TIMURPOST.com, JAKARTA – Ancaman perizinan usaha pertambangan yang akan beroperasi dibeberapa daratan Wilayah Maluku Utara (Malut), yakni PT. FPM dan PT. KIM. terdapat ancaman dampak buruk terhadap masyarakat, oleh itu PB Formalut gelar aksi didepan kantor ESDM RI untuk meninjaklanjuti penolakan PT. FPM yang akan beroperasi di Desa Sagea Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah (Halteng) dan PT. KIM di Loloda Utara, Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara.
Aksi demonstran yang di lakukan oleh Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) bersama Mahasiswa Maluku dan Maluku Utara. Aktivis mahasiswa jakarta juga desak Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM RI) untuk segera mencabut Izin Usaha Pertambangn (IUP) PT. FPM dan IUP PT. KIM yang akan menjadi ancaman Wilaya industri di Maluku Utara.
Baca juga
- Kawasan Industri PT. IWIP Dihantam Banjir; PB FORMALUT Desak Pemda Dan DPRD Agar Melakukan Evaluasi Menyeluruh Terhadap AMDAL
- PB FORMALUT Desak DPR RI, Sahkan RUU Kepulauan Dan RUU Masyarakat Adat
Ketua Umum PB Formalut, Hamdan Halil kepada media ini. Jumat, (26/08/2022), Ia pun menjelaskan bahwa, kehadiran PT. First Pacific Mining (FPM) di Sagea membawa ancaman serius, karena letak konsesi pertambangan PT. FPM berada di atas kawasan karst Bokimoruru, sementara lokasi rencana pabrik PT. FPM berada di antara Sungai Sageyan dan Danau Legaelol, belum lagi jarak dengan pemukiman penduduk yang sangat dekat.
“Kawasan tersebut harusnya dilindungi karena disana ada sumber penghidupan masyarakat, ada sumber air orang Halmahera, ada objek wisata alam, ada Gua Bokimoru terpanjang di dunia, ada jejak sejarah orang Maluku Utara, tidak boleh diganggu bahkan digusur dengan kehadiran industri ekstraksi keruk bumi, tanpa terkecuali PT. FPM ini,” Kata Hamdan.
Lanjut Hamdan, apalagi kawasan ini telah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan geopark. Sejalan dengan itu, mencabut izin PT. FPM sama halnya dengan memaksakan perintah UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UUPPLH) selain itu, PT. FPM tidak melalui sosialisasi dan konsultasi yang memadai kepada masyarakat, tidak transaparan memberi informasi pada masyarakat terkait perizinan dan kajian AMDAL.
“Hal yang sama juga terjadi di Halmahera Utara. PT. Kahuripan Inti Mineral (KIM) tanpa sosialisasi dan dan konsultasi yang memadai, memaksakan diri masuk ke Loloda Utara, Desa Kapa-Kapa, dan telah menuai penolakan masyarakat setempat,” Bebernya.
Aktivis asal Maluku Utara pun menjelaskan, Kehadiran PT. KIM mulanya membangun jalan tani, namun dibalik itu secara diam-diam melakukan kegiatan eksplorasi. Hampir 8 bulan sejak Januari 2022, perusahan ini tidak terbuka kepada masyarkat.
“Informasi lapangan yang kami dapat, perusahan ini masuk tanpa sepengetahuan pemerintah desa dan ketika masyarakat meminta dokumen hukum seperti IUP dan Amdal, tidak pernah ditunjukan oleh pihak perusahan. Karena itu kami menduga, ini perusahaan tambang ilegal dan terindikasi bertentangan dengan ketentuan Perundangan seperti UU Minerba dan UUPPLH,” Pungkas Hamdan.
Oleh karena itu, kami mendesak kepada Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemprov Malut, Pemkab Halteng, dan Pemkab Halut dengan ultimatum sebagai berikut:
1. Mendesak Menteri ESDM segera mencabut IUP PT. First Pasifik Mining di Kabupaten Halmahera Tengah
Mendesak kepada Menteri ESDM segera melakukan investigasi atas PT. Kahuripan Inti Mineral (PT. KIM), dan mencabut IUP PT. KIM.
2. Mendesak kepada Gubernur Maluku Utara, Bupati Halmahera Tengah, dan Bupati Halmahera Utara untuk mengambil tindakan tegas menolak PT. FPM dan PT. KIM.
3. Menghimbau kepada Gubernur Maluku Utara untuk berlaku adil dan tidak terlibat dalam dugaan mafia perizinan pertambangan di Maluku Utara.
4. Kami tegaskan, Jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, maka PB FORMMALUT akan terus mengkonsolidasikan gerakan Mahasiswa dan gerakan masyarakat sipil secara masif untuk mendorong penyelesaian hukum atas indikasi mafia pertambangan di Maluku Utara.
#tp/Ghun