RIAK-RIAK PILKADA 2024

Opini277 Dilihat

Oleh: Tiklas Pileser Babua

(Ketua Cabang GMKI Jailolo Masa Bakti 2023-2025)

———————————

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) sebentar lagi akan tiba dengan beragam euforia yang datang bagai Bantuan Sosial (BANSOS) yang tak berpenghujung. Ajang adu Kualitatif dan Kuantitatif diperhadapkan pada panggung melontarkan janji (PILKADA) 2024.

Ajang syahwat kepentingan ini banyak asumsi yang berkeliaran. Mulai dari menggerakan elemen penyelenggara yang digerakan oleh penguasa, permainan angka (Kuantitatif) oleh oknum yang teriak martir, bahkan sampai pada pembagian Sembako sebagai opini mendulang suara. Sebut saja, Bansos Sembako Natal dan Tahun Baru (NATARU) yang akhir-akhir ini berseleweran di mana-mana, padahal bansos sembako natal dan tahun baru itu sudah lewat waktunya. Apakah ini yang disebut Francis Fukuyuma sebagai awal mula kemenangan elektoral dan sektoral melalui bansos? Mari kita lanjut pada pembahasan selanjutnya.

KUANTITATIF MENGGESER KUALITATIF
Kebanyakan orang telah didoktrin sebagai pendukung fanatik tanpa mendukung gagasan utama. Begitu kalimat pembuka untuk membuktikan bahwa kuantitatif bisa mengalahkan kualitatif. Demokrasi kita mengalami kemunduran dikarenakan semua masyarakat kita lebih mengutamakan “ikut rame” dibandingkan menguji ketangkasan dari gagasan seseorang yang ikut dalam kompetisi lima tahunan ini. Apalagi kekuasan yang sementara berlangsung diikutsertakan kembali dalam momentum lima tahun sekali. Basis sektoral dan elektoral brainly sudah menjadi kunci kemenangan selanjutnya bagi kekuasaan.

Pada momentum kali ini, seharusnya arus lalu lintas gagasan dijadikan sebagai pedoman masyarakat kita untuk bisa mengukur elektabilitas dari seorang pemimpin. Bahkan legacy kepemimpinan juga harus bisa menjadi tolak ukur untuk bisa memilih dan menilai dari proses kepemimpinan selama lima tahun kebelakang dan lima tahun kedepan. Bukan “ikut rame karena bansos” atau “rame-rame ikut untuk bansos”,(Cawe-cawe politik elektoral).

Pilkada bukan hanya dilihat dari vote the winner take all atau perolehan jumlah suara sebagai penentu kemenangan, tetapi harus dibarengi dengan gagasan utama, sederhananya, masyarakat cerdas akan melahirkan pemimpin cerdas.

GAGASAN, KEBIJAKAN, DAN KEKUASAN
Pengarusutamaan gagasan sengaja dimatikan lewat kebijakan dalam genggaman kekuasaan. Lagi-lagi soal gagasan versus kekuasaan. Masyarakat kita telah banyak termakan opini, bahwa, kekuasaan adalah segalanya. Ramai-ramai antri untuk mengambil “bantuan” yang seyogianya memang untuk masyarakat yang kemudian salah diterjemahkan oleh masyarakat kita, bahwa, bantuan itu karena kebijkan pemimpin kita, kekuasaan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, padahal, alih-alih menyodorkan dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat menjadi “itu semua karena saya”. Inilah yang persoalan yang harus dipecahkan ditengah-tengah masyarakat kita. Dan hal itu hanya bisa dijawab oleh personal branding lewat gagasan.

Seorang pemimpin harus mampu membranding dirinya sebagai orang yang punya pengetahuan intelektual yang cukup, punya elektabilitas yang dapat diukur sebagai kelayakan untuk memimpin. Bukan semerta-merta menggerakan elemen dinas terkait untuk bantuan sosial demi meraup jumlah suara yang menguntungkan untuk menjadi pemimpin atau melanjutkan kepemimpinan.

Lewat momentum pilkada tahun 2024, saya berharap agar masyarakat kita sama-sama membenahi proses demokrasi yang sudah lama mengalami penyakit yang sengaja diselundupkan oleh penguasa, agar kedepannya, kita semua bisa menaruh keringat harapan kepada pemimpin yang sudah kita pilih lewat proses Pemilihan Kepala Daerah di tahun 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *