Jejak Indonesia yang Rapuh dan Tak Utuh

Opini270 Dilihat

Foto : Ibrahim Yakub

Oleh : Ibrahim Yakub
Penulis Buku (Mengubah Gerakan Mahasiswa)

Indonesia adalah negara yang bisa dikatakan bukan lagi negara seusia jagung, karena ketika dilihat dari hitungan secara statistik angka kemerdekaan ke- 76 tahun adalah angka yang seumuran itu tidak lagi muda bahkan dewasa namun sudah lebih pada ketuaan. Dalam usia yang terbilang tua itu harusnya sebagai sebuah negara mampu berdikari karena banyak menelan manis pahitnya pengalaman sebagai sebuah negara. Itu artinyaindonesia sudah bisa berdaulat secara politik, dan mandiri secara ekonomi, serta hidup yang berbudaya.

Diperjalanan 76 tahun gelombang kehidupan sosial terus berada pada fase yang dramatis dimana Indonesia sebagai negara maritim dunia pernah terjerembab dalam frustasi ekonomi dan karakter otoriter kekuasaan politik yang fulgar. Memori kita tentu tidak pernah lupa bagaimana indonesia dibuat babak belur pada orde lama dibawah Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia Ir.Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta kepemimpinan yang berjalan selama 23 Tahun sejak tahun 1945 hingga 1968 mencatatkan inflasi yang tinggi. Disisi politik orde lama menerapkan politik bebas aktif luar negeri dengan kecenderungan dekat pada unisoviet dan China yang berhaluan (komunis).

Arus zaman berlangsung begitu cepat tahta kekuasaan pun berganti sesuai massanya. Orde lama tersubtitusi dalam kepentingan oligarki ekonomi dan kelompok militer keamanan negara yang bermain dibelakang layar berdalil pancasila hingga melahirkan nama baru tapi pemain lama itulah sebutan orde baru. Iming-iming dari adanya orde baru pada genggaman kekuasaan selama 32 tahun adalah kembali menciptakan stabilitas ekonomi dan politik dalam negara yang jauh dari negara-negara berhaluan komunis dengan memasifkan kesadaran pancasilais pada rakyat Indonesia. Memang sangat terlihat bahwa dimasa orde baru kehidupan masyarakat sedikit mengalami kemajuan seperti inflasi menurun dan keuangan nasional stabil. Pemerintah orde baru dibawah kepemimpinan Jenderal Soerharto, lahir dalam suasana krisis ekonomi, kekalutan politik, dan huru hara sosial yang terjadi sekitar pertengahan tahun 1960-an. Kehadiran pemerintah orde baru saat itu disambut dengan suka cita yang mendalam, cenderung awalnya berada dalam fase konsolidasi kekuasaan untuk menstabilkan keadaan politik bangsa pembuktiannya mampu dilihat dari legitimasi dan rekonstruksi disegala bidang dengan pilar utama yang menopang kekuatan pemerintah orde baru yakni Birokrat, Teknokrat, dan tentara itu sendiri (Baca Mas’oed dkk).

Sejauh ini rakyat terninabobokan dengan permainan dipermukaan yang santai dan nampak tenang padahal kekuatandibalik itu ada persekongkolan ekonomi yang besar, pada bab lain ternyata jenderal soeharto juga dikelilingi oleh power cntral lainnya. Akibat inilah muncul benturan kepentingan antara kaum intelektual yang mencoba membuat terobosan-terobosan dalam hal pembangunan ekonomi. Namun lagi-lagi tameng kekuasaan internal Presiden Soeharto yang cukup dekat saat itu adalah para perwira TNI angkatan darat, Soeharto berkeyakinan bahwa pemerintahan yang didominasi oleh tentara akan menjamin terpeliharanya kestabilan politik dan keadilan ekonomi tidak seperti orde lama yang ambruk tatanan kehidupan sosialnya akibat terlalu didominasi oleh politisi sipil. Begitu panjang dan cukup banyak adegan sandiwara elit pula perjalanan pemerintahan orde baru sekaligus mengecewakan ekspektasi publik yang berharap kekuasaan orde baru mampu menciptakan kehidupan sosial yang adil dan makmur tetapi sebaliknya memasifkan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang tumbuh subur dimasa orde baru akibat dominasi orang dekat Jenderal Soeharto berlebel Militer inilah disebut oleh Hrold Crouch para perwira yang dekat dengan soeharto itu sebagai ‘ jenderal-jenderal politik dan uang”. Orde baru kemudian luluh lantah dengan krisis moneter, inflasi yang tinggi, utang negara dengan beberapa aset BUMN di Swastanisasikan menyebabkan soeharto dengan besar hati harus mundur dari jabatanntya (Baca Ai Siti Farida). Usai orde baru lahirnya reformasi yang diaktori juga oleh kelompok orde baru dengan kepentingan mengisi kekuasaan di tataran elit.

Tidak begitu berbeda jauh walau istilah KKN, dimodifikasi dengan Oligarki, kartel dan oligopoli sebab fakta yang adamasalah sosial masih yang sama. Reformasi dominasi pandai bermain data apalagi dimasa covid-19 dimana kesejahteraan di era reformasi menuju destrupsi di Indonesia diukur lewat angka pertumbuhan ekonomi yang bertentangan dengan fakta dilapangan dimana masifnya Tenaga kerja Asing, lingkungan yang digusur habis-habisan oleh perusahaan dengan gaya ekstraktifnya berperilaku eksploitasi. Hingga membuat negara dikuasai rezim Asing dan aseng sementara beberapa kementerian dengan asyiknya menyembunyikan kekayaan dengan penggelapan pajak diluar negeri diantaranya yakni singapoera, swiss, Amerika Serikat dan china sebagaimana dua menteri kabinet Indonesia maju yang terlibat dalam kasus Paper Pandora. Dari alur realitas inilah Indonesia butuh pemikiran yang integratif serta agamais dan berbudaya untuk mengembalikan Indonesia yang utuh bukan rapuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *