TIMURPOST.com, JAKARTA – Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) mendesak Polda Maluku Utara segera melakukan penahanan terhadap Mantan Bupati Bahrain Kasuba bersama mantan Sekretaris Daerah Helmi Surya Botutihe, mantan Kepala Bagian Hukum Ilham Abubakar, mantan Kepala Bagian Umum Saimah Kasuba dan juga mantan Sekretariat Junaidi Hasjim. Usai di resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran operasional Kepala Daerah senilai Rp 4.507.151.500 miliar.
Pasalnya, berdasarkan gelar perkara yang dibenarkan Humas Polda Maluku Utara (Malut), Kombes (Pol) Michael Irwan Thamsil melalui berbagai media massa, bahwa sejak Jumat, 12 Agustus 2022, penyidik melakukan gelar perkara dan setelah itu langsung menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk mantan bupati Halsel Bahrain Kasuba, namun sejauh ini para tersangka belum ditahan oleh Polda Maluku Utara.
Ketua Bidang Hukum dan HAM PB FORMMALUT Jabodetabek, Sumarjo Makitulung kepada POSTTIMUR.com mengatakan bahwa, Korupsi merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan mengancam pembangunan ekonomi serta mengorbankan hak-hak masyarakat.
Baca juga:
- Indikasi Tambang Rakyat Tanpa IPR Milik PT. NHM, PB FORMMALUT Demo Desak Menteri ESDM dan Kapolri Usut Tuntas
- PB FORMMALUT Resmi Dilantik, Ketum Hamdan Halil: Nyalakan Api Perlawanan, Maluku Utara Memanggil
- PB Formmalut Kecam Tindakan Kriminal Terhadap JURNALIS, Hamdan Halil; Jika Tidak Ditindak, Desak Kapolri Segera Copot Kapolda Malut
“Ini bukan perbuatan main main,melainkan perbuatan yang harus serius untuk diatasi, apalagi ini dilakukan oleh penyelenggara negara seperti kepala daerah, sekertaris daerah beserta fungsionarisnya yang terindikasi menyalahgunakan kewenangan dan melakukan perbuatan melawan hukum secara terencana terstruktur dan masif,” Kata Sumarjo, Senin (19/09/2022).
Aktivis asal Malut itu juga mendesak Kapolda Maluku utara, dalam hal ini (penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara), untuk melakukan proses hukum dengan tegas kepada para tersangka kasus korupsi, dan segera melakukan penahanan kepada yang bersangkutan.
“Dalam rangka percepatan penyelesaian kasus tersebut, kami akan berpartisipasi melakukan Aksi di Jakarta untuk mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan indikasi tindak pidana korupsi ini berserta daftar ragam kasus korupsi yang belum tertangani dengan baik oleh Polda Maluku Utara maupun Lembaga Peradilan di Maluku Utara,” Ungkapnya.
Terpisah, Ketua Umum PB FORMMALUT, Hamdan Halil, menyayangkan penegakan hukum di Polda Maluku Utara. Menurutnya, tidak ada warga negara yang kedudukanya berbeda di mata hukum, apalagi para pejabat dan mantan pejabat tinggi di daerah.
“Semua sama di mata hukum. Tidak ada warga kelas istimewa di negara ini. Penahanan kepada yg bersangkutan merupakan perintah undang-undang,” Tegasnya Hamdan sapaan akrabnya.
Lanjut Hamdan, berdasarkan ketentuan hukum ada dua alasan dilakukan penahanan, pertama, alasan subjektif karena ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.
“Kedua, alasan objektif sebagaimana dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf a misalnya, menyebut “tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih,” Bebernya.
Hamdan menguraikan, perintah penahan beralasan baik secara subjektif maupun objektif. Karena lazimnya pemidanaan dugaan tindak pidana korupsi merujuk Pasal 2 Undang-Undang No 31 Tahun 1999. Pada pasal ini diatur jenis kejahatan melawan hukum berupa perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau juga korporasi, yang merugikan negara atau perekonomian negara, dipenjara dengan tiga pilihan, yaitu: Penjara seumur hidup, Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, Pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 3 Undang-Undang No 3 Tahun 1999 Pasal ini mengatur tentang kejahatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang dimilikinya. Hal ini dilakukan karena orang tersebut memiliki jabatan atau kedudukan yang memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.
Selain itu, lanjut Kata Hamdan, meskipun belum diketahui alasan Polda tidak melakukan penahanan kepada yang bersangkutan, andaikata yang bersangkutan mengajukan penangguhan penahanan, tidak berarti serta merta dibebaskan begitu saja.
“Disebutkan dalam uraian Pasal 31 ayat (1) KUHAP, terdapat frasa “syarat yang ditentukan” ialah: wajib lapor, tidak keluar rumah, tidak keluar kota. Pertanyaanya, apakah ada wajib lapor, dimana keberadaan dan aktifitas para tersangka sesaat setelah gelar perkara,” Cetus Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini.
Oleh karena itu, Polda Maluku Utara dituntut untuk menunjukan keseriusannya dalam penanganan kasus hukum untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjamin rasa keadilan masyarakat.
#tp/Ghun
1 komentar