Tantangan Ketenagakerjaan di Ternate di Tengah Kenaikan TPAK

Opini402 Dilihat

Oleh: Diki Wahyudin
Mahasiswa Program Studi Manajemen, Universitas Khairun Ternate

Ternate, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara, kembali menjadi sorotan lewat rilis data ketenagakerjaan terbaru dari BPS pada Februari 2025. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menembus angka 68,99 persen menjadi kabar menggembirakan. Ini mencerminkan bahwa semakin banyak masyarakat usia produktif yang masuk dalam pasar kerja, baik mereka yang telah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan.

Namun, di balik peningkatan partisipasi tersebut, terdapat ironi yang perlu menjadi perhatian serius: tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami kenaikan, meski tipis, dari 4,16 persen menjadi 4,26 persen. Angka ini seolah menjadi pengingat bahwa terserapnya tenaga kerja belum sebanding dengan jumlah pencari kerja yang terus bertambah.

Kenaikan jumlah angkatan kerja sebesar 23,2 ribu orang—dari 669,9 ribu menjadi 693,1 ribu—tidak seluruhnya diimbangi oleh perluasan lapangan kerja yang memadai. Meskipun jumlah penduduk yang bekerja naik dari 642 ribu menjadi 663,6 ribu, masih ada selisih yang menyebabkan peningkatan angka pengangguran.

Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah dominasi sektor informal yang mencapai 61,08 persen dari total tenaga kerja. Artinya, mayoritas pekerja di Ternate belum mendapatkan jaminan perlindungan kerja dan jaminan sosial yang memadai. Sektor informal yang lekat dengan ketidakpastian penghasilan, minimnya akses pelatihan, serta ketiadaan jaminan sosial, merupakan potret ketimpangan struktural dalam pasar tenaga kerja kita.

Baca Juga:

Perencanaan Wilayah Maluku Utara: Antara Peluang Strategis dan Realitas Ketimpangan

Perkembangan Sektor Pertanian Di Provinsi Maluku Utara

Sementara itu, sektor industri pengolahan mencatatkan diri sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, dengan kontribusi 24,66 persen. Ini menunjukkan adanya pergeseran dari sektor primer ke sektor sekunder yang menuntut kesiapan tenaga kerja dengan keahlian yang lebih spesifik. Namun, apakah sistem pendidikan dan pelatihan vokasi kita sudah cukup responsif terhadap perubahan ini?

Situasi ini menuntut respons kebijakan yang lebih strategis dan terarah. Pemerintah daerah harus fokus pada penciptaan lapangan kerja formal, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, dan perlindungan bagi pekerja informal. Tanpa intervensi yang konkret, angka pengangguran mungkin akan terus naik meskipun partisipasi kerja meningkat.

Lebih dari sekadar angka, data ketenagakerjaan ini adalah cerminan realitas sosial yang dihadapi masyarakat Ternate. Maka, perlu ada langkah kolaboratif antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan untuk menjawab tantangan ini secara menyeluruh. Kenaikan TPAK memang patut diapresiasi, tetapi peningkatan pengangguran dan dominasi sektor informal adalah alarm yang tak boleh diabaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *