Posttimuur.com–Mahasiswa dan Rakyat yang mengatasnamakan Aliansi Tolak UU TNI kini gelar Dialog Publik dengan tajuk “UU TNI : Ancaman Bagi Demokrasi Dan HAM”
Diskusi yang berlangsung di gedung NBCL Kota Ternate, Kelurahan Sasa kini bertujuan menciptakan nuansa kesadaran politik bagi mahasiswa dan masyarakat untuk tetap menantang militer, Jumat (21/03/025)
Narasumber pertama Abdul Ketua Kota Pembebasan Ternate, menyebut dalam penjelasan bahwa militer atau masalah dasar dari disahkannya UU TNI ini cenderung tak terlepas dari misi sejarah yang sudah lama terbangun.
“Tahun 1948 sampai 1966-65 adalah catatan sejarah yang tak terlupakan bahwa sejumlah militer telah menumpas, membunuh ribuan nyawa yang tak berdosa, belum lagi di tahun 1998 orde baru membuktikan kejahatannya aktivis HAM Serta masyarakat bahkan mahasiswa telah di intimidasi oleh militerisme” Ungkap Abdul dalam Dialog
“Selain itu, Jero Narasumber yang berlatar belakang Hukum ia menyampaikan bahwa dalam penetapan dan putusan ini hendak bermasalah karena tidak sesuai dengan mekanisme hukum, dengan maksud mestinya harus ada sosialisasi Publik bahkan harus diakses oleh seluruh kalangan tapi ini tidak dilakukan, bahkan secara tertutup pembahasanya” Ujar Jero
UU TNI ini tentu cacat hukum karena tugas militer bukan kerana sipil melainkan dia harus ke barak atau menjaga perbatasan.
Apapun ungkapan Narasumber ketiga Ira, bahwa militer sebetulnya mengancam aktivitas seluruh rakyat serta memperlambat demokrasi dan yang lebih parah adalah memukul mundur gerakan rakyat.
“Bahkan perempuan pun menjadi korban ketika militer mengambil alih seluruh badan sipil, sebab dalam sejarah keterlibatan militer terbukti mengintimidasi perempuan bahkan melakukan aksi bejat yakni memperkosa dan membunuh”. Ujar ira.
Demikian, di penghujung diskusi aliansi Tolak UU TNI, kerap menyuarakan solidaritas untuk teman-teman jurnalis
Tempo yang belum lama ini sekira 19 Maret 2025 sempat mengalami teror atau ancaman serius dimana telah dikirimnya kepala babi ke kantor Tempo.
“Kami menilai ini sebagai bentuk teror Negara kepada jurnalis hingga kami mengecam tindakan itu sebagai bentuk membelejeti kekuasan yang menindas.”(*)
Reporter : Ajim Umar