Ekonomi Kerakyatan: Jalan Tengah di Tengah Gejolak Pasar

Opini811 Dilihat

Oleh: Kartika Nur Aqila Ponengoh

Ketika pasar global tengah bergejolak, dan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami tekanan, kita dihadapkan pada satu pertanyaan mendasar: ke mana arah pembangunan ekonomi bangsa ini harus ditujukan? Dalam situasi ekonomi yang tidak pasti seperti sekarang, saya meyakini bahwa sudah saatnya kita kembali menghidupkan dan memperkuat sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat — Ekonomi Kerakyatan.

Ekonomi Kerakyatan bukanlah konsep baru. Sejak awal kemerdekaan, Bung Hatta telah meletakkan fondasi sistem ini, yang menempatkan rakyat sebagai aktor utama dalam kegiatan ekonomi. UMKM, koperasi, dan usaha berbasis komunitas bukan sekadar pelengkap dalam struktur ekonomi nasional, melainkan pondasi yang sesungguhnya menopang ketahanan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu. Sayangnya, dalam praktiknya, sistem ini sering kali kalah pamor dibandingkan dengan sistem ekonomi pasar yang bertumpu pada liberalisasi dan kekuatan modal besar.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,87% — angka terendah dalam tiga tahun terakhir. Ketegangan perdagangan global, potensi tarif ekspor dari AS, serta perlambatan konsumsi domestik memberi tekanan yang luar biasa terhadap perekonomian nasional. Di sisi lain, pasar saham Indonesia mengalami koreksi tajam, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru.

Namun di tengah badai tersebut, justru kita melihat betapa pentingnya membangun ekonomi yang mandiri, terbuka, dan berkelanjutan — prinsip-prinsip yang menjadi roh dari Ekonomi Kerakyatan. Mandiri, karena rakyat diberdayakan untuk mengelola sumber daya lokalnya sendiri. Terbuka, karena setiap orang punya kesempatan untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi tanpa hambatan akses. Dan berkelanjutan, karena orientasi ekonominya tidak semata mengejar profit jangka pendek, melainkan keseimbangan jangka panjang antar-generasi.

Ketika pemerintah menyiapkan paket stimulus berupa subsidi listrik, bantuan pangan, dan transfer tunai untuk mengatasi perlambatan konsumsi, kita melihat bahwa intervensi negara memang penting. Tetapi, bantuan ini haruslah dibarengi dengan strategi jangka panjang yang memperkuat struktur ekonomi dari bawah — yakni melalui pemberdayaan UMKM, pengembangan koperasi, dan investasi pada sektor-sektor produktif yang digerakkan oleh masyarakat sendiri.

Kita tidak bisa terus bergantung pada kebijakan pasar yang mudah terombang-ambing oleh dinamika global. Ekonomi pasar tentu memiliki manfaatnya, tetapi harus diimbangi dengan keberpihakan pada pelaku ekonomi kecil. Apalagi di tengah peluang baru seperti keanggotaan Indonesia dalam BRICS, dan potensi sektor hijau serta digital, kita memiliki momentum untuk mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif dan adil.

Sudah saatnya kita memandang Ekonomi Kerakyatan bukan sebagai alternatif, tapi sebagai fondasi utama dari sistem ekonomi nasional. Di tengah ketidakpastian, ekonomi yang berpijak pada rakyat adalah jawaban yang paling kokoh dan berjangka panjang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *