Hasby Yusuf Tegas Cabut Konsesi Tambang PT Priven Lestari Jika Merugikan Masyarakat

Berita171 Dilihat

TIMURPOST.com,HALTIM–Terkait penolakan masyarakat delapan desa Buli Asal, Wayafli, Buli Karya, Teluk Buli, Saillal, Buli, Geitoli dan Gamesan di Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur terhadap aktivitas tambang PT. Priven Lestari di areal Gunung Wato-wato. kini mendapat respon dari kalangan masyarakat Maluku Utara.

Sekretaris Umum KAHMI Maluku Utara, Hasby Yusuf merespon aktivitas tambang di kecamatan Maba ini, kepada media ini ia mengatakan patut mendapat perhatian dan respon semua elemen di daerah ini. (Sabtu, 16/09/23)

Menurutnya Aktivitas tambang ini dikhawatirkan akan merusak lingkungan dan mengganggu sumber mata air masyarakat. Sebabnya Lokasi aktivitas tambang akan mencakup beberapa anak sungai yang menjadi sumber air bersih bagi warga.

“Keberadaan aktivitas tambang yang berada sangat dekat dari pemukiman warga menurut kami tentu akan mengganggu Keberadaan masyarakat”.

Ruang hidup rakyat dijamin oleh negara. Tidak boleh atas nama Investasi dan demi mengejar pertumbuhan ekonomi lalu hak dan ruang hidup masyarakat diabaikan. Bahkan. “Salus populi suprema lex esto” keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.”Ucap Hasby Yusuf

Hasby juga menegaskan Jika aktivitas tambang terus jalan maka bencana akan terus mengusik warga.

“Saya kira pemerintah harus mengevaluasi aktivitas tambang ini, karena tidak boleh aktivitas investasi harus mengorbankan kehidupan warga”.

Keberadaan masyarakat yang mendiami negeri ini harus dihormati dan bukan harus dikorbankan demi kerakusan dan ketamakan segelintir orang yang memiliki modal dan kuasa.”Tegas Hasby

Alasan Perusahaan bahwa mereka sudah membayar ganti rugi lahan sehingga Perusahaan merasa paling benar adalah argumentasi yang keliru. Menurut kami, Perusahaan harus dibedakan antara pemilik lahan dengan warga. Ganti rugi lahan antara perusahaan dengan pemilik lahan itu ruang transaksi ekonomi.”Jelas Hasby

Sementara warga adalah entitas mayoritas yang mendiami negeri itu memiliki hak hidup dan ekologi yang dijamin oleh Konstitusi. Jadi sangat keliru jika masalah perusahaan selesai ketika perusahaan tambang sudah membayar ganti rugi lahan.”Tuturnya

Hasby juga menyarankan agar perusahaan dapat melaksanakan diantaranya yang pertama, tata ruang wilayah (RTRW) harus segera diselesaikan termasuk (RDTR). Agar peruntukan ruang wilayah bisa dipatuhi oleh semua pihak termasuk perusahaan tambang.

“Saya berharap pemerintah daerah menjadikan RTRW sebagai panduan bagi aktivitas ekonomi di daerah dan tak boleh ruang ekonomi wilayah didikte oleh Pemilik Modal dan pemilik tambang”.

Kedua, bencana alam yang terjadi belakangan ini menggambarkan wilayah Maluku Utara khususnya Halmahera Timur merupakan kawasan rawan bencana dengan tingkat kerawanan bencana yang relatif tinggi. Untuk itu, dalam upaya mitigasi bencana, diperlukan penataan ruang berbasis bencana dalam skala yang lebih detail. Khususnya kawasan-kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi. Karena itu izin konsesi tambang harus memperhatikan aspek peta kebencanaan.

Ketiga, pendekatan pengembangan wilayah di Halmahera Timur perlu memperhatikan ekonomi, tanpa melupakan aspek lingkungan. Pendekatan pengembangan wilayah ini perlu memastikan kesejahteraan dan terjaganya lingkungan hidup dalam satu paket kebijakan daerah.

Keempat, Pemerintah lewat Otoritas Kepelabuhanan tidak boleh memberi izin untuk pelabuhan khusus tambang sepanjang masih ada sengketa dengan masyarakat. “Tutup Hasby Yusuf. (Ghuns)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *