendalikan. Maka masjid akan meriah dengan dinamika anak anak sesuai dengan psyikhologi pertumbuhannya.
MASJID, Simpul Cordinat Epicentrum
Talcot Parson dlm teorinya tentang Fungsionalisme Struktural, menganjurkan pentingnya untuk mmenghidupkan relasi struktural antar kelembagaan masyarakat, sehingga masyarakat punya daya tahan menghadapi setiap tekanan yg datang dari luar. Dlm konteks Lamakera tentu sangat mengkin menarik relasi yang efektif, antara rumah suku, rumah adat, rumah sekolah, masjid untuk berperan secara fungsional. Bila semua lembaga itu fungsional, menurut Parson masarakat akan kuat secara budaya, dan politik dlm menghadapi tekanan apapun yg datang dari luar.
Oleh karenanya masjid harus fungsional dan dijadikan titik coordinat yg menggerakan berbagai elemen penggerak epicentrum peradaban Islam. Gerakan rumah adat, rumah umat, rumah sekolah berpusat dari masjid. Masjid berfungsi sebagai media titik temu berbagai kompenen gerakan peradaban Islam. Di masjid terjadi komunikasi timbal balik antara para guru, dan orang tua siswa, atau wali murid, untuk mendengar keluhan atau prestasi belajar. Terjadi rembuk solusi untuk mengatasi kesulitan yg dihadapi para siswa dalam belajar. Di masjid pula terjadi komunikasi antar unsur pimpinan suku terkat mendukung proses belajar di sekolah maupun di luar sekokah.
Masjid tempat orang beriman bersujud, membangun relasi transendental antara hamba dan Tuhan Allah sebagai al Kholiq. Masjid tempat para hamba membebaskan kehambaannya pada siapapun, pada apapun, selain kehambaannya hanya kepada Allah.
Jadikan Masjid sebagai tempat para siswa menginstitusikan kesadaran berilmu, membentuk watak dan karakter keberilmuan, memetik sari ilmu membentuk cara pandang dan identitas.
DARI Masjid para siswa MAN, MTsN, MIN, SDN SD Inpres, TK TPA membasahi kesuburan qolbu, menghidupkan aqal kritis, belajar melalui proses spiritualisasi, seraya menarasikan ayat ayat Allah. Bila tokoh tokoh adat, para wali murid, guru, aparat desa, para siswa memiliki kebiasaan bersujud, berzikir, dan bermunajah, intinya melakukan spìritualisasi maka akan terbentuk etos, karakteristik orang yang berkepribadian mulia, memiliki daya imaginasi yg luas, kreativitas dan productivity yg tinggi berintegrity. Dari proses ini masjid betul betul berfungsi sebagai sumber membangun energi spiritualism, untuk menghidupkan inspirasi, imaginasi, keberilmuan, cita-cita merebut perubahan.
Para guru datang menemani dan mendampingi para siswa belajar di tempat yg dimuliakan Allah. Maka akan terbentuk etos dan tradisi berilmu, sebagaiman tradisi para ilmuan di muslim masa kejayaan Islam. Masjid menjadi pusat kajian pendalaman berbagaibhh ilmu yg bersumber pada al quran. Selain itu dari masjid terjadi konsultasi diskusi antara guru dan orang tuab wali murid tentang kesulitan belajar siswa maupun halb hal lain yg dihadapi siswa. Mengingat tanggung jhawab kesucsesan penyelenggaraan pendidikan tidak cukup dibebankan hanya kepada pundak guru semata, melainkan tanggung jawab colektif, para pihak, yaitu guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Bila semua kekuatan berpusat di masjid dan intensif melakukan ritualisasi spiritualism, maka suatu peradaban mayarakat akan terus berkembang, dalam bentuk literasi, arsitektur, infrastruktur, dan semuanya punya daya tahan terhadap benturan apapun.
Arnold Toyinbee, seorang sejarawan masyhur, mensinyalir bahwa runtuh dan hilangnya peradaban suatu bangsa, bukan disebabkan oleh dahsatnya gempuran dari luar. Samuel Huntington. Huntington berpandangan bahwa benturan antar peradaban merupakan faktor utama memperlemah dan mempercepat runtuh dan hilangnya suatu peradaban. Tentu pendapat Hantington ini dibantah oleh Arnold Toyinbee, keruntuhan kejatuhan dari suatu kejayaan peradaban itu lebih disebabkan oleh hilanya dimensi spiritualitas masyarakat penyelenggara peradaban. Begitu besar pengaruh dimensi spiritual atas keberlangsung suatu peradaban umat. Lihat keunggulan Islam di Spanyol 800 thn lamanya, dan Ottoman bertahan 600 thn kl lamanya bertahan. Kita bersyukur lahir di Lamakera dan menjadi muslim. Lamakerapun tetap indah dan eksis menjadi perkampngan atau Lewotanah Muslim.
Selain itu diperlukan Musium Abd Syukur ID. Musium ini dimaksudkan untuk mengenang tokoh besar Islam, berlegacy, legendaris yg telah memberikan karya besar untuk islam khususnya di NTT. Abd Syukur, dialah sosok arsitektur yg menghidupkan wajah peradaban Islam NTT melalui gerakan pendidikan. Dalam musium itu terkumpul karya tulis, karya sejarah abd Syukur berupa surat surat tulisan tangan untuk para sahabat dan kader kadernya yg bertebar di berbagai daerah. Selain karya tulis, maupun prestasi apapun selain karya acedemis buah karya anak anak Lamakera, maupun tokoh dunia. Dari sini anak Lamakera terinspirasi, termotivasi, menapaki jalan jalan sejarah merebut perubahan, kekuatan peradaban di masa depan.
Melalui pendekatan inilah yang disebut proses rekayasa peradaban. Yaitu pembentukan karakter intelectual anak anak Lamakera berintegrity, visioner, karena memiliki latar IQ tinggi, berbasis pada dimensi spiritualitas. Pendekatan demikian kiranya menjadi peluang yang dapat mengubah ancaman menjadi potensi, merubah karakter buruk menjadi profil generasi goldent futurist yang terlahir dari rahim Lamakera.