Bahrain Kasuba Gagal Mengentaskan Kemiskinan

TIMURPOST.com, HALSEL — Pada prinsipnya keberhasilan pembangunan suatu negara atau daerah diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sering dihadapi oleh setiap negara maupun daerah.

Kabupaten Halmahera Selatan sebagai daerah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam serta tingkat kepadatan penduduk terbesar dari kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Maluku Utara bisa menjadi potensi sekaligus ancaman bagi kebijakan pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan.

Pada tahun 2016 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Halmahera Selatan sebesar 4,11 persen, kemudian pada tahun 2018 meningkat sebesar 4,80 persen dan pada tahun 2019 sebesar 5,80 persen. Sementara jika diihat dari Garis kemiskinan pada tahun 2016 sebesar Rp. 266.165/kapita/bulan, kemudian pada tahun 2018 garis kemiskinan sebesar Rp.290.627/kapita/bulan dan meningkat lagi pada tahun 2019 sebesar Rp.301.161/kapita/bulan. (Sumber: BPS)

Terkait hal tersebut, staf khusus bupati bidang ekonomi keuangan, Dr. Muammil Sun’an, SE., M.P., M.AP, ketika di wawancarai Crew POSTTIMUR.com, beranggapan bahwa seharusnya pemerintah daerah dapat mengarahkan kebijakan yang bermuara pada kemiskininan dan pembangunan.

“Kemiskinan merupakan problem bagi setiap daerah sekaligus menjadi program prioritas setiap pemerintah dalam kebijakan pembangunan daerah. Hal ini disebabkan setiap bentuk kebijakan pemerintah daerah harusnya bermuara pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat seperti kemiskinan dan pengangguran,” ungkapnya.

“Untuk itu, setiap kebijakan pemerintah daerah harusnya mampu menyelesaikan atau mengentaskan tingkat kemiskinan yang ada di daerahnya,” tambahnya.

Tak hanya itu, Muamil juga beranggapan bahwa Bahrain Kasuba gagal menjalankan kewajibannya sebagai kepala daerah. Hal itu dilihat dari angka kemiskinan yang terus naik dari tahun ke tahun.

“Jika didasarkan pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kabupaten Halmahera Selatan yang menunjukkan jumah penduduk miskin dan garis kemiskinan yang terus mengalami peningkatan selama periode 2016-2019 menunjukkan bahwa pemerintah daerah gagal dalam menjalankan kebijakan penganggulangan kemiskinan yang merupakan program kerja yang harus diprioritaskan,” bebernya.

“Pemerintahan di tahun 2016-2019 (Bahrain Kasuba) telah gagal atau keliru dalam setiap menjalankan kebijakan pembangunan karena tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah social seperti kemiskinan dan penganguran,” tukas Akademisi FEB Unkhair ini.

Dikatakan juga bahwa kegagalan Bahrain Kasuba disebabkan karena ketidakkonsistennya Pemerintah Daerah saat dipimpinnya dalam merencanakan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah.

“Pemerintahan di masa Bahrain Kasuba dapat dikatakan gagal dalam merencanakan dan mengimplementasi kebijakan pembangunan daerah karena jumah penduduk miskin terus mengalami peningkatan. Angka garis kemiskinan yang terus meningkat menunjukkan bahwa beban masyarakat semakin berat karena untuk memenuhi kebutuh pokok harus mengeluarkan jumlah rupiah yang besar,” imbuhnya.

“Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin,” tandasnya.

#tp/MB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *