Pembatasan penyampaian pendapat kerap kali terjadi pada setiap Universitas yang ada di Indonesia. Belakangan ini, masif terjadi pemukulan dan pemberhentian terhadap mahasiswa untuk berorasi di lingkungan kampus.
Beberapa waktu kemarin kita di hebohkan dengan pemukulan terhadap seorang mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Bima, oleh rektor, staf dosen dan satpam. Dalam vidio yang beredar terdapat pengeroyokan terhadap mahasiswa hingga babak belur.
Tindakan-tindakan seperti itu sering dialami oleh mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) Ternate. Menurut Lpm Aspirasi dalam peliputannya bahwa mulai dari tahun 2019 hingga 2024 terdapat represifitas satpam kepada mahasiswa, begitu banyak mahasiswa di pukuli hingga babak belur misalnya pada mei tahun lalu.
Tidak hanya itu, di luar dari kampus pun mahasiswa dibatasi aktivitasnya. Ketika mahasiswa Unkhair terlibat dalam aksi menyuarakan sikap solidaritas terhadap masyarakat papua yang ingin merdeka. Mereka malah di drop out oleh kampus. Parahnya lagi, setelah peristiwa itu keluar surat edaran rektor tentang peningkatan ketertiban dan keamanan di lingkungan kampus, surat dengan No 1913 tahun 2019 itu, memiliki point hendak melarang mahasiswa untuk menyampaikan pendapat di kampus.
Akibatnya, kini aktivitas mahasiswa tercengkam peraturan itu. Kita bisa melihat sempajang tahun 2019 hingga kini situasi demokrasi kampus kian menjadi carut-marut, di mana aktivitas menyampaikan pendapat dilingkungan kampus justru di batasi serta menuai represifitas dari pihak satpam.
Pembatasan pembatasan ini, serupa dengan pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Kordinasi Kampus (BKK) di masa rezim orde baru (orba) kala itu, aktifitas mahasiswa hanya difokuskan pada besic saja.
Perbedaan masa itu dengan sekarang ialah pada intervensi pemerintah dalam upaya menghalangi mahasiswa sangatlah signifikan, ruang diskusi di kampus dibubarkan dengan kekuatan TNI untuk melarang mahasiswa berpendapat, selain itu juga aparat dengan se-enaknya melakukan tindakan barbar terhadap mahasiswa.
Kini kita telah terbebas dari cengkrama rezim orba, tetapi cara pembatasan tidak jauh berbeda. Pemberangusan ruang demokrasi melalui pembatsan aktifitas mahasisw ialah upaya untuk mengfokuskan serta membatasi ruang gerak mahasiswa.
Hal ini akan mengacam kualitas demokrasi dilingkungan kampus, dalam rilisan kompas bahwa penurunan kualitas demokrasi di indonesia ialah karena pembatasan dan pelangaran hak sipil warga serta mahasiswa. pada tahun 2022-2023 kualitas demokrasi indonesia berada pada 54 dari 167 Negara,
maka menjalankan atau memajukan tingkat demokrasi kita, seharusnya kebebasan politik bagi rakyat, mahasiswa itu harus terjamin. Karena kebebasan berekspresi ialah hak dari semua warga Negara dan diatur dalam konstitusi Negara.
Lalu apa yang harus kita lakukan dalam melihat masalah itu?, tentu kita akan memulai dengan perlunya mendorong kampanye advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mendukung kebebasan berpendapat mahasiswa, dan menentang pembatasan yang tidak sesuai dengan hak.
Mengajak organisasi hak asasi manusia, LSM, dan pihak eksternal lainnya untuk mendukung aksi protes dan memperjuangkan hak mahasiswa. Kemudian mendorong pembentukan badan pengawas independen di kampus-kampus, yang dapat memantau dan mengevaluasi implementasi kebijakan terkait kebebasan berpendapat.
Hal diatas bertujuan untuk menggalang dukungan, memberikan akses keadilan, dan merestorasi kebebasan berpendapat di lingkungan kampus serta memperkuat kualitas demokrasi secara keseluruhan.
Penulis : Sukriyanto Safar