Ibnu Khaldun Dan Karl Marx : Nabi Sosialis Versus Nabi Sosiolog Islam

Opini102 Dilihat

  Oleh:  Ajim Umar

Secara umum manusia tidak bisa terlepas dari sejarah.! Sejarah diibaratkan seperti sebuah wadah tempat berprosesnya segala bentuk perkembangan,  baik itu dari manusia atau alam dan kehidupan secara umum.  Sering pengetahuan akan periode kehidupan tentu disampaikan melalui cerita-cerita dan pembuktian konkrit sejarah yang sudah terjadi. Maka olehnya itu terdapat pola waktu, seperti masa lampau,  dimana sejarah sudah terjadi atau terlewati, masa sekarang, dimana sejarah sedang terjadi dan masa yang akan datang, yaitu dimana sejarah akan terjadi.

Sejarah adalah kontinuitas suatu kejadian secara universal, sejarah yang dimaksud adalah sejarah umat manusia, selain itu sejarah juga dapat dirujuk sebagai kronologi sebuah peristiwa dalam proses perkembangan umat manusia, seperti perkembangan historis Yunani kuno, Romawi Kuno, yang dijelaskan dalam filsafat Barat Russel, sejarah berdirinya negara dan lain-lain.

Dalam pembahasan sejarah, saya akan menguraikan sebuah paradigma dalam perspektif dua Tokoh besar intelektual serta pembawa perubahan di dunia Islam dan Barat /Eropa Yakni Ibnu Khaldun dan Karl Marx sang Filsuf, sosiolog serta bisa dibilang Nabi Pembebas. 

Dalam pemikiran filsafat sejarah, terdapat dua tokoh besar yang memberikan kontribusi penting dalam memahami perjalanan sejarah dan perubahan sosial. Karl Marx (1818-1883), seorang filsuf, ekonom, dan Revolusioner Jerman pada abad ke-19, dan Ibnu Khaldun (1332-1406), seorang sejarawan, sosiolog, dan filsuf Muslim dari Abad Pertengahan, keduanya memiliki konsep yang menarik tentang filsafat sejarah.

Dari kedua toko tersebut penting kiranya untuk Dialektika Historis Karl Marx, Karl Marx, sebagai tokoh sentral dalam pemikiran sosialisme dan komunisme, mengembangkan konsep “Materialisme dialektika historis” yang menjadi landasan utama dalam pemikiran filsafat sejarahnya. Menurut Marx, sejarah manusia didorong oleh perjuangan kelas yang tak terhindarkan antara pemilik modal (borjuis) dan pekerja (proletar). Dia menekankan bahwa perubahan sosial dan ekonomi terjadi sebagai hasil dari kepemilikan atas alat produksi yang muncul dari pertentangan antara kelas- kelas tersebut.

Dialektika historis Karl Marx: menjelaskan kontradiksi antara klas dan pertentangan adalah pendorong utama perubahan sosial. Dia menggambarkan perkembangan sejarah sebagai proses yang diliputi oleh pertempuran antara kelas-kelas sosial yang berseberangan. Dalam konteks ini, muncul kekuatan yang saling bertentangan,di mana pemilik modal mengambil keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja proletar.

Konsep Sejarah Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan filsuf Muslim dari Abad Pertengahan, menawarkan konsep yang unik tentang filsafat sejarah. Dalam karyanya yang terkenal, “Muqaddimah“, Ibnu Khaldun mengembangkan teori siklus sejarah yang menjadi dasar pandangannya tentang peradaban manusia.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa peradaban manusia mengalami empat tahap siklus diantaranya adalah pembentukan, pertumbuhan, kemunduran, dan kehancuran. Ia mengamati bahwa peradaban baru terbentuk melalui kerjasama dan solidaritas antara anggota masyarakat, yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan dan mencapai kemajuan. Namun, seiring berjalannya waktu, kekuasaan dan kekayaan mempengaruhi kelompok- kelompok sosial, menyebabkan ketidakstabilan dan kemunduran.

Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kejayaan dan kekuatan suatu peradaban akan mencapai puncaknya ketika ada keadilan sosial, keseimbangan kekuasaan, dan semangat sosial yang kuat. Namun, setelah mencapai puncaknya, peradaban cenderung mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh.

Perbandingan Konsep Sejarah Karl Marx dan Ibnu Khaldun

Meskipun Karl Marx dan Ibnu Khaldun hidup pada periode yang berbeda dan dalam konteks budaya yang berbeda, ada perbandingan menarik dalam konsep filsafat sejarah mereka.

Pertama, baik Marx maupun Ibnu Khaldun menyadari pentingnya konflik atau kontradiksi dalam perjalanan sejarah yang berdialektis.  Karl Marx berfokus pada pertentangan kelas antara pemilik modal dan pekerja, sedangkan Ibnu Khaldun mengamati konflik dan persaingan antara kelompok-kelompok sosial.

Kedua, Karl Marx dan Ibnu Khaldun mengakui adanya perubahan sosial sebagai fenomena tak terhindarkan. Marx melihat perubahan sosial sebagai hasil dari konflik kelas dan revolusi, sedangkan Ibnu Khaldun melihat perubahan sosial melalui siklus pembentukan, pertumbuhan, kemunduran, dan kehancuran.

Ketiga, Karl Marx menekankan faktor ekonomi dan sistem politik sebagai kekuatan utama dalam perubahan sosial, sementara Ibnu Khaldun lebih memperhatikan faktor sosial, politik, dan ekonomi dalam menjelaskan perjalanan sejarah.

Keempat, Karl Marx menggunakan pendekatan ilmiah yang kuat, menggabungkan analisis ekonomi, sosial, dan politik untuk memahami perubahan sejarah. Sedangkan Ibnu Khaldun menggunakan pendekatan kualitatif, mengandalkan pengamatan empiris dan penelitian sejarah untuk menggambarkan siklus peradaban manusia.

Konsep dialektika historis Karl Marx telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam pemikiran sosialisme. Pendekatan ilmiahnya terhadap sejarah dan perubahan sosial telah mempengaruhi gerakan sosial dan politik di seluruh dunia.

Sedangkan konsep sejarah Ibnu Khaldun memberikan pemahaman mendalam tentang perjalanan sejarah dan perkembangan masyarakat. Karyanya menjadi pijakan bagi sejarawan dan sosiolog untuk memahami hubungan antara faktor sosial, politik, dan ekonomi dalam menjelaskan siklus peradaban.

Evolusi masyarakat nilai

Baik Ibnu Khaldun dan Karl Marx percaya bahwa sejarah bersifat dinamis, berkembang dari satu negara ke negara lain, dan sumber pergerakan ini bersifat internal serta eksternal.

Sifat pergerakannya sedemikian rupa sehingga satu keadaan kehidupan manusia berkembang menjadi keadaan lain. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah dimulai dari “umran badawi”, berpindah ke ‘umran hadari’, dan akhirnya kembali ke “umran badawi” Yang dimaksud dengan ‘umran’ adalah peradaban atau kebudayaan atau keadaan hidup bersama dimana masyarakat saling bekerja sama karena adanya kebutuhan dan atau ikatan darah dengan nilai, aturan, batasan, ritual, dan lain-lain. “Badawi” adalah bentuk kebudayaan atau peradaban yang paling awal.

yang dapat disamakan dengan perkumpulan primitif atau keadaan budaya atau peradaban paling awal. ‘Hadari’ adalah hasil dari tingkat surplus produksi yang lebih tinggi dan serupa dengan masyarakat maju yang hidup di perkotaan dan perkotaan dengan ilmu pengetahuan, kerajinan tangan, dan gaya hidup menetap. Tujuan “umran Badawi” menurut Ibnu Khaldun adalah mencapai umran hadari, namun tidak semua kelompok umran badawi mampu berpindah ke “umran” hadari.

Hal ini karena ketidakmampuan mereka mengembangkan ” Asabiya” yang kuat. Hanya kelompok tertentu yang mampu mengembangkan ‘asabiya’ yang lebih kuat, dibandingkan dengan kelompok lain, yang dapat bergerak menuju tingkat budaya yang lebih tinggi dan akhirnya ke “Umran hadari” Prosesnya melibatkan peperangan di mana kelompok dengan ‘asabiya’ yang lebih lemah dipaksa keluar dari proses menuju ‘umran hadari” Ibnu Khaldun berpendapat bahwa suku -suku gurun adalah kelompok yang paling cocok untuk mengembangkan ‘Asabiya’ yang kuat yang diperlukan untuk perjuangan yang diperlukan untuk mencapai ‘umran hadari” Namun, ketika kelompok dengan ‘asabiya’ yang kuat mencapai ‘umran hadari” kehidupan yang nyaman, seni, ilmu pengetahuan, hidup menetap dll.

Ashabiya’ mereka mulai melemah dan akhirnya kelompok lain dengan ‘asabiya’ yang lebih kuat menghadapi mereka dan mengalahkannya. mereka dan saat itulah mereka terpaksa kembali ke ‘umran badawi’ lagi.

Demikian pula pendapat Marx yang menyatakan bahwa sejarah bermula dari masyarakat komunal primitif, mula-mula bergerak ke masyarakat perbudakkan, kemudian ke masyarakat feodal, kemudian ke masyarakat kapitalis, dan akhirnya kembali ke masyarakat komunis. Namun berbeda dengan teori Ibnu Khaldun, yang mana umran badawi awal kurang lebih sama dengan umran badawi kembali, masyarakat komunis awal teori Marx secara kualitatif berbeda dengan masyarakat komunis kembali.

Marx menyebut yang pertama sebagai komunal primitif  yang ditandai dengan rendahnya perkembangan kekuatan produktif, dan yang terakhir sebagai komunisme masa depan yang ditandai dengan perkembangan kekuatan produktif pada tingkat tinggi. Keduanya dicirikan oleh kepemilikan bersama atas alat- alat produksi.

Perbedaan utama antara teori Ibnu Khaldun dan teori Marx tentang masyarakat yang berkembang adalah, menurut teori Marx, ‘kekuatan produktif lah yang merupakan sumber sebenarnya dari mekanisme internal yang bertanggung jawab atas perubahan dan pembangunan, sedangkan dalam pandangan Marx ” Ashabiya” dan bukan ‘kekuatan produktif’ yang menjadi motor penggerak perkembangan dan pergerakan sejarah.

Masih dalam pembahasan sejarah dan perkiraan antara Ibnu Khaldun dan Karl Marx ”  Ibnu Khaldun memperkirakan sejarah akan terus menunjukkan pola gerakan siklus hingga jauh ke masa depan.

Ia tidak mengira akan terjadi pemutusan pola ini, karena ia yakin itu adalah sifat sejarah manusia, dan tidak seorangpun dapat mengubah arah alam. Namun, Marx memperkirakan akan terjadi revolusi yang menurutnya mengubah dunia secara total, mengakhiri kapitalisme dan mengawali era komunisme. Ia yakin tidak seorang pun dapat menghentikan hasil ini, karena kekuatan produksi yang berkembang akan membatasi belenggu kapitalisme.

Sejarah tidak memberikan bahan apa pun yang dapat digunakannya untuk mengembangkan konsepsi tentang perubahan selain siklus. Atau imajinasinya, berdasarkan pengalaman dan pemahamannya tentang sejarah.

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ia hanya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Afrika Utara. Meningkatnya kekuatan Eropa dan kontaknya dengan berbagai tempat, peradaban, dan penduduk asli di seluruh dunia membantu pengembangan konsepsi sejarah yang progresif, yang memandang manusia Barat sebagai yang terbaru dalam perkembangan kemanusiaan. Marx dipengaruhi oleh konsep sejarah ini. Dalam kajiannya, Marx mengamati apa yang menurutnya merupakan fase-fase berbeda dalam sejarah Eropa, yang diperkaya oleh perkembangan tertentu dari kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan-hubungan produksi yang sesuai.

Revolusi Prancis memiliki pengaruh yang kuat pada Marx yang diartikannya sebagai hasil logistik dari perkembangan kekuatan- kekuatan produksi yang berbenturan dengan hubungan -hubungan produksi yang sudah ketinggalan zaman.

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini. Tidaklah berlebihan kalau saya menyebutkan kedua tokoh ini sebagai Nabi, satu dari nabi orang orang sosialis dan dari sosiolog antara  Karl Marx dan Ibnu Khaldun dengan kitab sucinya yang terkenal adalah Das kapital dan Mukadimah Ibnu Khaldun ” Sejarah telah menguji dan mencatat bukti kenabian revolusionernya dalam membangun peradaban manusia dari ketertindasan dan eksploitasi, dan Ibnu Khaldun dari filsuf muslim dan peletak ilmu sejarah dan sosiolog pertama dalam IsIam sebelum Karl Marx, di dunia IsIam kedua nya mempunyai tujuan dan cita -cita yang sama keduanya hadir di tengah krisis peradaban manusia, kata Karl Marx sejarah umat manusia adalah sejarah pertentangan klas, dan keterasingan.

Karl Marx dan Ibnu Khaldun, meskipun hidup pada periode yang berbeda, memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman kita tentang filsafat sejarah. Karl Marx, melalui konsep Materialisme dialektika historisnya, menyoroti peran kontradiksi kelas dan perubahan sosial melalui revolusi. Ibnu Khaldun, dengan konsep sejarahnya, mengemukakan teori siklus peradaban yang menggambarkan pembentukan, pertumbuhan, kemunduran, dan kehancuran. (*)

 

Ajim Umar

Sekretaris Jenderal : Ikatan  Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *