Hakikat Manusia Dan Alam Semesta, Krisis Kesadaran Lingkungan Di Maluku Utara.

Opini376 Dilihat

 

Masalah Lingkungan atau Ekologi sudah menjadi pusat perhatian Manusia dan tanggung jawabnya untuk merawat agar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak pencemaran lingkungan, manusia juga selalu berperan aktif terhadap kelangsungan hidup di alam sekitarnya karena itu hakikatnya manusia adalah bagian dari alam sudah semboyangnya menanamkan rasa kecintaan terhadap lingkungan, termasuk mahluk hidup lainnya.

Menurut seorang profesor kehutanan Aldo Leopold, pada Abad 19 ia melakukan diskursus bahwa “apakah Alam harus dipertahankan hanya karena manfaat ekonomi dan praktis untuk manusia atau sekedar memberikan nilai lebih dari sumber penghidupan, bahkan menyebutkan suara burung dan keindahan bunga sebagai bagian dari karunia alam”.

Etika lingkungan harus fokus pada sistem bukan hanya pada hal hal serupa sebagai ligitimasi individu. Dan salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan alam atau lingkungan akibat dari sikap dan perbuatan manusia sendiri seperti contoh realita yang terjadi di Maluku Utara pulau yang ada perusahaan seperti pulau Obi Kerusakan wilayah perairan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, diduga akibat aktivitas tambang nikel semakin mengkhawatirkan dan akan menimbulkan ancaman krisis ekologi.

Menurut penelitian salah satu Dosen Muhammad Aris menyebut, “perubahan paling besar terlihat pada sungai-sungai yang mengalami sedimentasi cukup besar sepanjang daerah aliran sungai yang menujukan atau tersentuh aktivitas pertambangan di Pulau Obi, itu mengalami kematian” katanya dalam diskusi yang digelar Forest Watch Indonesia (FWI), beberapa waktu lalu.

Hasil penelitian dan pemantauan yang dilakukan sejak 2019 hingga 2023 justru memberikan gambaran, terjadinya kerusakan mangrove, lamun dan karang, serta biota-biato laut. Dampak kerusakan lingkungan mangrove terlihat pada berkurangnya hutan pantai sebesar 20-30 persen di Pulau Obi.

Kerusakan lingkungan juga terlihat pada ekosistem lamun dan karang, dimana terjadi penambahan kerusakan karang yang cukup besar hampir 60% dengan kategori rusak berat, ini sangat mengancam ekosistem laut,

Apa lagi dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut dan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) di mana peraturan tersebut,

cenderung berpihak kepada kepentingan asing dan korporasi, dampaknya tidak hanya terjadi di pulau Obi , tapi juga di Halmahera tengah, ada oprasi industri ekstraktif, IWIP. Dari benerapa konteks masalah diatas menunjukan sebuah ketimpangan sosial masyarakat maluku utara, sehinga konteks alam semesta,

Seperti di ungkapan Albert Schweitzer “Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan manusia dengan manusia, inilah awalnya bencana lingkungan hidup dan karena itu pembinahannya harus pula menyangkut pembinaan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lainnya dalam seluruh ekosistem”.

Dalam terminologi Al-Quran adalah sebagai Khalifah dalam pengertian untuk memenuhi tugas sebagai wakil Tuhan di bumi untuk mengatur alam semesta, sebagai mewakili Tuhan bukan berarti menguasai Alam dengan cara merusak atau bertindak sesuka hatinya, tapi untuk mencari kelangsungan hidup terhadap manifestasi ciptaan Tuhan.

Selain itu, dalam materialisme Karl Marx memandang manusia yang selalu berubah ubah dengan dialektika dan hakikat manusia sebagai pembuat skenario merancang dan menguasai satu sama lain dan barangsiapa menguasai alat alat produksi berarti menguasai hakikat manusia sehingga, seperti yang terjadi adalah eksploitasi dimana-mana.

Jadi bukan kesedaran manusia yang menentukan keadaan melainkan keadaan yang menentukan pilihan manusia untuk mengubah cara berpikir dan berkehendak. Tentu khazanah epistemologi IsIam bahwa manusia di berikan berkehendak bebas, tapi jangan di salah pahami bahwa kehendak bebas ini bukan berarti melakukan apa saja sesuka hatinya sehingga melanggar kehendak bebas Tuhan, sebab manusia punya tanggung jawab yang tidak hanya berkaitan dengan dirinya namun berkaitan dengan alam dan lingkungan hidup disekitarnya,

atas pelajaran Primodialisme dari Tuhan manusia dapat memperoleh sumber kebenaran di Dunia dan bertanggung jawab terhadap nasibnya sendiri. Krisis lingkungan tidak terjadi secara alamia melainkan ada sebab akibat yang mengancam sistem kehidupan,

ini pula sudah menjadi diskursusnya para filsuf muslim, seperti Al kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Mulla Shadra sebagai kausalitas di alam semesta ini dan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

 

Penulis : Sahib Munawar

Surat Ar-Rum (41) “Telah Nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan perbuatann tangan manusia Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari perbuatan mereka agar kembali kejalan yang benar” (30:41).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *