Aksi Geruduk Gedung DPR RI

Berita, Jakarta, Nasional330 Dilihat

Posttimur.com, Jakarta–Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Aliansi Rakyat Gugat Negara dan gabungan dari elemen gerakan lainya, hendak pecah di depan gedung DPR RI Senayan. Gerakan ini bertajuk “Menolak revisi UU Pilkada”, Kamis (22/08/024) lalu.

Pantawan Posttimur.com, Tepat pada 10.00 WIB ramai masyarakat dan mahasiswa tumpah ruah di jalanan Gatot Subroto arah Slipi hingga ditutup total oleh massa aksi.

Amukan masa semakin meluap, hingga masa aksi pun melakukan pemboikotan, pembakaran ban. Ini bermula dari kemarahan masa ketika ruang demokrasi semakin di cekik dan di berhangus oleh kekuasaan.

Yusron, koordinator Aliansi Rakyat Gugat Negara menyebut, Perjuangan demokrasi dalam sejarah negara bangsa Indonesia ini telah menumpahkan jutaan nyawa rakyat. Kendati demikian, sayangnya demokrasi tidak sepenuhnya dimenangkan oleh rakyat.

“Kedaulatan rakyat atas Negara dan Tanah Airnya masih dalam genggaman rezim pemegang tampuk kekuasaan. Sehingga Pemilihan Umum (Pemilu) sekadar menjadi sarana kompetisi atau bahkan regenerasi elit di kekuasaan baik pusat maupun daerah”. Ujar Yusron

Selain itu, hilangnya ruang hidup serta kehidupan rakyat. Serta tingginya angka putus sekolah/kuliah bukan menjadi pikiran utama para kontestan dalam Pemilu akan tetapi yang ada pada benak pikirannya para kontestan hanyalah bagaimana mempertahankan kekuasaan dan mengakumulasi kekayaannya.

“Hal ini dilakukan dengan berbagai upaya menjaga status quo nya di Pemerintahan Negara. Salah satu upaya yang dilakukan mereka adalah dengan membangkang Putusan MK Nomor 60/PUU-XXH/2024 dan 70/PUU-XXH/2024”. Tutur Yusron

Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 telah menegaskan bahwa syarat minimum usia calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024 adalah 30 tahun terhitung pada saat penetapan calon Gubernur dan/atau calon Wakil Gubernur.

“Gerakan ini justru memprotes DPR, yang baru-baru ini melakukan rapat panja untuk merevisi  UU Nomor 10 tahun 2016 Tentang Pilkada pada 21 Agustus 2024. Bak kilat proses di DPR tanpa fafifu dalam kurun waktu beberapa jam DPR menganulir putusan lembaga tertinggi konstitusi”.Tambahnya

Ayu, salah seorang massa aksi yang terlibat dalam gerakan tersebut, mengatakan, DPR berupaya mempertahankan Putusan Mahkamah Agung (MA) untuk meloloskan batasan usia minimum calon Gubernur dan/atau calon Wakil Gubernur, yaitu minimal berusia 30 tahun terhitung pada pelantikan.

“Padahal putusan MA ini sudah dibatalkan oleh MK, dalam kasus ini. Patut diduga bahwa DPR telah mendukung politik dinasti yang hendak dibangun oleh Jokowi, dengan memberi peluang pencalonan Kaesang Pangarep (anak Jokowi) maju dalam Pilkada 2024.” Ungkap Ayu.

Pada Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, DPR juga membangkang amanat Putusan MK agar pengajuan calon Pasangan Kepala Daerah pada Pilkada 2024 didasarkan pada syarat persentase minimum perolehan suara sah berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Ini artinya, semua partai dan/atau gabungan partai dapat mengajukan calon pasangan calon Kepala Daerah ketika memenuhi syarat tersebut dan membuka kran kompetisi electoral yang lebih terbuka dan demokratis.

Ayu menambahkan, “DPR justru sekadar menaati sebagian dari Putusan MK tersebut, dengan menerapkan syarat minimum tersebut hanya untuk Partai yang berada di luar Parlemen. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan membuat ruang pertarungan di Pilkada semakin sempit”.

Sebab, di tengah dominasi dan hegemoni rezim Pemerintahan Jokowi, revisi DPR ini justru membuat dinamika politik akan semakin pragmatis, tidak berdasarkan persepsi dan suara pilihan rakyat.

Hal ini dapat terjadi ketika dengan DPR sekadar menaati syarat minimum yang diputuskan oleh MK hanya berlaku untuk Partai yang berada di luar parlemen, maka yang terjadi adalah terkonsolidasi nya partai ke dalam permainan kotor rezim dan oligarki. Borong gerbong partai demi calon yang diusung oleh rezim akan terjadi dimana-mana. Partai yang berada di parlemen, namun tidak memiliki rekanan koalisi akan terhambat mengajukan calon.  Pada akhirnya, agar terkesan demokratik dimunculkan lah pasangan calon independen (boneka) yang sesungguhnya sekadar memastikan kepentingan menangnya pasangan calon yang direstui oleh rezim. Tutup Ayu

Demonstrasi ini pun kami membahaw menuntut:

Tolak Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum kepala Daerah

Patuhi Putusan MKNomor 60/PUU-XXH/2024 dan 70/PUU-XXH/2024 sebagai acuan ketentuan peraturan perundang-undangan pelaksanaan Pilkada 2024

Tuntaskan persoalan rakyat sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintahan yang demokratis dan didasarkan pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Sahkan RUU Masyarakat Adat

Cabut RUU TNI/Polri

Hentikan usaha industri pertambangan perusak lingkungan

Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan bervisi kerakyatan

Tuntaskan pelanggaran HAM pada kasus Kanjuruhan

Wujudkan reforma agraria sejati

Sahkan RUU PRT

Naikkan upah buruh

Cabut UU 6/2023 Tentang Cipta Kerja

Tarik Militer dari Papua (*)

 

Editor : Teluk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *