PB FORMALUT Desak DPR RI, Sahkan RUU Kepulauan Dan RUU Masyarakat Adat

Berita, Nasional341 Dilihat

TIMURPOST.com, JAKARTA – Sekretariat Jenderal DPR RI mengumumkan akan melaksanakan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama MPR/DPR/DPD RI dan Rapat Paripurna DPR RI, tentang RAPBN 2023 pada Selasa, 16 Agustus 2022.

Kesempatan ini menjadi momentum yang baik untuk disahkannya sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memiliki urgensitas, untuk segera menjadi Undang-Undang. Salah satu diantaranya adalah RUU Kepulauan dan RUU Masyarakat Adat yang telah masuk dalam daftar 40 RUU Program Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas), tanpa mengeyampingkan urgensitas RUU lainya.

Desakan ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT), Hamdan Halil, kepada media ini mengatakan, “Sudah saatnya Wakil Rakyat di Senayan menunjukan sikap kenegarawanannya di tengah ketidakpastian kebijakan nasional yang belum menunjukan keberpihakan keadilan pembangunan masyarakat daerah dan karasteristik wilayah kenusantaraan kita,” Ungkapnya Hamdan. Selasa, (16/08/2022).

Baca juga:

Lanjut kata Hamdan, sikap itu dapat ditunjukan pada 16 Agustus 2022 ini sebagai kado istimewa 77 tahun Dirgahayu Kemerdekaan Negara Republik Indonesia (RI).

“Kita akan melihat adakah political will wakil rakyat kita di senayan memiliki kesamaan persepsi mengesahkan dua RUU ini yang sudah cukup lama usianya sejak diusulkan, namun tak kunjung disahkan meskipun RUU ini sangat ungen keberadaannya,” Tuturnya.

Aktivis Muda asal maluku Utara pun menjelaskan bahwa, urgensitas dua RUU ini sangat penting menjadi pertimbangan DPR dan Pemerintah. Urgensi RUU Kepulauan ini adalah memberikan akses legal kepada pemerintah dan masyarakat daerah, yakni dalam aspek pengelolaan wilayah dan konsekuensi logis penganggaran secara memadai, yang selama ini masih terkesan tersentralisasi oleh pemerintah pusat sebagai tafsir tunggal kebutuhan masyarakat daerah.

“Tentu sangat relevan didorong untuk menyongsong era ekonomi baru bangsa maritim di Kawasan pasifik, misalnya  Masyarakat daerah perlu mendapat penguatan melalui dukungan regulasi dan penganggaran yang memadai sebagai wujud afirmasi keadilan kebijakan nasional strategis dengan mengarus-utamakan masyarakat daerah sebagai pelaku pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis maritim dan agrarian kepulauan,” Ucap Hamdan.

Selain itu, menurut Hamdan Undang-Undang Kepulauan ini akan memberikan corak otonomi daerah yang dapat memberikan arah kebijakan pembangunan daerah yang tidak hanya berbasis pembangunan ekonomi eksraksi di darat, tetapi meneguhkan arah otonomi masa depan yang tidak sekadar semangat melimpahkan kewenangan kepada daerah, tetapi memberikan ruang yang adil dalam merumuskan kebijakan yang sesuai dengan karasteristik kewilayaan. Juga memberi batasan dan kewajaran kebijaksaan pembangunan nasional bahwa penghormatan masyarakat daerah perlu menjadi pertimbangan. Tidak selamanya daerah harus jadi ladang eksploitasi sumber daya alam dan upeti kekayan bagi elit-elit nasional.

Senada dengan itu, dalam kerangka penghormatan dan pemberdayaan kepada masyarakat daerah, salah satu RUU yang penting keberadaanya adalah RUU Masyarakat Adat. RUU Masyarakat Adat akan menjebatani ruang dialogis antara masyarakat adat dan pemerintah di tengah masifnya pengelolaan sumber daya alam, terutama wilayah adat yang masih dianggap tanah tak bertuan secara sepihak. Pengklaiman ini kerap membuat masyarakat adat tidak berdaya dihadapan kebijakan investasi akibat kekosongan hukum yang memberi akses legal pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Nusantara.

Ketidakpastian hak inilah berkonstribusi terhadap meningkatnya konflik sumber daya alam yang dari waktu ke waktu tak tertangani, malahan semakin meningkat. Sampai kapan masyarakat akan bertarung mempertahankan wilayah adat dan sumber-sumber penghidupannya bila negara masih melihat sebelah mata eksistensi masyarakat adat. Masyarakat Adat dan Wilayah Adat-lah basis pertahanan dan ketahanan Indonesia di masa mendatang.

“Dua RUU ini secara konstitusional dimaksudakan untuk memperkuat otonomi daerah. Hak menguasai oleh masyarakat sebagaimana dalam Pasal 18 B ayat (2) dan otonomi daerah dalam Pasal 18 ini harus dimaknai sudah saatnya masyarakat adat dan pemerintah daerah berdaulat dan berdaya diatas pengelolaan sumber daya alam yang berdimensi keadilan sosial. Termasuk dalam keadilan kebijakan dana bagi hasil, yakni ada perlakuan politik anggran yang proposional dan bermartabat,” Beber Hamdan.

Lanjut Hamdan untuk mendetailkan persoal tersebut, RUU Masyarakat Adat dan RUU Kepulauan adalah cerminan dan pertaruhan politik legislasi kenegarawanan Pemerintah, DPR dan DPD. Bila tidak disahkan, maka matinya kenegarawanan memang nyata dihadapan mata, menambah kedaruratan deretan produk hukum lain yang minim keberpihakan kepada rakyat serupa UU Cipta Kerja dan Peraturan perundangan kontroversial lainya.

“PB FORMMALUT dua tahun kedepan akan mengikhtiarkan kolaborasi progresif mahasiswa untuk keadilan pembangunan Maluku Utara, pada khususnya dan masyarakat daerah seluruh Indonesia. Salah satunya mendorong keberpihakan kebijakan melalui produk hukum, dua diantararanya RUU Kepulauan dan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang,” Tutup Ketua PB FORMALUT Hamdan Halil.

#tp/Ghun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar