Menitipkan harapan dan masa depan rakyat kecil pada partai politik (parpol) dan pemilihan umum (pemilu) 2024 nanti adalah hal paling fatal dalam perjuangan pembebasan rakyat. Semua ini dasar kegagalan metodologi yang sering dialami oleh gerakan kiri di indonesia. (Menurut Paulo Freire dalam bukunya : pendidikan kaum tertindas) menjelaskan “kegagalan metodologis selalu dikembalikan pada kekeliruan ideologis atau pengetahuan”. Sejarah telah membuktikan bahwa kegagalan taktik intervensi pemilu di Indonesia itu perna terjadi.
Bisa kita belajar dari pengalaman Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang menitipkan Budiman Sudjatmiko dan beberapa anggota lainya untuk terlibat dalam kontestasi pemilu 2009 melalui gerbong PDIP dengan harapan bisa merubah sistem dari dalam. Namun hal tersebut berbalik, mereka malah terkooptasi dan menjadi budak partai borjuis,
Cara atau metode ini memang salah satu upaya untuk mengintervensi kekuasaan yang cukup ampuh. Hal serupa pernah dibuktikan dengan keberhasilan Hugo Chaves pada tahun 1999, memenangi pemilu di Venezuela dan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Carlos Adre Perez yang menjabat kala itu. Namun apakah hal serupa bisa dilakukan di Indonesia, kita tau bahwa oligarki justru terkonsolidasi secara kuat kini di Indonesia, apakah bisa terlibat dalam pemilu nanti?.
Untuk menjawab hal di atas kita perlu mengetahui tentang executiv heavy, dimana kendali lembaga negara berada pada kontrol rezim bahkan Undang-undang (uu) yang merupakan aspirasi masyarakat tak segan-segan untuk di gantikan dengan Perpres jika kepentingan rakyat yang tersalurkan melalui undang-undang itu bertentangan dengan kepentingan akumulasi modal yang dibekingi oleh kekuasaan borjuis saat ini.
Salah satu problem esensial adalah perlunya dihapus Ketetapan MPRS Nomor 25 tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pelarangan ajaran marxisme-leninisme. Bagaimana dengan mengintervensi parlemen untuk memenangkan ideologi marxis-leninis.
Sementara itu, hal demikian pun belum dilakukan atau dihapuskan. Kita jangan terburu-buru mengintervensi pemilu hanya karena menokori kesadaran masa yang reformis dan berakibat pada kefatalan. Sehingga semangat pembebasan Rakyat tertindas berubah menjadi ikut ambil bagian dalam pemilu nanti dan polarisasi gerakannya berubah karena telah terkooptasi sama partai borjuis.
Tak hanya itu, baru-baru ini muncul satu partai yakni partai buruh adalah partai masa yang berhaluan Ideologi Pancasila dan berasaskan walfare atau negara sejahtera turut mengintervensi pemilu 2024 nanti. Tetapi dengan hadirnya partai ini apakah bisa merubah nasib kelas pekerja, tentu jawabannya “tidak” karena partai buruh telah terhegomonik dengan kesadaran masa yang ekonomis dan berbalik menjadi partai borjuis. Begitulah konsekuensi partai masa seperti terjadi di uni soviet dimana, “menshevik gerakannya terpolarisasi karena merangkul orang-orang yang setengah borjuis dan kesadarannya yang ekonomis”.
Berdasarkan hal diatas mereka termasuk kedalam partai kelas borjuis karena telah terkooptasi oleh kelas borjuis dengan jargon partai kelas pekerja dan berideologi pancasila. Ideologi ini di gagas oleh pendiri-pendiri Negara yang setengah borjuis pada saat awal kemerdekaan Indonesia, sehingga jangan harap kalau berideologi Pancasila keberpihakan mereka pada Rakyat kecil.
Sejak awal hingga kini terbukti orang-orang yang berideologi pancasila keberpihakan mereka tidak pada rakyat kecil, misalnya Soeharto berasaskan pancasila tetapi keberpihakannya pada modal, karena watak dari kaum borjuis dan ideologinya oportunistik mereka tidak perna konsisten dalam membela nasib kelas akar rumput.
Di samping itu, banyak organisasi gerakan mahasiswa di Indonesia yang haluan Marxis, Leninis, Maois, dan Troktskis. Tetapi mereka menyeburkan diri kedalam partai buruh bahkan tidak segan melibatkan diri secara individu kedalam praktek politik borjuis sebagai kader partai buruh.
Tidak hanya ini, mereka sering berargumen bahwa interpretasi partai buruh ialah teori kompromi Lenin dalam pembangunan kekuatan massa luas. Ada juga yang mengatakan sebagai taktik memenangkan ide-ide kiri dan membangun blok oposisi di dalam partai. Sekarang pertanyaannya ide kiri model apa untuk dimenangkan pada partai borjuis itu.? yang telah terbukti terkooptasi. Lalu kompromi semacam apa yang harus dilakukan.?
Mereka tidak punya basis buruh yang banyak, hanya memiliki 10 persen buruh dari 10 ribu serikat buruh yang ada di indonesia. Sehingga keterlibatan mereka kedalam partai buruh hanya akan menambah daftar kegagalan sejarah implementasi taktik intervensi pemilu, gerakan yang sebelumnya revolusioner kini menjadi populis akibat terkooptasi dengan kepentingan kapitalisme dan imperialisme.
Penulis : Ronald Geuvara (Mahasiswa Unkhair)