Foto : Pemuda Taliabu saat Berdiskusi
TIMURPOST.com, TALIABU — Semangat muda adalah kunci perubahan sebuah bangsa, berbagai revolusi di hampir seleuruh benua selalu ada cerita tentang bagaimana generasi terlibat aktif dalam pusarannya. Sejalan dengan kemerdekaan Indonesia yang tercatat dan selalu dikenang kembali setiap 28 Oktober.
Semangat perjuangan kaum muda melawan penjajah membuat belanda kocar-kacir dan akhirnya penjajah lanknat Belanda dan lainnya minggat dari tanah Nusantara, namun apakah hari ini semangat melawan penjajah masih ada ? Ataukah yang ada melawan watak anak negeri bermental penjajah?.
Sebenarnya fakta hari ini menggambarkan bahwa yang dominan adalah mereka sebagai anak negeri kini telah dan justru malah menjadi raja-raja kecil bermental penjajah feodal. Ini selaras dengan konfirmasi jurnalis Kami dengan salah satu tokoh pemuda Taliabu Saudara Basir.
Basir menuturkan “bahwa refleksi sumpah pemuda harusnya tidak hanya sebatas seremonial semata sehingga hanya menjadi romantisme sejarah, ia harus diresapi makna dan relefansinya dengan saat ini. Yang perlu diingat bahwa masih banyak PR kita untuk memperbaiki bangsa ini”. Terang lelaki yang juga salah satu pengurus besar pada OKP Taliabu tersebut
“Bagi kami yang juga generasi dan anak kampung Taliabu tentun berpikirnya adalah untuk membela hak-hak masyarakat dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat Taliabu pada umunya. Bukan malah menjadi penjilat yang tunduk terhadap ujung sepatu mereka yang berkolaborasi dengan penjajah dan berwatak sama”. Tegasnya
Masih lanjut Basir, salah satu contoh adalah kehadiran PT. Bintani Mega Indah (PT.BMI) salah satu perusahaan yang baru akan beroperasi di Taliabu, yang membangun pelabuhannya di Desa Todoli. Sejak awal memang perusahaan ini sudah melakukan “pembohongan publik” kepada masyarakat Desa Todoli
“Kehadiran perusahaan sejak awal paradigmanya adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat khususnya masyarakat lingkar tambang. Namun yang terjadi malah sebaliknya dengan adanya perusahaan PT. BMI justru membuat polemik di tengah-tengah masyarakat khususnya desa Todoli. Ini dibuktikan dengan ketidak jelasan sosialisasi dampak lingkungan baik tambang maupun aktifitas pembangunan pelabuhan dan soal nominal ganti rugi lahan yang dianggap tidak sewajarnya atau “membodo-bodohi” masyarakat”. Pungkasnya
Terakhir bahwa berhentilah generasi anak negeri dan anak kampung untuk menjadi penjilat yang berkolaborasi dengan penjajah yang akan menghancurkan kita. Stop watak penjajah didalam kampung. Jangan hancurkan harapan orang tua-tua kita, mari bersama lawan kesewenangan PT. BMI jangan hianati negeri sendiri. Tutupnya
#tp/Syahdan