Subaim: 20 Tahun tanpa Bakti Sosial

Maluku Utara424 Dilihat

Posttimur.com, Halmahera Timur. Sayup-sayup terdengar nyanyian lagu ciptaan Husein bin Salim bin Ahmad Al-Mutahar biasa dikenal Husein Mutahar; 17 Agustus tahun 45. Itu lah hari kemerdekaan kita, hampir memenuhi alam pikiran semesta manusia, bila anda berada di Indonesia.  Euforia kemerdekaan tersebar ke pelosok negeri. Tak hanya di kota, desa-desa terpencil, warga juga turut merayakan hari kebahagiaan tersebut. Senang karena bisa keluar dari sistem penjajahan kolonialisme Eropa dan Fasisme Jepang. Sebagai penghormatan atas dedikasi atau jerih payah pejuang terdahulu, melawan penjajah; dengan keringat dan darah. Sampai sekarang ini, rakyat Indonesia memperingati “17 Agustus” sebagai tanda pengingat bahwa merebut kemerdekaan di tangan penjajah bukan hal yang muskil terjadi. Ia berhasil diraih bila anda memiliki keyakinan, mental baja, dan ide-ide progresif.

Sekarang negeri ini (Indonesia) sudah berusia 79 tahun. Sehari sebelum tulisan ini dibuat, perayaan 17 Agustus 2024, penuh dengan berbagai kegiatan. Misalnya upacara pengibaran dan penurunan bendera merah putih, perlombaan gerak jalan, lomba joget poco-poco, dan lain-lain. 

Namun berbeda dengan desa Subaim, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Jufri Gajal sebagai kepala desa, memaknai perayaan kemerdekaan tersebut sebagai aksi sadar ekologi (lingkungan) dan pelestarian adat.  Ia bersama-sama dengan pemuda/i menyusun skema kerja bakti sosial tersebut dalam bentuk lomba; 

Untuk memberikan kesadaran perihal kebersihan lingkungan dan pelestarian adat, maka, kami mengadakan sebuah lomba, yang selanjutnya dengan harapan lingkungan itu bersih dan melestarikan budaya orang Subaim.

Selain itu, tujuan dari aksi ini adalah kembali meningkatkan kesadaran kerja sosial antar sesama warga Subaim. Karena bagi KADES sendiri bahwa warga tidak boleh berpikir individualistik. Warga harus saling membantu antar sesama tanpa melihat siapa dia, dari mana ia berasal, dan apa agamanya. Semua adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Foto: Kades Subaim, Jufri Gajal sedang berada di lokasi bakti sosial

 

Ia berupaya kembali meningkatkan kesadaran sosial warga. Baginya kesadaran dan kerja sosial itu mulai terkikis, hal itu disebabkan karena mungkin kurang dari 20 tahun ini tidak melakukan kerja sama, berupa bakti sosial;

Karena desa Subaim mungkin kurang lebih 20 tahun bolong melakukan kerja bakti sosial. Selama ini rasanya kerja sosial itu so trada ada di torang, kalau pun ada pembersihan sifatnya hanya per individu. Masing-masing warga kase bersih dorang pe lingkungan sendiri-sendiri. Kalau seperti itu, tra ada kerja sosial di situ.

Baginya bakti sekedar bakti mungkin saja ada, tapi tidak seperti sekarang sampai membuatkan lomba. Ini sangat luar biasa antusias dari masyarakat. Misalnya pemuda, mereka terlibat dari berbagai hal. Salah satunya adalah mau melibatkan diri sebagai panitia dari agenda ini. Selanjutnya mereka juga membuat lomba. Seperti lomba baca puisi, cakalele, lala dan lain-lain. Mereka juga berkolaborasi dengan mahasiswa KUBERMAS dari Universitas Khairun Ternate.  Selain itu, seluruh staf desa juga memiliki berkontribusi terhadap pembersihan lingkungan. Tutur KADES Subaim alias Jufri, laki-laki bertubuh pendek, unik, mudah senyum, humoris,  dan  sering memakai  topi koboi saat bertugas itu. 

Foto: Rapat Pemuda/i Subaim dan Mahasiswa KUBERMAS UNKHAIR Ternate

 

Jufri Gajal baru saja bertugas delapan bulan di desa Subaim. Ia adalah salah satu kepala desa yang ditugaskan sementara waktu, atau sering dikenal dengan PLT (Pelaksana Tugas).

Selanjutnya memimpin Subaim, yang memiliki 2 RW dan 8 RT. Dimana desa Subaim sendiri berada di kecamatan Wasile.  Dengan total jumlah penduduk 1.470 jiwa. 

Masyarakat sangat antusias, dimana bukan hanya laki-laki yang melakukan kerja bakti. Namun juga ada perempuan, dari yang muda hingga tua. Para perempuan-perempuan ini, bagi mereka, bukan karena ingin mendapatkan juara atau hadiah. Mereka merasa puas dengan hasil yang mereka dapatkan, yaitu arti penting kerja sama dan lingkungan desa yang bersih. 

Seperti kata mama Asyah, “torang tra butuh juara dan hadiah. Torang yang penting adalah rasa gotong royong harus selalu ada dan lingkungan itu tetap bersih. Itu torang so rasa puas. Deng torang pe hasil kerja”

Foto: Mama-mama Subaim membersihkan saluran got

 

Perempuan (baik yang muda dan tua/mama-mama) turut mengangkat kayu untuk pembuatan pagar, memotong rumput, menyapu jalan, bersih got, cat pagar, menanam bunga, membuat bunga, membuang dan membakar sampah. Itu dilakukan sejak tanggal 6 Agustus 2024.  Hal menarik lainnya adalah warga juga mengumpulkan uang untuk membeli kebutuhan bakti sosial. Sebuah kesadaran kolektif yang mungkin sulit kita temui dalam tatanan masyarakat industri perkotaan.

Ketua panitia, Resti Sriningsi Baluari, memberikan gambaran mengenai perlombaan yang bertepatan dengan merayakan hari kemerdekaan. Menyatukan pemuda/i desa Subaim. Lomba yang dilakukan; tarian daerah (Lalayon dan Cakalele), puisi, pidato, solois, dan kebersihan lingkungan. “Misalnya mata lomba kebersihan lingkungan, itu tujuannya agar torang jaga lingkungan supaya tetap bersih. Kemudian puisi dan pidato itu kan untuk meningkatkan bakat dan minat torang pea de-ade. Sementara tarian lebih tentang adat harus seperti apa dan bagaimana dorang mempertahankan budaya torang ke depan.”, tutur Resti.

Foto: Anak-anak, Perempuan, dan Laki-laki sama-sama melakukan pembersihan jalan

 

Mei, sekertaris panitia, juga menjelaskan bahwa tradisi gotong royong perlu dilakukan. Selain itu penting untuk melestarikan adat. “ade-ade dorang ini masih kecil. Mereka butuh belajar mengenai apa dan bagaimana dorang jaga lingkungan yang sehat dan adat istiadat. Karena ke depan nanti yang akan melanjutkan hidup adalah dorang ini.” 

Foto: Perempuan dan Laki-laki mengangkut bahan pembuatan pagar

 

Bagi Mei, lingkungan harus terus dijaga agar tetap bersih. Tidak harus ada perlombaan atau memperingati hari bersejarah baru melakukan pembersihan lingkungan. Tapi Hal itu harus di praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa lingkungan sangat berhubungan erat dengan perempuan, “Jangan tunggu ada lomba antar RT atau perayaan 17 Agustus baru baru bersih-bersih. Itu harus torang lakukan setiap saat. Bahkan di dalam rumah pribadi sekalipun. Lingkungan itu sangat penting bagi manusia terutama perempuan”. 

Selain itu, seingat Mei sendiri bahwa bakti sosial seperti ini memang jarang terjadi. Memang pernah ada 2006 dan 2023 tapi itu karena ada mahasiswa yang turun Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mereka yang membuat program dan kami hanya berpartisipasi. Itu yang menjadi pembeda, bahwa bakti sosial yang sekarang kami lakukan ialah murni dari gagasan pemuda dan pemudi desa Subaim. Kebetulan ada mahasiswa yang melakukan KUBERMAS, maka, kami mengajak mereka untuk berkolaborasi. 

Mama Hadijah, salah satu warga Subaim RT 4. Tentang anak-anak yang mengikuti perlombaan pembacaan pidato dan puisi ialah untuk meningkatkan kemampuan dan mental anak sejak dini sehingga mudah bersosialisasi. “Misalnya lomba pidato, itu didik dorang pe mental. Biar torang pe ana-ana lebih barani. Biasanya dorang itu pangmalu to. Jadi harus didik sedari awal. Biar dikemudian hari dorang lebih mudah bacarita”, menjelaskan sembari senyum. Karena merasa bangga perubahan yang sedang terjadi di desa.

Foto: Pembuatan Pagar

 

Merespon mengenai dengan hadiah dari perlombaan ini, kepala desa Subaim, Jufri Gajal mengatakan bahwa sebenarnya perlombaan ini tidak ada anggaran khusus dari desa. Hanya saja, pemerintah desa melibatkan bermacam pihak  untuk terlibat dalam pemberian hadiah. Untuk memberikan apresiasi terhadap semua warga di masing-masing RT. Semua RT akan mendapatkan penghargaan berupa uang tunai walaupun tidak mendapatkan juara.  Hal ini dilakukan agar warga merasa apa yang telah dikerjakan beberapa waktu lalu ada bentuk penghormatan. Jadi, bukan besar nominal uang yang harus dilihat tapi bentuk kerja sosial antar warga yang menjadi catatan penting dari kegiatan ini.

Selain itu KADES Subaim juga memberi pesan terhadap masyarakat, “bahwa janganlah mengejar sebuah kemenangan, tapi melihat bahwa kebersihan itu bagian dari kesehatan. Jika sehat atau bersih, maka insya Allah, Allah atau Tuhan menjaga kita sebagai desa yang baik. Sesungguhnya kemenangan itu hanya sebuah kesempatan saja, lalu tidak mendapatkan juara itu bukan berarti kalah namun sebuah peluang yang tertunda. Dan, ini adalah langkah awal untuk melangkah lebih maju. Semoga ke depan kita melangkah satu tingkat dari yang sekarang ini kita lakukan”. 

Sampai tulisan ini dipublikasi, warga Subaim masih melakukan bakti sosial. Sepertinya sedang merindukan bakti Sosial. Bila rakyat berkehendak untuk bertindak, tidak ada tempat bagi kata “mustahil”.

*Ditemani secangkir kopi. Suara Jangkrik dan Katak mengiasi malam. Seolah memberi pesan kepada saya, bahwa keduanya sedang mengikuti lomba paduan suara untuk mendapatkan juara atau hadiah. Entah begitu?! Tak tahu. Atau Mungkin dengan begitu mereka berdua (Jangkrik-Katak), berada pada sisi kehidupan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Penulis : A.M. Nahdan.  0

1:20 WIT.

Editor: teluk

Reporter: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *