Distribusi Pendapatan di Maluku Utara: Antara Perbaikan Dan Ketimpangan

Opini56 Dilihat

Oleh: Andi aqzha pataria barief
Mahasiswa Universitas Khairun Ternate, Prodi Manajemen

Distribusi pendapatan di Provinsi Maluku Utara sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025 mengalami perbaikan. Hal ini tercermin dari penurunan angka ketimpangan, meskipun kesenjangan sosial dan ekonomi tetap menjadi tantangan utama di sejumlah wilayah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, Gini Ratio, indikator yang mengukur ketimpangan pengeluaran penduduk, tercatat mengalami penurunan signifikan. Pada Maret 2024, Gini Ratio berada di angka 0,316, dan turun menjadi 0,296 pada September 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa pemerataan distribusi pengeluaran masyarakat sedikit membaik.

Meski demikian, ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan tetap terlihat jelas. Gini Ratio di wilayah perkotaan mencapai 0,328, sedangkan di wilayah perdesaan lebih rendah, yaitu 0,243. Ini menandakan bahwa ketimpangan lebih terasa di kota-kota besar dibandingkan di pedesaan.

Peningkatan Distribusi di Kelompok Pendapatan Rendah
Kelompok 40 persen penduduk berpendapatan terendah juga mengalami peningkatan kontribusi dalam struktur pengeluaran. Pada Maret 2024, kelompok ini berkontribusi 21,61 persen terhadap total pengeluaran nasional, dan meningkat menjadi 22,52 persen pada September 2024.

Baca Juga:

Perbaikan ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah, seperti program bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi desa, dan proyek pembangunan infrastruktur dasar, mulai memberikan dampak terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, data BPS juga mencatat penurunan angka kemiskinan di Maluku Utara. Jumlah penduduk miskin menurun dari 82,45 ribu jiwa (September 2023) menjadi 79,69 ribu jiwa (September 2024). Persentase kemiskinan turun dari 6,35 persen menjadi 6,07 persen dari total populasi provinsi.

Faktor-Faktor Pendorong Perbaikan
Sejumlah faktor mendukung perbaikan distribusi pendapatan di Maluku Utara, di antaranya:
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Maluku Utara menjadi salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, mencapai 13,73 persen pada 2024. Sektor pertambangan, industri pengolahan berbasis mineral, dan pertanian menjadi motor utama pertumbuhan tersebut.

Kebijakan Hilirisasi: Program hilirisasi industri, terutama dalam sektor pertambangan nikel, membuka peluang kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal. Meski begitu, tantangan dalam mendistribusikan manfaat hilirisasi secara merata masih tetap ada.

Program Sosial dan Pembangunan Infrastruktur: Pemerintah daerah meningkatkan alokasi anggaran untuk bantuan sosial, pembangunan jalan desa, jaringan listrik, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan di wilayah terpencil.

Ketimpangan yang Masih Membayangi
Kendati ada kemajuan, ketimpangan sosial dan ekonomi tetap menjadi persoalan serius. Beberapa tantangan utama yang dihadapi Maluku Utara antara lain:
Disparitas Antarwilayah
Pertumbuhan ekonomi lebih terkonsentrasi di daerah-daerah industri seperti Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, dan Pulau Obi, sementara pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir utara masih tertinggal.

Ketidakmerataan Manfaat Pertumbuhan
Sebagian besar tenaga kerja di sektor industri pertambangan berasal dari luar daerah. Sementara itu, masyarakat lokal lebih banyak terlibat dalam sektor informal yang rentan terhadap fluktuasi ekonomi.

Keterbatasan Akses Pendidikan dan Kesehatan; Kualitas sumber daya manusia di daerah tertinggal masih menjadi kendala besar untuk mengejar ketertinggalan pembangunan. Akses terhadap pendidikan tinggi dan layanan kesehatan bermutu belum merata di seluruh provinsi.

Harapan dan Rekomendasi
Untuk mengatasi ketimpangan yang masih membayangi, berbagai pihak merekomendasikan langkah-langkah strategis, seperti:
Memperluas program pelatihan keterampilan kerja bagi masyarakat lokal agar dapat mengisi lapangan pekerjaan di sektor industri modern.
Mendorong pemerataan pembangunan infrastruktur, terutama di pulau-pulau kecil dan wilayah hinterland.
Meningkatkan program industrialisasi berbasis sumber daya lokal yang melibatkan koperasi, UMKM, dan komunitas desa.
Memastikan bahwa investasi industri disertai dengan tanggung jawab sosial (CSR) yang konkret dan terukur.

Distribusi pendapatan di Maluku Utara sepanjang 2024 hingga awal 2025 menunjukkan arah yang positif, namun tantangan ketimpangan masih nyata. Dibutuhkan upaya bersama dari pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat untuk membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Tanpa perbaikan struktural, ketimpangan berpotensi menghambat manfaat jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *