Mahasiswa pada umumnya dikenal sebagai seorang yang mengenyam pendidikan formal di perguruan tinggi atau Kampus. Mereka berwawasan luas, kritis dalam membaca dinamika sosial serta aktif dalam gerakan pembebasan rakyat dari belenggu penindasan dan ketidakadilan.
Pastinya kita akan mengamini bahwa ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan bagi manusia atau mahasiswa untuk mencapai kebahagian, maka salah satu akses menggapainya ialah dengan membaca buku sebab itu merupakan bagian dari kebutuhan memberikan nutrisi pikiran lebih waras serta berpikir yang baik.
Dalam fase kapitalisme saat ini misalnya, beragam barang-barang yang diproduksi sanggat menyulitkan kita dalam menentukan apa yang menjadi dasar “prioritas kebutuhan sehari-hari” sehingga orang-orang lebih senang membeli barang mewah atau kebutuhan kebahagian ketimbang kebutuhan pokok misalnya buku untuk dibaca, dipelajari serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,
mirisnya kecenderungan ini dilakukan oleh kaum intelektual atau mahasiswa, di Universitas Khairun (Unkhair) misalnya, mayoritas mahasiswanya lebih banyak memilih untuk membeli Hanpone (HP) ketimbang buku. Selain itu, membeli HP tidak untuk menambah pengetahuan malah ingin mencapai kesenangan semata,
perilaku semacam itu membuat mereka mengasingkan kegiatan produktifnya, seperti membaca buku dan berdiskusi dalam beraktivitas sebagai mahasiswa.
Ini bisa dilihat ketika selepas belajar dalam ruangan, mereka malah bermain game dan membentuk sekumpulan keboh lalu membicarakan hal-hal yang tidak produktif, walaupun berada dalam lingkungan kampus.
Memang tidak dilarang, tapi jika hal ini dilakukan berulangkali maka akan berdampak pada posisi ketidak stabilan peningkatan sumber daya manusia-manusia kita, hal serupa tentu membudaya dan menjadi penyakit serta akan menular ke mahasiswa yang lain.
Akibatnya, masalah yang paling fundamental sekalipun tidak lagi menjadi wacana hangat bagi mereka yang telah terkontaminasi oleh kebiasaan tersebut.
Kita perlu mengetahui bahwa Ilmu pengetahuan diberikan oleh dosen hanyalah 25% sisanya dicari sendiri. Hal ini dapat dicapai bilamana kita telah menjatuhkan cinta pada membaca,
sebab buku menawarkan apa yang kita inginkan itu. Membaca buku menambah pengetahuan, kekritisan dan sangat membantu dalam mengambil kebijakan.
Sekalipun begitu, terdapat minoritas kelompok mahasiswa di Unkhair menggelar lapak baca, dengan anggapan bahwa hal demikian, dapat menarik minat bagi yang lain, namun hasilnya hanya satu sampai dua orang saja yang turut melibatkan diri.
Akibatnya mayoritas mahasiswa tidak radikal dalam melihat problem di ruang lingkup kampus maupun sosial, sehingga enggan dalam hal tersebut.
Tingkat kesadaran mahasiswa dalam melihat masalah yang ada, hanya sedikit dari mereka yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana mahasiswa.
Masalah yang terjadi di lingkungan kampus maupun masyarakat sangatlah kompleks, jika kita berkehendak memperbaikinya, namun hal itu ketika tidak dengan pengetahuan maka tidak akan terjadi apa-apa, menurut Karl Mark bahwa “Ketidaktahuan tidak pernah menolong siapapun” ini menjadi bukti bahwa pengetahuan berperan penting dalam perubahan.
Maka pergunakan mata, hati dan pikiran selagi masih berfungsi untuk membaca buku, agar mampu mengenal dunia dengan segala perkembangannya serta manusia dengan beragam perilakunya. Gerakan-gerakan literasi dan edukasi yang lebih inovatif akan dapat melahirkan benih-benih revolusioner untuk perubahan diri dan orang banyak.
Penulis : Yusril Chilu
(Mahasiswa Universitas Khairun, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis)