Oleh: Akmal Yusup
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
Dalam banyak forum, pemuda sering disebut sebagai tulang punggung bangsa. Namun pertanyaannya, seberapa jauh pemuda benar-benar diberi ruang untuk menjadi penggerak perubahan, terutama di tingkat desa? Dalam konteks Indonesia, di mana pembangunan sering tersentralisasi di kota, peran pemuda desa masih kerap dipandang sebelah mata. Padahal, desa adalah ruang strategis pembangunan, dan pemuda merupakan agen sosial yang memiliki kapasitas unik untuk mendorong perubahan struktural maupun kultural.
Menurut data Kemenpora RI (2009), pemuda adalah mereka yang berusia 16–30 tahun, dan secara sosial mereka dipandang sebagai kelompok produktif, kreatif, dan dinamis. Namun dalam realitas, potensi pemuda ini kerap tidak dioptimalkan dalam proses pembangunan desa. Padahal, seperti kata David McClelland, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas generasi mudanya, terutama mereka yang memiliki need for achievement dorongan kuat untuk berprestasi dan memberi dampak sosial.
Pemuda sebagai Agen Pembangunan: Perspektif Sosiologis
Dalam teori sosiologi struktural fungsionalisme yang dikemukakan oleh Talcott Parsons, setiap elemen dalam masyarakat memiliki fungsi yang saling berkaitan. Pemuda adalah elemen penting yang berfungsi sebagai katalis perubahan dan inovasi. Dalam konteks desa, mereka tidak hanya sekadar pewaris tradisi, tetapi juga pelaku transformasi sosial. Peran mereka tidak dapat dipisahkan dari dinamika sosial-politik yang terjadi di tingkat akar rumput.
George Herbert Mead bahkan menekankan pentingnya role-taking dalam proses pembentukan identitas sosial pemuda. Artinya, ketika pemuda diberikan peran aktif dalam pengambilan keputusan di desa, mereka tidak hanya menjadi pengikut, tetapi juga pembentuk struktur sosial baru yang lebih progresif.
Dimensi Peran Pemuda dalam Pembangunan Desa Lingkungan Sosial dan Ekologi Di banyak desa, masalah kebersihan, pengelolaan sampah, dan degradasi lingkungan sering luput dari perhatian. Di sinilah pemuda bisa mengambil peran sebagai inisiator gerakan sadar lingkungan, mulai dari pembersihan kolektif, pengelolaan sampah berbasis komunitas, hingga edukasi lingkungan. Kartono (1995) menyebut pemuda sebagai “energi sosial” yang mampu menggerakkan masyarakat menuju kesadaran ekologis yang lebih tinggi.
Baca Juga:
- Hasby Yusuf Serahkan Rekomendasi Program Pariwisata Maluku Utara ke Menteri Pariwisata
- Gratis, Tapi Terkunci?
- BEM Fatek UMMU Gelar Audiensi: Rektor dan Warek ll Mangkir
Pemerintahan dan Kebijakan Desa
Masih banyak desa yang belum membuka ruang partisipatif bagi pemuda dalam proses musyawarah dan perencanaan pembangunan. Padahal, melalui forum-forum seperti musyawarah desa (Musdes), pemuda bisa menyuarakan aspirasi, mengusulkan program inovatif, dan menjadi pengawas sosial atas pelaksanaan kebijakan. Ini adalah bentuk aktualisasi civic engagement yang sangat dibutuhkan untuk membangun desa yang demokratis dan responsif.
Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan
Potensi pemuda dalam aspek ekonomi sangat besar, terutama dalam pengembangan UMKM, pertanian digital, maupun pariwisata desa berbasis kearifan lokal. Mereka bisa menjadi pelopor dalam membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang produktif. Pemuda yang melek teknologi juga mampu memasarkan produk lokal ke pasar global melalui media digital.
Literasi Digital dan Teknologi
Kemampuan pemuda dalam memanfaatkan teknologi bisa menjadi modal besar dalam mempercepat transformasi desa. Mereka bisa mendokumentasikan kegiatan desa, mempromosikan potensi lokal, dan membangun jejaring informasi melalui media sosial. Ini sejalan dengan pandangan Manuel Castells tentang network society, di mana akses informasi menjadi kekuatan utama dalam perubahan sosial.
Solusinya? Pemerintah desa harus menyediakan forum tetap untuk pemuda berpartisipasi. Selain itu, pelatihan kepemudaan berbasis pembangunan berkelanjutan harus diintegrasikan dengan program-program desa. Tidak kalah penting, sinergi antara tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda harus dibangun agar transfer nilai dan inovasi bisa berjalan harmonis.
Olehnya itu Pemuda adalah jantung desa, bukan sekadar pelengkap struktur sosial. Mereka adalah aset strategis yang bila diberdayakan secara sistematis akan melahirkan desa yang lebih inovatif, berdaya saing, dan berkelanjutan. Maka, saatnya kita tidak hanya berbicara tentang pemuda sebagai harapan masa depan, tapi sebagai subjek utama pembangunan hari ini.