POSTTIMUR.com, TERNATE- Pondok Pesantren Darul Falah Ternate bersama Aliansi Anak Muda Nahdliyyin Kota Ternate menggelar istigosah yang dirangkaikan dengan doa, zikir, dan diskusi pada Jumat (30/8).
Kegiatan ini menjadi bentuk solidaritas terhadap 11 pejuang lingkungan hidup masyarakat adat Maba Sangaji yang saat ini tengah menghadapi kriminalisasi akibat mempertahankan tanah adat dari ancaman industri nikel di Halmahera Timur.
Dalam forum tersebut, kuasa hukum dari 11 warga adat Maba Sangaji hadir memberikan penjelasan kepada para santri terkait proses penangkapan dan penahanan kliennya. Ia menegaskan bahwa tindakan aparat dan perusahaan tambang PT Position terhadap warga merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius.
“Penangkapan ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga menyangkut hak masyarakat adat untuk hidup dan mempertahankan ruang ekologisnya,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu ustadz dari Ponpes Darul Falah menekankan pentingnya peran pesantren dalam menjaga keberlangsungan ruang hidup. Menurutnya, pesantren tidak hanya menjadi tempat pendidikan agama, tetapi juga harus terlibat dalam perjuangan sosial dan lingkungan.
“Pesantren harus hadir membela rakyat, terutama ketika ruang hidup mereka terancam,” ujarnya.
Gus Roy Murtadho, pengasuh Pondok Pesantren Ekologi Misyat Al Anwar, turut memberikan pandangan kritis mengenai krisis ekologi di Maluku Utara. Ia menilai peran agama dalam merespons kerusakan lingkungan masih lemah dan perlu diperkuat oleh generasi muda, khususnya kalangan Nahdliyyin.
“Krisis ekologi adalah tantangan nyata. Anak muda NU harus hadir bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai penggerak. Ini bagian dari pendidikan politik bagi santri agar tidak buta terhadap persoalan umat dan lingkungan,” tegas Gus Roy.
Kegiatan istigosah dan diskusi ini ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan 11 pejuang lingkungan Maba Sangaji, sekaligus seruan agar kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat segera dihentikan.
Reporter: Ikhy