Oleh: Juan Brian Junior Sumampouw
Mahasiswa Universitas Khairun Ternate, Prodi Manajemen
Maluku Utara, sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, memiliki struktur sosial dan ekonomi yang unik. Dinamika perubahan zaman, arus globalisasi, serta perkembangan teknologi telah membentuk pola konsumsi masyarakat di wilayah ini. Salah satu fenomena menarik yang layak dicermati adalah perbedaan pola pengeluaran konsumsi antara generasi muda dan generasi tua. Memahami perbedaan ini penting, bukan hanya untuk kepentingan analisis sosial-ekonomi, tetapi juga untuk merumuskan kebijakan pembangunan daerah yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pola Konsumsi Generasi Muda
Generasi muda Maluku Utara, yang berada dalam rentang usia 17–35 tahun, menunjukkan kecenderungan konsumsi yang lebih dinamis dan berorientasi pada gaya hidup modern. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara tahun 2023, proporsi pengeluaran rumah tangga generasi muda lebih banyak diarahkan pada sektor-sektor berikut:
Teknologi dan Komunikasi: Smartphone, laptop, paket data internet, dan gadget lainnya menjadi kebutuhan utama.
Hiburan dan Rekreasi: Peningkatan konsumsi layanan streaming musik, video, serta aktivitas nongkrong di kafe.
Fashion dan Kosmetik: Belanja pakaian bermerek, kosmetik, dan aksesoris, terutama di kawasan perkotaan seperti Ternate dan Tidore.
Transportasi: Meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi dan layanan transportasi daring.
Pendidikan Tambahan: Investasi pada kursus online, sertifikasi keterampilan, dan bimbingan belajar untuk meningkatkan daya saing.
Kecenderungan ini memperlihatkan bahwa generasi muda mengalokasikan lebih banyak pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier, seiring dengan meningkatnya paparan budaya global dan akses ke teknologi digital.
Pola Konsumsi Generasi Tua
Berbeda dengan generasi muda, generasi tua (50 tahun ke atas) di Maluku Utara mempertahankan pola konsumsi yang lebih konservatif dan berorientasi pada kebutuhan dasar. Menurut laporan BPS Maluku Utara, kelompok usia ini membelanjakan pendapatannya untuk:
Kebutuhan Pokok: Pangan, sandang dasar, dan energi rumah tangga.
Kesehatan: Pembelian obat-obatan tradisional dan modern, pemeriksaan kesehatan, serta biaya rawat jalan.
Perbaikan Rumah: Renovasi tempat tinggal dan pembelian perlengkapan rumah tangga sederhana.
Aktivitas Sosial dan Keagamaan: Dana untuk acara adat, pesta keluarga, sumbangan sosial, dan kegiatan keagamaan seperti tahlilan serta perayaan lokal.
Prinsip hemat, prioritas terhadap kebutuhan keluarga, serta nilai-nilai sosial dan budaya menjadi pertimbangan utama dalam pola konsumsi generasi ini.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Konsumsi
Beberapa faktor utama yang memperkuat perbedaan pola konsumsi antara generasi muda dan tua di Maluku Utara antara lain:
1. Pendapatan dan Sumber Mata Pencaharian: Generasi muda lebih adaptif terhadap sektor informal baru seperti usaha daring, startup lokal, dan kerja lepas berbasis digital. Sedangkan generasi tua masih bergantung pada sektor tradisional seperti pertanian, perikanan, atau mengandalkan pensiunan.
2. Pengaruh Teknologi dan Globalisasi: Generasi muda, yang tumbuh dalam era teknologi informasi, mengubah pola konsumsinya menjadi lebih cepat, berbasis pengalaman, dan mengikuti tren global. Sebaliknya, generasi tua mempertahankan konsumsi yang berbasis kebutuhan dasar dan nilai tradisi lokal.
3. Nilai Budaya dan Sosial: Generasi tua masih sangat dipengaruhi norma kolektif dan adat istiadat dalam pola konsumsi, sementara generasi muda lebih individualistik dan pragmatis.
4. Prioritas Kehidupan: Bagi generasi tua, stabilitas keluarga, kesehatan, dan hubungan sosial menjadi prioritas. Sedangkan generasi muda lebih berfokus pada pengalaman pribadi, pengembangan diri, dan peningkatan status sosial melalui konsumsi.
Data Terbaru tentang Konsumsi di Maluku Utara
Menurut rilis BPS Maluku Utara (Februari 2025), rata-rata pengeluaran per kapita di provinsi ini mencapai Rp1.365.000 per bulan. Komposisinya:
- Pengeluaran untuk makanan: 53,2%
- Pengeluaran non-makanan (transportasi, pendidikan, kesehatan, rekreasi): 46,8%
Khusus generasi muda, proporsi pengeluaran untuk kategori non-makanan mencapai 58%, jauh lebih tinggi dibandingkan generasi tua yang hanya 39%. Ini mempertegas bahwa pola konsumsi generasi muda lebih beragam dan tidak hanya terpusat pada pemenuhan kebutuhan pokok.
Selain itu, data Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa penduduk usia muda (17–35 tahun) di Maluku Utara mencapai 42% dari total penduduk. Ini menjadi potensi ekonomi besar yang perlu dikelola dengan baik.
Implikasi terhadap Ekonomi Lokal
Perbedaan pola konsumsi ini membawa dua dampak utama bagi perekonomian Maluku Utara:
Tumbuhnya Sektor Baru: Industri jasa kreatif, UMKM berbasis digital, bisnis kuliner modern, dan transportasi daring semakin berkembang, didorong oleh permintaan generasi muda.
Kebutuhan Stabilitas Tradisional: Sektor pertanian, kesehatan dasar, dan layanan sosial tetap penting, menjaga stabilitas ekonomi tradisional.
Kondisi ini menuntut perancang kebijakan untuk membangun program pembangunan ekonomi yang seimbang, mendukung inovasi teknologi tanpa mengabaikan penguatan sektor tradisional.
Menurut saya, memahami perbedaan konsumsi antara generasi muda dan tua bukan sekadar persoalan angka statistik, melainkan memahami arah perubahan sosial dan ekonomi Maluku Utara ke depan. Generasi muda, dengan adaptasi tinggi terhadap teknologi dan budaya global, membawa harapan besar bagi pertumbuhan ekonomi yang progresif. Namun, generasi tua tetap menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas budaya dan ekonomi tradisional.
Keseimbangan antara inovasi dan pelestarian budaya harus menjadi kunci strategi pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga masyarakat luas perlu membangun strategi ekonomi yang inklusif, yang menghargai tradisi sambil membuka ruang bagi modernitas. Dengan demikian, Maluku Utara dapat melangkah maju sebagai provinsi modern tanpa kehilangan akar budayanya.