Oleh: Sahrina Rahmadani H. Kadir
Mahasiswi Program Studi Manajemen, Universitas Khairun
Kota Ternate, sebagai pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan di Provinsi Maluku Utara, kini menghadapi tantangan besar yang mengancam stabilitas sosial dan ekonomi: meningkatnya angka pengangguran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Ternate pada tahun 2023 mencapai 6,62%, naik dari 5,77% di tahun sebelumnya. Angka ini bukan hanya menjadi alarm bagi Kota Ternate, tapi juga menjadikannya sebagai wilayah dengan pengangguran tertinggi di Maluku Utara.
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa berbagai program ketenagakerjaan yang dicanangkan pemerintah daerah belum menunjukkan hasil signifikan. Anggota DPRD Kota Ternate, Farijal S. Teng, bahkan menegaskan bahwa masalah ini tidak cukup diselesaikan hanya dengan membuka lapangan kerja. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif seperti pelatihan keterampilan, penguatan UMKM, dan pendidikan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini.
Lebih mengkhawatirkan lagi, data menunjukkan tren penurunan jumlah angkatan kerja dan penduduk bekerja di Ternate dalam tiga tahun terakhir. Dari 111.880 pekerja pada tahun 2022, angka ini turun menjadi 95.287 pada 2023. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja menurun dari 104.690 orang di tahun 2021 menjadi hanya 88.983 di tahun 2023. Di tengah jumlah penduduk sekitar 204 ribu jiwa, dengan 67,32% di antaranya berada dalam usia produktif, penurunan ini menunjukkan adanya ketidakefisienan dalam sistem ketenagakerjaan kota.
Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, mengakui bahwa meskipun ekonomi Ternate tumbuh sebesar 5% pada 2023, hal itu belum cukup menekan angka pengangguran. Ia menyebut bahwa pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, minimnya peluang kerja, dan rendahnya produktivitas menjadi faktor utama. Oleh karena itu, pemerintah mendorong kolaborasi dengan sektor swasta dan mengembangkan program padat karya di sektor-sektor strategis seperti konstruksi, pertanian, pariwisata, dan lingkungan hidup.
Gagasan padat karya di tingkat kelurahan, sebagaimana disampaikan oleh Farijal, adalah langkah yang tepat jika dijalankan secara konsisten dan menyeluruh. Pendekatan ini tidak hanya membuka peluang kerja langsung bagi masyarakat, tetapi juga meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan.
Ternate memiliki potensi besar untuk berkembang—baik dari sisi sumber daya manusia, UMKM, pariwisata, maupun letak geografis yang strategis. Namun, potensi ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan kebijakan pengelolaan tenaga kerja yang efisien dan berkeadilan.
Pengangguran bukan sekadar isu ekonomi. Ia berdampak pada kestabilan sosial, meningkatnya kemiskinan, hingga tekanan psikologis bagi masyarakat. Oleh karena itu, upaya penanggulangan pengangguran harus berbasis data, menyeluruh, dan berkelanjutan. Tidak ada jalan pintas. Diperlukan komitmen nyata dari seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, swasta, hingga komunitas lokal.
Saatnya Ternate bangkit, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam menciptakan masyarakat yang produktif, sejahtera, dan memiliki daya saing tinggi. Kota ini memiliki semua modal untuk maju—yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian dan konsistensi untuk bertindak nyata.









