Menatap Masa Depan Perikanan Indonesia dengan Pengelolaan Berkelanjutan

Opini687 Dilihat

Oleh: Sindi Jufri
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Khairun Ternate

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan potensi sumber daya laut yang melimpah, khususnya dari sektor perikanan. Laut bukan hanya urat nadi perekonomian masyarakat pesisir, tetapi juga tumpuan ketahanan pangan nasional dan sumber devisa negara. Sayangnya, potensi besar ini belum sepenuhnya dikelola secara bijak dan berkelanjutan. Praktik penangkapan ikan yang berlebihan, kerusakan ekosistem laut, serta ketimpangan akses nelayan kecil terhadap sumber daya masih menjadi masalah nyata yang harus segera diatasi.

Salah satu wilayah yang memiliki potensi perikanan besar namun masih menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber dayanya adalah Provinsi Maluku Utara. Dengan karakteristik kepulauan dan kekayaan laut yang melimpah, Maluku Utara seharusnya bisa menjadi contoh sukses pembangunan berbasis kelautan. Namun, realitasnya masih jauh dari harapan. Keterbatasan infrastruktur, konektivitas antarpulau yang rendah, serta kurangnya sinergi lintas sektor membuat potensi tersebut belum optimal dimanfaatkan.

Permasalahan dalam sektor perikanan nasional juga cukup kompleks. Overfishing atau penangkapan ikan berlebihan telah menyebabkan penurunan stok ikan utama, seperti tongkol dan cakalang. Praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing masih marak terjadi dan merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Selain itu, kerusakan ekosistem laut akibat penangkapan destruktif dan alih fungsi lahan mengancam keberlangsungan habitat ikan. Di tengah tantangan tersebut, nelayan kecil justru berada dalam posisi yang rentan karena keterbatasan modal, teknologi, dan akses pasar. Tak hanya itu, perubahan iklim turut memperparah situasi dengan mengganggu pola migrasi ikan dan mengurangi produktivitas tangkapan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, strategi pengelolaan perikanan berkelanjutan perlu diarusutamakan. Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah zonasi dan penetapan kuota lestari berdasarkan data ilmiah. Kawasan konservasi laut (Marine Protected Areas) perlu diperluas dan dijaga secara konsisten. Pemerintah juga dapat mengimplementasikan sistem hak akses seperti Hak Pengelolaan Perikanan (HPP) kepada komunitas lokal agar masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap sumber daya laut mereka. Teknologi pun harus dimanfaatkan secara maksimal, seperti penggunaan VMS (Vessel Monitoring System), e-logbook, dan drone laut untuk pengawasan aktivitas perikanan. Selain itu, pengembangan budidaya ramah lingkungan (akuakultur berkelanjutan) harus terus didorong guna mengurangi tekanan terhadap stok ikan di laut.

Pembangunan perikanan tidak bisa dilepaskan dari aspek tata ruang dan perencanaan wilayah, terutama di daerah kepulauan seperti Maluku Utara. Perencanaan wilayah harus mampu menjawab tantangan geografis dan sosial ekonomi, seperti kesenjangan antarwilayah, kerentanan terhadap bencana, dan minimnya akses layanan dasar. Perencanaan juga harus mengintegrasikan pembangunan fisik dengan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Baca Juga:

Pengangguran: Bukan Sekadar Angka, Tapi Cerita Tentang Harapan yang Tertunda

Membangun Maluku Utara Melalui Perencanaan Wilayah yang Berkeadilan dan Berkelanjutan

Langkah ke depan harus diarahkan pada penguatan koordinasi lintas sektor, peningkatan kapasitas sumber daya manusia daerah, serta pelibatan aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi dalam merumuskan kebijakan kelautan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga menjamin keberlanjutan sumber daya bagi generasi mendatang.

Indonesia dihadapkan pada pilihan penting: terus mengeksploitasi laut hingga habis, atau mulai mengelola laut secara bijak dan berkelanjutan. Kita tentu memilih jalan kedua. Sebab, masa depan perikanan Indonesia sangat bergantung pada tindakan kita hari ini dalam menjaga laut sebagai sumber kehidupan, bukan sekadar sumber keuntungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *