Oleh: Riski Mansur
Setiap tanggal 3 Mei, dunia memperingati Hari Pers Sedunia sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip-prinsip dasar kebebasan pers dan penghargaan terhadap para jurnalis yang telah mengabdikan hidupnya demi menyuarakan kebenaran. Tahun 2025 ini, peringatan Hari Pers Sedunia terasa lebih penting dari sebelumnya. Dunia tengah berada di persimpangan jalan antara kemajuan teknologi dan perlindungan hak asasi manusia. Tema global tahun ini, “Melaporkan di Dunia Baru yang Berani: Dampak Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers dan Media,” yang diusung oleh UNESCO, merefleksikan urgensi untuk merenungkan kembali relasi antara teknologi, kebenaran, dan kebebasan.
Antara Harapan dan Ancaman: Kecerdasan buatan (AI) telah merevolusi banyak aspek kehidupan, termasuk dalam ranah jurnalisme. Di satu sisi, AI memberi peluang luar biasa bagi jurnalis: mempermudah verifikasi fakta, mengefisienkan produksi berita, hingga membantu peliputan investigatif melalui analisis data berskala besar. Teknologi ini bisa memperkuat kemampuan redaksi dalam menghasilkan laporan yang akurat dan mendalam.
Namun di sisi lain, kemajuan AI membawa serta bahaya laten yang mengancam esensi kebebasan pers itu sendiri. Penyebaran deepfake, algoritma yang memperkuat bias informasi, serta otomatisasi konten tanpa akurasi telah menjadi ancaman serius. Tanpa kerangka etika dan regulasi yang ketat, AI bisa menjadi alat manipulasi informasi, memperbesar jurang misinformasi, dan bahkan menjadi senjata untuk membungkam kebebasan berekspresi.
Realitas Pahit: Data Global dan Nasional, Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebebasan pers belum sepenuhnya aman. Menurut laporan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), tahun 2024 mencatat jumlah jurnalis yang terbunuh tertinggi dalam 30 tahun terakhir: 124 orang. Konflik berkepanjangan di Gaza, Tepi Barat, Meksiko, hingga Sudan menempatkan para pewarta dalam posisi berisiko tinggi, menunjukkan bahwa nyawa jurnalis masih dianggap murah di banyak tempat.
Indonesia pun tidak lepas dari sorotan. Data Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024 yang dirilis Dewan Pers menunjukkan penurunan menjadi 69,36, lebih rendah dari tahun 2023 (71,57). Kategori “cukup bebas” menunjukkan bahwa kendala-kendala seperti intervensi kepentingan politik, kriminalisasi terhadap jurnalis, dan rendahnya perlindungan hukum masih menjadi tantangan utama di Tanah Air. Selain itu, kekerasan terhadap jurnalis digital juga meningkat, seiring derasnya arus informasi di dunia maya.
Peran Negara dan Masyarakat Sipil: Dalam konteks ini, negara memainkan peran krusial. Pemerintah bukan hanya dituntut untuk tidak melakukan represi terhadap media, tetapi juga berkewajiban menciptakan ekosistem yang kondusif bagi kebebasan pers. Ini termasuk menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis, menolak kriminalisasi lewat pasal karet seperti UU ITE, serta memastikan regulasi teknologi seperti AI tidak dimanfaatkan untuk menyensor atau memanipulasi informasi publik.
Masyarakat sipil pun memiliki tanggung jawab besar. Literasi media harus menjadi bagian integral dalam pendidikan agar masyarakat dapat membedakan mana informasi yang valid dan mana yang manipulatif. Dukungan publik terhadap jurnalisme independen dan berkualitas sangat dibutuhkan agar media tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.
Harapan di Tengah Ketidakpastian: Hari Pers Sedunia 2025 bukan sekadar seremoni. Ini adalah panggilan moral bagi kita semua—jurnalis, pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat umum—untuk menjaga nyala api kebebasan pers di tengah dunia yang kian kompleks. Kita perlu memanfaatkan teknologi secara bijak, mendukung media yang bertanggung jawab, dan melindungi para jurnalis yang menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran.
Dalam dunia yang dibanjiri informasi, kebenaran menjadi komoditas langka. Maka, lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan pers yang bebas, profesional, dan berani. Karena hanya dengan itulah demokrasi bisa bertahan, dan masyarakat bisa tumbuh dalam terang pengetahuan.
Selamat Hari Pers Sedunia 2025. Mari kita jaga suara kebenaran tetap hidup.