Catatan Singkat Anak Petani Patani Untuk Rezim Halteng

Opini151 Dilihat

Oleh : Awan Malaka

(Penulis Adalah Camerad SAMURAI Maluku Utara)

Masyarakat Patani dan khsusunya Patani Timur dari dulu hingga sekarang sudah sejahtera secara ekonomi Karena selain Potensi laut, ada pala, cengkih dan kelapa.

Warga Patani yang mengandalkan tiga sumber ekonomi sebagai kebutuhan sehari itu nyatanya merupakan komoditi Nasional bahkan Internasional, bukan lokal.

Selain itu, ada juga komoditas lainya yang menjadi makanan pokok, seperti pohon sagu, buah pisang, kasbi (ubi-ubi), sayur-sayuran dan lain sebagainya. Komoditas ini masyarakat Patani dengan sendirinya merawat secara  mandiri mulai dari dulu hingga sekarang (turun temurun).

Berkenaan dengan segala sumber bumi, baik seisi dari tanah dan laut atau apa yang sudah di sediakan oleh sang kuasa serta para tetua terdahulu yang telah berikan jejak-jejak dalam literatur sejarah, tentu merupakan satu kenikmatan yang mesti dijaga, dirawat, dan di pertahankan tanpa digadaikan.

Sebagai masyarakat yang produktif di wilayah Patani dan khsusunya Patani Timur, sangat penting untuk diketahui bahwa wilayah kita belum ada sentuhan massal dari investasi apapun, apalagi pertambangan.

Dalam perkembangan dunia, khususnya di negara Indonesia telah mengalami peningkatan investasi asing, di antaranya adalah pertambangan massal yang sangat mencuat di segala pori-pori kehidupan kaum petani dan nelayan.

Tak heran, kiblat ekonomi Indonesia mengarah ke Republik Cina yang kental kapitalistik (watak pemodal).

Akhirnya, Pemerintah Indonesia membuka ruang para pemodal untuk mengkapitalisasikan seluruh sektor kehidupan rakyat Indonesia, dengan kata lain, Pemerintah Indonesia dan Investor sengaja untuk mematerialkan cara berpikir kita (paradigma). Tidak hanya mempengaruhi pikiran kita, melainkan, juga memicu dampak-dampak negatif terhadap lingkungan kita yang nyaris tak dapat di atasi.

“Sederhananya, apabila perusahan masuk ke wilayah kita maka yang dapat dipikirkan adalah kekayaan. Kalau sudah berpikir demikian, maka yang ada adalah mengutamakan hal-hal yang berbasis material. Kalau sudah utamakan material untuk hidup mewah, maka tentu segala hal adalah pertambangan (Perusahan) dengan pendapatan di angka jutaan”.

Lebih parahnya, sebagai pribumi yang bekerja (buruh) di setiap perusahaan tidak memiliki upah yang layak sesuai waktu kerja. Ini problem fundamental yang harusnya di sikapi serius.

Sangat muda Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengocak acik masyarakatnya untuk kepentingan mereka bersama kaum pemodal.  Omnibus Law salah satunya.

Kembali pada masyarakat Patani, khususnya Patani Timur, Halmahera Tengah, bahwa tak seberapa sumber ekonomi kita di gantikan dengan berbagai investasi asing. Kita lebih beruntung karena Hutan Patani belum ada eksploitasi massal, baik penghisapan tanah, kerusakan Hutan, cemaran sungai (sedimentasi) serta dampak-dampak lainya.

Untuk itu dalam memanfaatkan sumber ekonomi di wilayah kita agar terus sejahtera, maka pemerintah harusnya mengambil kebijakan berdasarkan dengan potensi wilayah di masing-masing tempat.

Contoh, masyarakat desa sakam Patani Timur yang menomor satukan buah kelapa, yang kerap diproduksi jadi kopra, minyak goreng, minyak urut, dll. Desa lainya, seperti Peniti, masure serta beberapa desa di patani timur dan wilayah sekitarnya yang sampai sekarang Pala, Cengkih dan kelapa masi menjadi andalan sepanjang hidup bagi masyarakat.

Olehnya, Pemerintahan Daerah harus mengembangkan ini sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. Karena di lain sisi ini tidak terlepas dari Visi/misi Elang-Rahim yang konon membangun pembangunan Halteng berbasis Fagogoru.

Fagogoru tidak bisa di ikut sertakan dalam kepentingan Individu, kelompok, dan atau kepentingan pemerintah, DPR dan kaum pemodal. Jadi stop kebijakan untuk kepentingan rezim yang mengatasnamakan Fagogoru.

Politisasi dan kapitaslisasi falsafah Fagogoru merupakan proyek kurang ngajar yang baru pertama kali terjadi pada rezim hari ini.

“Tidak ada sejarah Investasi yang mensejahterakan rakyat Indonesia kelas bawah, kecuali segelintir orang yang rakus kelas kakap. Jadi sejarah investasi (pertambangan) adalah sejarah kehancuran dan penderitaan massa rakyat”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *