Kutukan SDA dan Hilangnya Warisan Leluhur
Guntur Abd Rahman, SE.,ME
Bidang Kebijakan Publik KNPI Maluku Utara
Kutukan Sumber Daya Alam merupakan suatu paradoks yang dikenal dalam ilmu ekonomi ketika negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam ternyata justru memiliki kesejahteraan masyarakat yang buruk serta pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan negara negara lainnya.
Salah satu penyebab penting munculnya paradoks ini adalah mismanajemen dari penerimaan SDA sehingga menimbulkan berbagai dampak sektoral lainnya. Beberapa penelitian akademik diantaranya Sachs Warner (1995, 1997 a b c, 1999 a,b. 2001) serta Auty and Miksell (1998) menemukan adanya hubungan negatif antara kekayaan SDA dengan pertumbuhan ekonominya.
Fenomena kutukan SDA disinyalir juga menimpa diberbagai daerah di Provinsi Maluku Utara, seperti fenomena banjir Sagea yang mengakibatkan Wisata kali Boki Maruru tercemar, Ini membuktikan bahwa hipotesis kekayaan SDA yang dimiliki di wilayah ini ternyata berkorelasi negatif dengan kehidupan Masyarakat sekitar area pertambangan.
PT IWIP ?
PT IWIP didirikan pada 30 Agustus 2018, dan merupakan Proyek Prioritas Nasional sesuai dengan PERPRES No. 18 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
PT IWIP didirikan oleh tiga investor China: Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi. Di kawasan industri Teluk Weda Bay, Halmahera Tengah, Indonesia, perusahaan membangun smelter dan proyek infrastruktur pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Weda Bay Industrial Park (IWIP) terletak di Desa Lelilef, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, dan merupakan bagian dari Kawasan Industri Terpadu untuk Pengolahan Logam. Kemudian menghasilkan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik, yang akan digunakan sebagai pengganti bahan bakar tak tergantikan yang bebas emisi.
HARITA GROUP ?
Salah satu anak usaha Harita Group, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), mengoperasikan smelter pencucian asam bertekanan tinggi/High Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Pulau Obi, Maluku Utara. 60.000 ton nikel dihasilkan setiap tahun oleh perusahaan ini. Teknik HPAL akan mengubah bijih lokal dengan kadar rendah menjadi endapan hidroksida campuran. Ini adalah bentuk nikel yang dapat diproses untuk membuat baterai.
PT Trimegah Bagun Persada, yang dioperasikan oleh Harita Group bersama dengan PT Gane Sentosa Permai, PT Halmahera Persada Lygend, PT Megah Surya Pertiwi, dan PT Halmahera Jaya Feronikel di Pulau Obi, telah merusak wilayah darat dan lahan perkebunan warga, mencemari sumber air, sungai, dan air laut, dan menyebabkan konflik sosial dan intimidasi. PT Trimegah Bangun Persada, bersama dengan perusahaan lain milik Harita Group, secara sepihak mencaplok tanah warga tanpa perundingan atau kompensasi yang adil.
Selain pencemaran di laut, aktivitas perusahaan yang begitu dekat dengan pemukiman, sehingga warga dipaksa berhadapan dengan debu, kebisingan, dan lingkungan yang kotor. Saat musim kemarau, peralatan dapur, meja makan, kursi, lantai, hingga dalam kamar penuh dengan debu dari aktivitas perusahaan dan debu perusahan.
Hilangnya SDA (Non Renewable Resources) ?
Dalam konteks ini, kutukan SDA ini juga terkonfirmasi oleh beberapa penelitian. Melalui temuan-temuannya tentu bakal menyulitkan posisi ekonomi daerah dalam menghadapi skenario nyata habisnya ketersediaan SDA, mengingat posisi tambang sebagai salah satu non Renewable Resources.
Maluku Utara akan semakin terkutuk pada saat kehabisan SDA dengan anjloknya penerimaan primer. Maluku Utara banyak daerah yang memiliki kekayaan SDA yang besar, bukan hanya Rempahnya yang dikenal, melainkan nikel-kobal, tembaga, uranium, batubara, aluminium/bauksit, magnesit, pasir besi, emas, dan perak.
Halnya seperti ekonom Josua Pardede menyebut, masa depan Indonesia ada di Maluku Utara, karena hilirisasi nikel yang terbesar.
Kutukan Sumber Daya alam dan kehidupan industri pertambangan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana negara atau wilayah yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, atau mineral berharga, malah mengalami dampak negatif yang signifikan akibat eksploitasi sumber daya tersebut.
Beberapa dampak negatif yang sering dikaitkan dengan kutukan sumberdaya alam dan industri pertambangan antara lain:
- Ketergantungan pada industri pertambangan: Negara atau wilayah yang terlalu mengandalkan industri pertambangan dapat mengalami ketidakstabilan ekonomi, keterbelakangan sektor lain, dan kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan harga komoditas.
- Penghancuran lingkungan: Kegiatan pertambangan cenderung menyebabkan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, degradasi tanah, dan pencemaran air dan udara. Hal ini dapat berdampak negatif pada ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia dan hewan.
- Konflik sosial dan politik: Ketidaksetaraan distribusi keuntungan dari industri pertambangan sering kali menjadi penyebab munculnya konflik sosial dan politik. Ketimpangan ekonomi dan akses terhadap sumber daya dapat memunculkan ketidakpuasan, ketegangan antar kelompok, dan perubahan politik yang tidak stabil.
- Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan: Tingginya nilai ekonomi dari sumber daya alam sering kali menjadi penyebab meningkatnya tingkat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Praktek korupsi dapat menghambat pembangunan dan mengakibatkan ketidakadilan sosial.
- Ketergantungan ekonomi yang tidak berkelanjutan: Ketika negara atau wilayah terlalu bergantung pada industri pertambangan, mereka menjadi lebih rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Ketidakpastian ekonomi ini dapat menghambat diversifikasi ekonomi dan berdampak negatif pada stabilitas jangka panjang.
Untuk mengatasi kutukan sumberdaya alam dan kehidupan industri pertambangan, diperlukan upaya serius dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan inklusif. Penting untuk memastikan adanya kebijakan yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan, serta mempromosikan diversifikasi ekonomi dan pemerataan manfaat dari eksploitasi sumber daya alam.
Dampak pertambangan di Maluku Utara telah menimbulkan berbagai masalah, termasuk pembagian keuntungan yang tidak adil, kemiskinan, dan masalah lingkungan. Isu-isu ini disorot selama koordinasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Ternate, Maluku Utara.
Salah satu perhatian utama adalah distribusi keuntungan yang tidak adil. Masyarakat lokal sering tidak mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh kegiatan pertambangan, yang mengakibatkan tingginya tingkat kemiskinan di daerah tersebut.
Namun, sektor pertambangan juga membawa dampak negatif. Sifat ekstraktif dari kegiatan pertambangan telah merusak lingkungan dan menyebabkan deforestasi, degradasi tanah, polusi air, dan perusakan ekosistem.
Hilangnya Warisan Leluhur ?
Selain itu, kegiatan pertambangan sering terjadi tanpa persetujuan atau keterlibatan masyarakat setempat, dengan sedikit pertimbangan yang diberikan kepada warisan budaya dan hak atas tanah mereka.
Ganti rugi tanah oleh perusahaan ekstraktif menjadi dibanggakan bagi sebagian petani. Mereka telah melupakan makna tanah, sebagai sumber hidupnya. Berbeda dengan petani yang tidak menyerahkan tanah kepada perusahaan, mereka berpikir jauh ke depannya karena tanah sektor unggulan pertanian yang menghasilkan nilai ekonomi berkelanjutan.
Pendekatan mono interpretasi tersebut diskenariokan sebagai pola modernisme memakmurkan rakyat dengan cara eksploitasi perut bumi, ketimbang mendesain potensi di atasnya secara berkesinambungan.
Akibatnya, masyarakat lokal menderita karena kehilangan tanah leluhur, hilangnya sejarah desa, mata pencaharian, dan tradisi budaya.
Kurangnya dampak positif pada penduduk setempat menjadi perhatian lain. Terlepas dari pendapatan negara yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan, masyarakat lokal tidak sering mendapat manfaat dari keuntungan ini karena distribusi yang tidak memadai.
Sumber daya alam, masyarakat adat dan modal sosialnya diberdayakan secara optimal, sehingga menghasilkan nilai ekonomi dan nilai kultural. Untuk mengoptimalkan modal sosial tersebut, pemimpin lokal menerapkan konsep kebijakan Link Commune (Link-Co) di dalam mengonstruksikan bersama kesejahteraan masyarakat lokal. Mereka dilibatkan di dalam menyusun program nyata apa yang mereka perlukan dan urgensinya terhadap kelangsungan hidupnya, maka tahap pencapaian kemakmuran rakyat lokal pun akan terus meningkat setiap tahunnya.
Potensi-potensi sumber daya alam lokal seperti peternakan dan pertanian, titik ruang sakral, pariwisata sebagai sektor andalan pada tanah leluhur, dioptimalkan sebagai sektor unggulan, dan pendapatan asli daerah (PAD), untuk menepis kehadiran perusahaan ekstraktif tambang satu-satunya membawa kemakmuran rakyat dan PAD.
Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi pemerintah daerah di Maluku Utara untuk memprioritaskan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Ini termasuk memastikan pembagian keuntungan yang adil, mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat lokal, dan menerapkan langkah-langkah untuk melindungi lingkungan.